logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 37 Knowing Laksana

Besok Laksana sudah diperbolehkan pulang. Sejak kemarin, rombongan sekolahnya sudah kembali ke Tangerang. Hanya dia yang masih menemani Laksana di salah satu rumah sakit di Jogja. Nanti malam pun, Langit dan Utari akan datang ke Jogja.
"Babu, gue laper."
Senja yang sedang menonton drakor sambil makan kripik pisang melirik Laksana sinis, "Pala lo babu. sialan." desis Senja.
Laksana mengendikan bahu acuh. Setelah ia sadar, Laksana merasa lega melihat Senja berada disisinya. Cowok itu pun tak pernah berhenti menjahili Senja yang membuat gadis itu hanya bisa berteriak kesal.
"Laper,"
"Ck, itu bubur lo di nakas."
Laksana mendelik, "Suapin dong. Mager gue,"
Senja mengambil mangkok bubur di atas nakas. Tangannya menyuapi Laksana dengan sabar. Cowok itu tidak berhenti mengoceh yang membuat kepala Senja rasanya ingin pecah.
"Besok kita udah balik. Ke pantai yuk ntar malem?"
Senja mendelik, "Gue bawa kabur pasien gitu?!"
Laksana mengangkat alisnya satu. Bibirnya menyeringai penuh kelicikan. Senja sudah yakin, setelah ini pasti ada sesuatu yang membuat Senja harus mengelus dada frustasi. Beberapa hari bersama Laksana membuat Senja mengetahui kebiasaan cowok itu dan sifatnya yang ternyata sangat manja. Berbanding terbalik dengan wajahnya.
"Nggak. Apapun rencana lo, nggak ada pantai-pantai."
"Ayolah."
Senja menggeleng.
Laksana menyatukan kedua telapak tangannya sambil menunjukan wajah imut layaknya bocah minta balon. Senja hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Dengan berat hati kepalanya mengangguk. Hatinya begitu lemah melihat sifat Laksana yang satu ini.
"Tapi nggak malam ini," tukas Senja. "Kita bisa balik lusa. Besok kita ke pantai sama Papa juga Bunda. Jadi, malem ini lo istirahat."
Laksana mengangguk antusias.
Senja menarik kedua sudut bibirnya ke atas tanpa ia sadari. Tangannya mengacak rambut Laksana gemas. Tentu saja perbuatannya membuat Laksana ingin mengurung dirinya di kamar mandi. Namun, demi image yang ia jaga mati-matian, Laksana hanya membuang muka.
"Someone's blushing right now." goda Senja.
Laksana berdecak, "Nggak tuh. Udah ah, gue kenyang. Mau tidur aja." elak Laksana buru-buru.
Senja terkekeh geli melihat Laksana yang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Bahkan cowok itu membalikan badannya. Senja menggeleng pelan, masih merasakan lucu saat Laksana sedang malu.
Ponselnya berdering. Senja kembali menidurkan badannya di atas sofa panjang. Bibirnya tersenyum lebar saat melihat nama Biru.
Wajah Biru muncul di layar ponsel Senja. Cowok itu tampak begitu tampan dengan rambut yang terlihat begitu rapih.
"Widih bos, mau ngapel ya?"
Biru tertawa, "Iya nih. Dari sore jalan biar enak lama di luar."
Senja mendengus. "Anak gadis nggak boleh dibawa keluar malem banget."
"Iya-iya bawel. Gimana kabar, Dek? Temen kamu juga gimana?"
Senja melirik ke ranjang rumah sakit. Terlihat jelas nafas Laksana yang begitu teratur. "Baik. Orangnya lagi tidur."
"Oh gitu. Kata Bunda, mereka bakal sampe sekitar jam 8 malem," Biru memakai jaket kulitnya, "Kamu udah makan kan?"
"Hm, udah." Senja tersenyum, "Yaudah sana berangkat. Udah jam lima."
"Iya ini mau caw. Gege gimana?"
Senyuman di bibir Senja luntur. Gadis itu berdehem pelan, memaksakan sebuat senyuman. Kepalanya menggeleng sebagai jawaban.
Biru menghembuskan nafas panjang, "Abang bisa nanyain kok, Dek."
"Nggak usah. Mungkin dia lagi ada urusan jadi nggak sempet ngabarin."
Biru menatap Senja lamat. Cowok itu bisa mengetahui betapa sedihnya Senja. Bahkan Biru rasanya ingin menghabisi Arghea karena telah menghilang tanpa kabar. Biru menghembuskan nafas panjang.
"Abang duluan. Kamu tidur, jangan begadang mulu nanti malem."
Senja menampilkan cengirannya. "Oke! Nggak janji."
"Dasar. bye!"
Senja melambaikan tangannya lalu mematikan sambungan video. Senja menghembuskan nafas panjang. Memejamkan matanya sebentar lalu menoleh ke arah ranjang. Seulas senyuman muncul di wajah lelahnya.
Senja terdiam. Matanya sibuk menatap langit-langit kamar yang kosong. Pikirannya selalu bertanya-tanya. Apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Arghea? Cowok itu baik-baik saja atau sedang dalam masalah?
Sejak hari keberangkatan ke Jogja, Arghea sama sekali tidak membalas pesannya. Jangankan membalas, dibaca saja tidak. Membuat Senja ingin segera menemukan cowok itu dan mencubitnya sampai memar.
Bertanya pada orang-orang pun percuma. Mereka juga tidak tahu dan tidak sedekat itu dengan Arghea. Hanya satu orang yang belum Senja tanyakan. Joshua. Hanya tinggal Joshua satu-satunya harapan. Setelah ia balik ke Jakarta, Senja akan bertanya dimana Joshua tinggal pada Pak Anwar. Ia yakin Pak Anwar mengetahui tentang satu-satunya teman kecil Arghea itu.
Senja menghembuskan nafas berat. Suara berat seseorang membuat Senja menoleh. "Arghea?"
"Hm?"
Laksana membalikan badannya sehingga menghadap Senja yang berbaring di atas sofa. Laksana berdecak, "Lemot," ejek Laksana yang membuat Senja melotot. "Lo mikirin Arghea lagi?"
Senja mengubah posisinya menjadi duduk bersandar. Kepalanya mengangguk pelan. Senja menatap Laksana lamat, "Lo yakin nggak tau dimana dia?"
Laksana menggeleng. "Gue nggak pernah ada urusan sama dia. Dari awal dia masuk keluarga Mimosa."
Senja menopang dagunya dengan kedua tangannya. Menipiskan bibirnya, Senja berkata, "Kalian sama aja. Saling benci karena alasan konyol yang menurut gue itu cuma kesalahpahaman," Senja menghela nafas, "Lo tau, Gege nggak pernah mau benci sama lo awalnya."
"Cih, sok tau."
Senja menepuk dadanya bangga, "Tau lah. Gue pacarnya."
"Pacar pacar. Sekarang aja dia ilang, lo nggak tau apa-apa."
Senja berdecak. Matanya melirik Laksana sinis. "Kejam lo, setan."
"Tapi, Sa. Gue serius. Kalian kalo akur tuh enak banget. Apalagi gue. Punya cowok ganteng, tajir, keren. Eh, adeknya juga ganteng, tajir, keren, walaupun mesum."
Laksana melempar buah jeruk ke arah Senja. Dengan sebal cowok itu mengangkat jari tengahnya pada Senja. Senja terbahak puas.
"Nggak-nggak, tapi serius. Kalian tuh cocok banget adek-kakak. Sama-sama nyebelin, bossy, gue rasa kalian bakalan bikin orang-orang fangirlingan."
Laksana mendengus, "Brisik. Nggak bakal gue sama dia akur."
"Kenapa?"
"Karena dia, Papa semakin nggak pernah liat gue."
Senja menatap Laksana malas. Dengan santai, Senja menghampiri Laksana dan duduk di sisi ranjang. Tangannya menepuk pucuk kepala Laksana dua kali, "Cupcupcup, anak Papa," gumamnya, "Lo salah kalo benci dia karena alasan itu."
Laksana menjauhkan tangan Senja dari kepalanya. "Kenapa salah? Hak gue."
"Karena dia juga benci lo dengan alesan yang sama. Bedanya, dia nggak suka sama lo karena nyokap tiri lo beralih lebih peduli ke lo."
Laksana memutar bolamatanya. "Dia salah. Mama masih sayang banget sama dia. Mama masih peduli, cuma emang tuh anak macem dajjal aja."
"Bokap lo juga begitu."
"Cih."
Senja bersedekap. "Inget pas lo kecelakaan waktu SMP? Lo ngira bokap lo nggak peduli sama sekali? Gege bilang, bokap lo langsung ngusut kecelakaan yang ternyata disengaja sama rival kerja bokap lo. Dan bokap lo nemenin lo mulu pas masa lo kritis."
Laksana terdiam. Matanya menatap Senja tak percaya. Senja menghembuskan nafas panjang, "Gue tau pas lo buka mata nggak ada dia. Cuma ada nyokap lo. But dude, hari itu dia dateng ke kantor polisi karena pelaku yang nabrak mobil lo udah ketangkep. Sebelum hari itu, bokap lo selalu disamping lo."
Laksana masih diam. Ia mencerna semuanya dengan tiba-tiba. Laksana menatap nanar Senja, "Lo nggak tau, Senja. Lo nggak tau kalau gue bukan anak–"
"Anak kandung bokap lo? Basi."
Laksana membelalak kaget. "Lo– kok bisa?"
Senja memegang kedua bahu Laksana. Matanya menatap Laksana lembut dengan seulas senyuman yang begitu menghangatkan hatinya. "Gue tau semua, Asa. Gege cerita semuanya ke gue. Dan pemikiran lo itu berbeda dengan apa yang ada. Bokap lo itu sayang sama lo. Mungkin dia salah karena terlihat acuh sama lo sejak kecil. Tapi Sa, bokap lo sayang sama lo. Gege tau itu karena sempet ngobrol sama Om Rigel."
Laksana masih menatap Senja bingung. Senja berdecak, "Walaupun lo bukan anak kandung Om Rigel, lo itu tetep dianggap sebagai anak kandung sama Om Rigel. Kalau dia benci sama lo, nggak mungkin waktu itu dia masih nerima nyokap lo dan ngurus nyokap lo sebaik mungkin."
"Mungkin aja dia kasian."
Senja mengusap pipi Laksana, "Sa, nggak semua di dunia ini seperti apa yang lo pikirkan. Ada banyak orang di dunia ini, pun perihal sudut pandang. Setiap orang punya alasan sendiri, punya sudut pandang sendiri, nggak semuanya sama seperti apa yang lo pikirin dan alami," Senja tersenyum lembut, "Kalau lo masih nggak percaya, kenapa nggak lo obrolin langsung sama bokap lo? Gue yakin, kalau kalian bicarain semuanya baik-baik, lewat sudut pandang lo dan lo dengerin dari sudut pandang bokap lo, semuanya jadi jelas."
Laksana mengalihkan tatapannya. Ia mengusap sudut matanya yang berair. Senja terkekeh geli, "Gue bakal seneng banget kalau lo sama Gege akur, Sa. Karena selain lo bisa hidup tenang tanpa rasa benci," mata Senja berkaca-kaca, "Gege jadi nggak ngerasa sebatang kara tanpa keluarga lagi." lirihnya.
Laksana tersenyum kecut. Mau bagaimanapun baiknya Senja pada dirinya, di hati dan pikiran itu selalu ada Arghea. Selalu Arghea. Apa Laksana salah mencintai gadis itu? Mengapa semua yang ia cintai selalu memilih orang lain? Gretta, Adinda, bahkan Senja.
Laksana berdehem, "Makasih, Senja. Gue bakalan obrolin sama Papa dan akur sama Arghea." demi lo. batin Laksana.
Senja tersenyum lebar. Tanpa aba-aba, Senja memeluk tubuh Laksana sangat erat. Tertawa bahagia disela-sela pelukan sambil bergumam terimakasih. Laksana membalas pelukan Senja dan tersenyum kecil.
Walaupun hati lo milik Ghea, gue selalu berusaha menjadi seseorang yang ada buat lo ke depannya, Senja. Kali ini, gue bakal mencintai seseorang dengan cara terbaik gue. Tanpa ngerebut kebahagiaan milik orang lain.
...............
Senja tertawa mendengar cerita dari Utari selama perjalanan sepasang suami istri itu menuju Jogja. Laksana pun ikut tertawa pelan.
Langit mendengus, "Kamu kok mempermalukan suami sendiri sih, Ney."
Utari hanya mengendikan bahu acuh. Tatapannya beralih pada Laksana di atas ranjang. Utari duduk di sisi ranjang dan mengusap kepala Laksana. Bibirnya tersenyum hangat, "Makasih karena nolongin Senja ya, Nak." kata Utari tulus.
Laksana mengangguk, "Sama-sama, Tante."
Utari terkekeh.
Utari dan Langit tiba di Jogja sesuai perkiraan, pukul delapan malam. Hanya saja, mereka baru datang ke rumahsakit pukul tujuh pagi. Ya, Langit mensabotase Utari dengan alasan honeymoon super singkat. Tanpa dijelaskan, Senja sudah mengerti isi kepala ayahnya itu.
"Udah diberesin semua?" tanya Langit menunjuk tas di atas sofa.
Senja mengangguk, "Cuma itu kok, Pa."
Langit ikut mengangguk. Membawa tas itu sambil berkata, "Yaudah, Papa simpen di mobil dulu."
Setelah pintu tertutup, Senja memilih memoleskan make-up tipis di wajahnya. Mereka akan keluar hari ini. Laksana begitu semangat, badannya sudah pegal-pegal hanya berbaring beberapa hari ini.
"Dokter kapan datang?"
Senja menoleh, "Sebentar lagi, Bun."
Utari mengangguk mengerti.
Laksana tersenyum geli melihat Senja yang cemberut. Gadis itu terlihat begitu menggemaskan. Saat ini mereka sudah dalam perjalanan menuju pantai.
Dokter hanya menyarankan agar Laksana banyak istirahat di rumah untuk pemulihan. Tentu saja yang dianggap angin lalu oleh Laksana.
"Bun, aku laper." rengek Senja.
Utari mendengus, "Nanti makan disana aja."
Bibir Senja mengerucut sebal. Laksana mendengus, "Nih,"
Senja menoleh. "Dih roti dari mana lo?"
"Rumah sakit. Kan sempet dikasih sarapan tadi."
Senja menyengir. Tanpa basa-basi, Senja mengambil roti pemberian Laksana dan memakannya. Namun, bagi Senja, sepotong roti tidak bisa mengganjal perut laparnya. Terbukti, belum lima menit rotinya habis, perut Senja berbunyi.
Sontak seisi mobil tertawa geli. Senja hanya meringis malu. Matanya melotot tajam pada Laksana yang tertawa begitu puas.
Laksana menepuk pipi Senja, "Cupcupcup, anak Bunda kelaperan."
Senja menepis tangan Laksana. Sudah kepalang malu, Senja memutuskan untuk memakai airpodsnya. Dalam hati merutuki diri sendiri.

***
Utari dan Langit tersenyum geli melihat Senja dan Laksana yang langsung berlari menuju ombak.
"Senja mirip kamu banget,"
Utari mendelik, "Yaiyalah. Anak aku."
Langit mendengus. Niat hati ingin menggombal, Utari malah ngegas duluan. Hah, memang sedari malam salah telah membuat wanita tercintanya itu kesal.
"Bun, kamu masih marah apa."
Utari menggeleng, "Enggak. Cuma kamu bau, bikin mual. Dibilang ganti parfum dari semalem!"
Langit mengendus aroma badannya sendiri. Demi Tuhan, Utari ingin terbahak. Namun, ia begitu tidak tahan dekat dengan Langit.
"Perasaan wangi. Lagian ini parfum kesukaan di–" mata Langit membelalak kaget. Langit memegang kedua bahu Utari, "Ney, kamu hamil?!"
Utari ikut membelalak kaget. Ia jadi teringat sudah telat datang bulan. Melihat ekspresi Utari, Langit yakin istrinya itu juga masih terkejut.
Langit mengusap rambut Utari, "Dari sini, kita cek ke dokter."
Utari mengangguk samar. Ia bahagia. Begitu pula Langit. Tetapi, apa Biru dan Senja bisa menerima? Mengingat umur mereka sudah dewasa.
Langit yang menyadari raut kegelisahan Utari pun memeluk istrinya. Memberikan rasa tenang dan hangat secara bersamaan. Membisikan kalimat-kalimat penuh cinta dan makna yang membuat Utari menjadi lebih rileks.
"Semua bakal baik-baik aja, Ney. Mereka pasti seneng."
Utari mengangguk, "Aku harap, memang didalam sini ada nyawa baru, Mas." balasnya menatap Langit.
Langit tersenyum.
"Nambah satu anggota lagi kedengeran seru. Asal kali ini, sifatnya nggak bar-bar kayak kamu."
Utari memukul lengan Langit kencang. Bibirnya mencebik lucu. Langit tertawa puas menggoda Utari. Walaupun dalam hati tetap berdoa, setidaknya untuk kehamilan saat ini, sifat anaknya akan tenang seperti dirinya.
Langit memeluk Utari dari belakang. Tersenyum bahagia karena kehamilan Utari yang masih abu-abu dan gelak tawa Senja yang begitu riang saat bermain air.

Comentário do Livro (47)

  • avatar
    Yxztna_28

    Avv aku jadi gasabar sama kelanjutannya nihh kira² Senja bakal sama gege ato sama siapa ya tapi kalo diliat dari judulnya sih sama laksana😐udh seneng bgt waktu deket sama gege tapi aku baru sadar kalo judulnya laksana senja tapi aku suka bgt ama ceritanya semangat kk aku tunggu kelanjutan ceritanyaa😊😊

    30/12/2021

      1
  • avatar
    hariyani34Sri

    Bener bener bagus ceritanya huhu jadi pengen kayak senja yang kuat banget 🥺 lanjut part selanjutnya ya semangat author 🙏❤️

    26/12/2021

      0
  • avatar
    Zuzuki

    Yes,i liko this story this moment

    22/12

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes