logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

|2.| Tertarik?

"Retta!"
"Retta!"
"Retta!!! Bangun, dong!!!"
Sayup-sayup suara serta guncangan yang Retta rasakan membuat gadis itu perlahan membuka matanya.
"Akhirnya lo sadar juga."
Hal yang pertama kali tertangkap oleh indra pengelihatan Retta adalah ekspresi cemas Eli. Retta menatap ke sekeliling, ada begitu banyak orang yang mengerumuninya. Perlahan, gadis itu bangkit dari posisi baring.
Saat itu, Retta menyadari bahwa ada sesuatu yang tengah ia genggam. Sebuah botol kaca dan secarik kertas kering. Aneh. Padahal, sekujur tubuh Retta penuh air.
"Minum dulu."
Retta menerima segelas teh hangat yang diulurkan oleh Bu Rere—wali kelas XI IPA 3 yang juga mengajar Bahasa Indonesia, lalu meneguknya perlahan. Setelah itu, bola mata Retta kembali menjelajah ke sekitar. Ia sedang berada di bawah pohon kepala.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Bu Rere.
"Nggak apa-apa, Bu," jawab Retta sopan.
"Bener?"
Retta mengangguk.
"Ya udah. Kalau gitu, kamu ganti baju dulu."
"Biar saya temenin Retta, ya, Bu," sahut Eli yang disetujui oleh Bu Rere.
Kedua sahabat itu lantas beranjak dari tempatnya. Sebelum ke toilet, Retta menyempatkan diri mengambil pakaian kering dari dalam tasnya. Pun tak lupa memasukkan kapsul dan kertas yang entah dari mana asalnya. Setelah itu, mereka kembali menyusuri pasir pantai.
"Tumben lo tenggelam," celetuk Eli di sela-sela langkah mereka menuju toilet.
"Hah? Gue tenggelam?" tanya Retta heran. Pasalnya, air adalah sahabat terdekat Retta setelah Eli.
"Iya. Untung aja tadi ada Angga yang nolongin lo. Gila! Anak-anak tadi pada heboh."
"Masa, sih?"
Eli memutar kedua bola mata malas karena Retta tak mempercayainya. "Noh! Orangnya."
Retta mengekori arah pandang Eli. Dalam radius 10 meter, terdapat sosok Angga yang tengah melambaikan tangan ke arahnya seraya mengulas senyum lebar. Tangan Angga menyugar rambutnya yang basah. Namun, Retta masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi.
"Cakep, 'kan, si Angga?" goda Eli yang membuat Retta lantas memalingkan muka dari Angga.
"B aja."
"Ish! Ngomong-ngomong, tadi gue lihat lo genggam sesuatu. Mau gue ambil, tapi lo megangnya kuat banget. Itu apaan, sih?"
Pasti yang Eli maksud adalah botol kaca itu. "Gue juga nggak tahu. Oh, ya! Tadi bukannya hujan, ya?"
"Hujan dari mana? Lo nggak lihat skincare gue udah pada luntur?" sewot Eli.
Aneh, batin Retta.
"Terus, tadi kenapa lo bisa tenggelam?" Melihat sahabatnya bungkam, Eli kembali bertanya.
"Nolongin orang."
"Orang? Siapa?"
"Cowok. Umurnya sekitar tiga puluhan. Namanya Surya. Dia yang ngasih botol kaca itu ke gue."
Eli mendengkus keras. "Bagus! Bagus banget ide cerita lo. Dijamin bakal selaris novel lo yang sekarang."
Gadis itu mengambil posisi duduk di atas jutaan pasir putih yang tak jauh dari area toilet. "Gue tunggu di sini. Buruan!"
Retta yang melihat Eli menjauh hanya bisa menghela napas pasrah. "Sebenernya, itu tadi apa?"
***
Bermalam di tengah cahaya remang bus kota, tak pernah terbayang dalam benak Retta sebelumnya. Ini kali pertama Retta merasakan definisi liburan setelah sekian lama. Tertawa, bercanda, Retta merasakan itu semua hari ini.
Manik mata Retta menelusuri seisi bus. Lampu di langit-langit bus menampilkan semua siswa XI IPA 3 tengah terlelap. Termasuk Eli yang duduk di samping kiri Retta.
Kebiasaan belajar hingga lewat tengah malam membuat Retta terbiasa menahan kantuk. Makin kemari, timbul insomnia dalam dirinya.
Lapar, Retta mengambil tas ranselnya, berniat memakan camilan yang ada di sana. Bersamaan dengan itu, Retta merasakan tangannya menyentuh sesuatu yang menarik rasa penasaran.
"Botol ini," gumam Retta. Gadis itu lalu membuka botol kaca dalam genggaman.
Di dalam sana, terdapat beberapa kapsul. Retta mengeluarkan beberapa. Ada 3 warna berbeda di dalamnya: putih, merah, biru.
Retta tertawa pelan. "Macam bendera Belanda aja."
Namun, jumlah kapsul berwarna putih tampak lebih banyak. Retta kembali memasukkan kapsul-kapsul itu ke dalam botol. Tangannya bergerak mengambil secarik kertas yang ia temukan bersamaan dengan botol kaca itu.
"Wah!" Retta berdecak kagum saat melihat tulisan yang tertera di permukaan kertas. "Rapi banget tulisannya."
Partikel-partikel rasa penasaran makin banyak melekat dalam diri Retta. Gadis itu mulai membacanya.
_Elvaretta Adinda._
"Kan. Tahu darimana coba nama gue? Orang aneh."
_Lo adalah salah satu manusia beruntung yang dapat kesempatan emas. Kesabaran, keikhlasan, pantang menyerah yang selama ini lo jalani membuahkan hasil.
_Di dalam botol kaca itu, ada kapsul-kapsul yang bisa merubah nasib lo. Hidup yang monoton dan tertekan. Lo bisa meninggalkan itu semua, meskipun bukan dalam kurun waktu yang lama.
_Anyway, surat ini cuma pengantar. Isinya berupa penawaran. Gimana? Tertarik?
"Apaan, sih. Nggak jelas banget," sinis Retta.
"Oh, ya?"
Suara bariton dari kiri itu membuat Retta seketika menoleh. Bola matanya membulat sempurna saat mendapati sosok lelaki berambut hitam pekat dalam balutan hoodie abu-abu pekat.
"Bang Surya?!"
Lelaki di samping kiri Retta itu mengulas senyum lebar.
"Abang ngapain? Eli? Eli mana?"
"Sssttt!!! Jangan berisik. Temen-temen lo nanti pada bangun."
"Tapi—"
"Nih!" Surya meletakkan sebuah buku kecil bersampul coklat muda polos di pangkuan Retta.
"Apaan, nih?"
"Buku panduan masuk ke dunia yang lo ciptain."
"Hah?"
"Ganendra Javas Kaivan. Lo pengin ketemu dia, 'kan?"
Retta menatap aneh ke arah Surya. "Ohh ... ternyata, Abang penggemar novel Retta, ya?"
"Nggak." Surya menatap serius ke arah Retta. "Gue mau bantu lo ketemu sama Gara."
"Impossible," desis Retta. "Abang nggak usah ngaco, deh. Dikira ini novel fantasi apa? Bisa masuk ke dunia lain."
"Lo tinggal jawab, mau atau nggak?"
"Nggak."
"Bohong."
"Sotoy."
"Buktinya, gue ada di sini."
"Maksudnya?"
***
"Retta! Bangun! Udah mau sampai!"
Detik itu pula, Retta terbelalak. Tatapan gadis itu menjelajah liar ke segala arah. Bahkan, Retta sampai berdiri dari kursinya.
"Pagi, Retta!!! Duhhh ... makin cantik aja baru bangun tidur," ucap Azka yang lantas mendapat sorakan dari seisi bus.
"Retta haus, ya? Mau minum nggak? Nih, ambil punya gue," goda Erzan yang duduk di samping Azka.
"Atau mau coklat? Biar naikin mood di pagi hari." Kali ini, Angga yang menyahut.
"Enaknya jadi Retta." Pemilik suara yang satu ini adalah Kayla, salah satu siswi kelas XI IPA 4.
"Mangkanya, lo glow up, dong!"
Retta mengabaikan suara-suara gaduh itu. Ia kembali duduk di kursinya, mengambil air mineral dari dalam tas, lalu meneguknya banyak-banyak. Setelah itu, Retta mengatur napas.
"Kenapa lo? Mimpi buruk?" tanya Eli dengan nada mengejek.
Pertanyaan itu membuat Retta lantas menoleh. "Bang Surya. Bang Surya mana?"
Kedua alis Eli bertaut heran. "Bang Surya siapa? Ngigo lo, ya!"
"Bang Surya, El! Yang tadi duduk di samping kiri gue. Di sini!"
"Nggak ada Bang Surya, Retta. Adanya Bang Azka." Lelaki itu kembali berulah. Namun, Retta memilih abai.
"Bang Erzan juga ada!" sahut lelaki itu dengan pedenya.
"Apalagi Bang Angga! Akan selalu ada untuk Retta!"
Retta memutar kedua bola mata malas mendengar ocehan-ocehan itu. Sementara Eli tertawa heran. "Daritadi, gue yang ada di samping kiri lo. Udah, ah! Siap-siap. Habis ini sampai kita. Lo mau ke rumah gue dulu atau gimana?"
Retta menggeleng. "Gue langsung pulang aja."
Eli menaikkan kedua alisnya. "By the way, Ret. Lo megang buku apaan?"

Comentário do Livro (89)

  • avatar
    SianturiSondang

    bintang⁵seru dan

    17d

      0
  • avatar
    GamingRenal

    terimakasi y

    06/07

      0
  • avatar
    Yan Wp

    saya sangat suka

    26/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes