logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 4 Duda dan Perawan

Tubuh kecil mungil dengan jemari kurus dan pucat tampak tengah terbaring tak sadarkan diri. Aleya menggenggam jemari sang adik dengan lembut sembari mengusap rambutnya yang mulai panjang dan bergelombang.
BRAK!!
Di tengah suasana yang hening dan sepi, Aleya dikejutkan oleh suara bantingan pintu yang dibuka dengan sangat kencang. Netranya melongok dari balik bilik UKS yang hanya ditutupi oleh sebuah penutup layaknya ibu-ibu jika ingin melahirkan. Mata Aleya membelalak seketika manakala mengetahui siapa yang saat ini ada di ruang UKS bersama dengannya.
"Dia bukannya gadis yang kutabrak tadi?"
Aleya masih 'mengintip' gadis yang bertabrakan dengannya di lorong sekolah sedang mencari sesuatu di lemari kotak obat dekat meja penjaga UKS.
"No--Nona," sapa salah satu penjaga sekolah, Bejo, terengah-engah menghampiri gadis tersebut.
"Ruang UKS sebegini besar tapi ga ada satu pun obat merah!!! Kamu makan apa kamu minum, hah!?" kesal gadis itu sambil berkacak pinggang dan teriak di depan wajah penjaga sekolah itu.
"M--maaf, Nona. Obat--obat merahnya akan segera saya carikan." Sahut Bejo langsung mencari obat merah di seluruh ruangan.
"Siapa sebenarnya gadis itu? Lagaknya pongah sekali." Ucap Aleya ingin menolong penjaga sekolah yang bernama Bejo itu, namun belum sempat Aleya keluar dari 'bilik', tangannya langsung diraih oleh sang adik yang telah sadarkan diri.
"K--Kak," ucapnya pelan.
Sontak, Aleya langsung membalikkan badannya dan memeluk sang adik erat. Bulir air tangis pun tak dapat dipendam dan ditaham lagi oleh Aleya. Sang adik yang baru saja siuman itu langsung dicium serta dielus-elus seluruh wajah dan tubuhnya.
"K--Kakak, Kakak kenapa? Kok Kija bisa ada di sini?" anak kecil itu dengan polosnya bertanya pada Aleya sembari melihat sekeliling ruangan berwarna putih-hijau muda.
"Kija, akhirnya kamu sadar, Sayang. Kakak sudah khawatir padamu. Kamu--kamu bagaimana? Apa yang Kija rasakan sekarang?" tanya Aleya menatap sang adik sambil menangis.
"Kakak kenapa menangis?"
"Karena Kakak bahagia," sahut Aleya.
"Bahagia kenapa?" Kija membalasanya dengan pertanyaan yang tiada henti.
Aleya tersenyum mengembang. Dia tahu jika adiknya telah bertanya macam-macam dan tak mau berhenti, maka itu pertanda sang adik mulai kembali normal, "Kakak bahagia karena …."
"Pelan-pelan, donk! Sakit tau!" suara kencang, lantang dan ketus Delia membuat Aleya dan Kija terkejut.
"S--siapa itu, Kak?" dengan mulut bergetar, Kija memegang tangan sang kakak.
Aleya langsung mendekap sang adik erat can menutup kedua telinganya. "Jangan dengarkan, Kija. Tutup telingamu, pejamkan matamu. Anggap kita hanya berdua di tempat ini."
"Kija takut, Kakak ...hiks … hiks ...hiks," suara tangis Kija terdengar di antara bekapan kemeja yang dikenakan Aleya.
Aleya menarik napas panjang dan menatap wajah sang adik, "Kija tunggu di sini, ya. Kakak akan mengurus sesuatu."
"Kakak mau ke mana? Jangan tinggalkan Kija … Kija takut, Kak." Rengek Kija memegang erat ujung kemeja Aleya.
Dengan sabar dan lembut, Aleya mengusap kepala sang adik sambil berkata, "Kija di sini dulu, ya. Kakak mau bicara sama kakak yang ngagetin kamu tadi."
Akhirnya, Kija melepas juga genggaman erat tangannya pada kemeja Aleya. Tanpa banyak cakap, dia menganggukkan kepala tanda mengerti ucapan sang kakak.
"Permisi, maaf." Aleya berjalan menghampiri Delia yang tengah diobati oleh seorang petugas UKS.
"Kamu lagi! Ngapain kamu di sini, hah!? Belum puas kamu nabrak saya tadi?" ketus Delia melihat Aleya berdiri di depannya.
"M--maaf, Mbak atas kejadian tadi. Sekali lagi saya minta maaf." Aleya menundukkan kepalanya di depan Delia.
Tersenyum sinis dan menyungging, "Terus, ngapain kamu di sini? Kan kamu ga apa-apa, saya nih yang kenapa-kenapa! Nih … nih!" Delia menunjukkan sikunya yang terluka sedikit namun mendramatisir keadaan.
Aleya hanya menaikkan alis mata sebelah kirinya, ingin sekali dia tertawa, namun dia juga tahu bahwa dialah yang salah karena telah menabrak seseorang.
"Ngapain kamu masih berdiri di sini!? Ga ada kerjaan lain apa? Atau … kamu mau ganti rugi?" tanya Delia lagi mengapitkan kedua tangannya. "Ini lagi! Udah … udah! Ngapain sih masih ngolesin tu obat! Pergi sana!" usir Delia pada petugas UKS tersebut.
Aleya hanya tersenyum tipis sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenapa? Ada masalah?" ketus Delia.
"Maaf, Mbak. Tapi, boleh suara Mbak dikecilkan? Soalnya adik saya baru saja siuman," suara lembut dan pelan Aleya berdesing di telinga Delia.
"Peduli apa aku! IDC (i don't care)! Lagipula, siapa kamu berani menyuruhku untuk diam! Memangnya kamu ga tahu aku siapa, hah!!" suara Delia makin lantang dan dia berdiri sambil menunjuk wajah Aleya.
Aleya hanya menundukkan kepala. "M--maaf, Mbak," lirihnya.
"Ada apa ini? Ruang UKS apa ring WWF?"
Suara bariton seorang pria mengejutkan keduanya.
"Ayah?" Delia membalikkan badannya dan menyapa pria tinggi besar berusia 60-an. Ya, siapa lagi jika bukan Syam, kepala sekolah sekaligus sang pemilik yayasan.
'Ayah? Jadi, pria tua ini ayahya Mbak ini?' gumam Aleya sambil memperhatikan ayah-anak tersebut.
"Delia? Sedang apa kamu di sini? Mbak Aleya? Anda masih di sini juga?" Syam melihat kedua wanita cantik beda status ini dengan heran.
"Hum, nih." Delia menunjukkan sikunya yang terluka pada sang ayah.
"Kamu kenapa? Kenapa sikumu bisa sampai luka?" Syam langsung berjalan cepat menghampiri putrinya dan memegang sikunya dengan pelan.
"Pelan-pelan, Ayah! Sakit …." ucapnya manja sembari memajukan bibirnya dan meniup luka di sikunya.
Sekali lagi, Aleya hanya bisa menahan tawa dan menutupinya dengan salah satu tangannya.
"Kamu kenapa bisa begini? Habis ngapain?" tanya Syam datar menatap Delia.
"Tanya tuh sama wanita itu!" Delia menunjuk Aleya tepat di wajahnya.
"Dia?" Syam juga ikut menunjuk Aleya.
Delia mengangguk.
"Saya minta maaf, Mbak, Tuan Syam. Tapi saya betul-betul tak sengaja menabrak Mbak ini." Jelas Aleya mengarahkan jempol tangannya ke Delia.
"Hah, mudah sekali kau minta maaf! Apa kau tahu berapa biaya yang harus kukeluarkan untuk mengobati luka di sikuku ini, hah!" lantang Delia.
Syam hanya menggelengkan kepalanya. "Delia, cukup! Sudah, hentikan dan jangan diteruskan!" perintah Syam mengibaskan tangan kanannya saat Delia hendak bicara lagi.
"Tapi, Ayah …." rengek Delia.
"Cukup Ayah bilang!" gertak Syam dengan lantang. Delia langsung mengendikkan kedua bahunya dan menatap dengan ekspresi wajah yang terkejut menatap sang ayah.
"Ka--Kak," suara Kija memecah kekikukkan di antara mereka bertiga.
"Permisi." Aleya langsung menghampiri sang adik yang kini telah dalam posisi duduk di atas kasur ruang UKS.
"Kija!" seru Aleya cepat-cepat menghampiri sang adik. "Kija mau apa? Kenapa duduk? Memang udah sehat?"
Sang adik mengangguk. "Kija mau belajar lagi, Kak."
"Jadi ini, adik Mbak Aleya yang bernama Kija?"
Syam dan Delia tanpa mereka sadari telah berdiri di belakang keduanya.
"Benar, Pak. Ini Kija, adik saya."
"Halo, Kija. Apa kabar?" Syam tersenyum dan menyapa.
"Baik, Pak. Bapak siapa?" dengan polos dan wajah lugunya dia bertanya.
"Bapak kepala sekolah di sini."
"Ohhhh, kepala sekolah … kepala sekolah tu apa?" balik tanya Kija dengan tatapan bingung mengarah pada Aleya.
"Kepala sekolah aja ga tau! Kamu ini diajarin apa sih sama kakak dan orang tuamu!" celetuk Delia dengan pongahnya sambil menyunggingkan senyumnya.
Aleya yang tak tahan lagi dengan ucapan Delia kemudian berkata, "Mbak, tolong maklumi saja jika adik saya bertanya seperti itu. Namanya juga anak-anak, mereka pasti akan banyak tanya. Kalau Mbak memang mau ganti rugi, bilang saja! Saya akan mengganti biaya pengobatan kulit Mbak agar kembali mulus dan halus! Tapi tolong, jaga mulut dan ucapan Mbak!"
Delia langsung menurunkan kedua tangannya dan membelalakkan matanya.
"KAU!"
"EHEM!!" Syam berdehem cukup kencang.
Mendengar sang ayah berdehem, Delia langsung mengerti maksud sang ayah. Di kemudian memundurkan langkahnya dan membuang muka dari Aleya.
"Kamu kelas berapa?" tanya Syam pelan.
"Kelas dua, Pak. Wali kelas saya Bu Sofia."
"Delia, tolong kamu panggilkan Tejo, ya. Minta Bu Sofia ke ruang UKS."
"Kenapa mesti aku, Yah. Aku kan …."
Syam langsung menoleh ke arah Delia dan mendelikkan matanya. "Aku mengerti!" Ucap Delia langsung menuruti perintah sang ayah.
"Kija, kamu … kenapa bisa pingsan? Apa yang terjadi?" tanya Syam yang kini duduk di sebelah Kija.
Kija melihat ke arah Aleya yang berdiri di sebelahnya. "Kenapa malah melihat kakakmu? Kan Bapak yang tanya," tambah Syam.
"Mmm … i--itu, itu …" Kija menundukkan kepalanya.
"Kalau Kija ga mau bilang, ya udah, ga apa-apa. Kamu istirahat di rumah saja, ya. Besok datang lagi belajar." Ucap Syam mengusap rambut Kija.
"Terima kasih, Pak." Balas Aleya membungkukkan badan.
"Bapak mencari saya?"
Sofia datang dengan tergesa-gesa ke ruang UKS.
"Ah, ya, benar, Bu Sofia. Saya memanggil Ibu karena ingin memberitahu jika murid Ibu yang bernama Kija sudah saya bebastugaskan dari segala aktivitas belajar untuk hari ini. Besok, jika dia sudah sembuh baru boleh masuk lagi," jelas Syam.
"Baik, Pak. Saya mengerti. Kija, kamu sudah sadar? Bagaimana keadaan kamu?" tanua Sofia melempar senyumnya.
"Sehat, Bu Guru. Tapi kepala Kija masih sedikit pusing." Balasnya sembari memegang kepalanya.
"Kalau begitu, Kija istirahat dulu, ya. Kalo sudah sehat, bisa belajar lagi."
"Baik, Bu Guru. Terima kasih."
"Terima kasih, Bu Guru." Kali ini Aleya yang mengucap rasa terima kasihnya.
"Sama-sama, Mbak. Oh, ya, Pak. Apa masih ada lagi yang Bapak perlukan dari saya?" Sofia membalikkan badannya ke arah Syam.
"Tidak. Tidak ada, maaf sudah mengganggu waktu Ibu mengajar."
"Tidak apa-apa, Pak. Kalau begitu, saya permisi. Mari, Mbak Aleya, Kija, istirahat dulu ya kamu."
Tak lama, Sofia segera beranjak meninggalkan ruang UKS, sementara Delia entah pergi ke mana. Kini, hanya ada Aleya, Syam dan Kija.
"Kak, kepala Kija pusing," ucapnya sembari memegang kepalanya.
"Oh, Kija istirahat saja dulu, ya. Setelah baikan, kita pulang." Aleya kemudian membantu merebahkan tubuh sang adik perlahan kembali ke kasur UKS dan menyelimutinya. "Kakak di sini, Kija. Jangan khawatir." Aleya memegang tangan mungil Kija sambil tersenyum.
Ternyata, diam-diam Syam memperhatikan sikap Aleya terhadap adiknya. Dengan senyum bak bunga Sedap Malam, Syam kemudian berdiri di sebelah Aleya sambil berkata, "Obrolan kita tadi, belum selesai, Mbak Aleya."
Jantung Aleya segera berdetak cepat! Bukan karena senang, tapi karena risih dan takut. Dia masih mengingat betul bagaimana Syam memperlakukannya ketika di ruangannya tadi.
"M--maaf, Pak. Saya di sini saja. Adik saya memerlukan saya," kilah Aleya tersenyum kikuk.
"Oh, ga apa-apa. Di sini pun tak apa. Saya hanya mau minta maaf atas sikap dan perilaku putri saya pada Mbak Aleya. Dia sudah terlalu dimanja, makanya jadi seperti itu. Saya minta maaf, Mbak Aleya."
"Tidak apa-apa, Pak. Saya memang yang salah sudah menabrak putri Bapak," balas Aleya singkat.
"Hah, jika seandainya ibunya masih hidup, dia tak akan jadi begini." Ucap Syam tiba-tiba duduk di atas kasur yang sedang ditiduri oleh Kija.
Aleya terkejut dan menatap sang kepala sekolah. "Mak--sud Bapak, istri Bapak sudah …."
"Yah, istri saya sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena sakit. Dan sejak itu, sikapnya berubah jadi dingin, cuek, arogan, egois, persis seperti yang ia tunjukkan pada Mbak Aleya."
Aleya langsung menundukkan wajahnya dan memalingkannya dari Syam. Entah kenapa perasaannya semakin bertambah tak enak. Detak jantungnya saat ini tambah hebat, seakan ingin loncat keluar dari dadanya.
"Jika--jika seandainya saya bisa menemukan kembali sosok wanita yang bisa menjadi ibu pengganti bagi Delia, mungkin akan sangat menyenangkan, ya Mbak Aleya?" seloroh Syam sambil tersenyum.
Dug … dug … dug ….
Aleya semakin salah tingkah dan terpojok. Dia hanya bisa melempar senyum kikuk dan berkata, "K--kalau begitu, Bapak coba saja carikan pengganti istri Bapak dan ibu bagi putri Bapak."
"Kalau saja semudah itu, Mbak Aleya."
Aleya semakin tak nyaman, 'Duh, kenapa aku bisa terjebak di sini.' Gumam Aleya ingin berdiri.
"Anu, Mbak Aleya …,"
"Ya, Pak?" sahut Aleya spontan.
"Maukah Mbak Aleya jadi istri saya?"
"HAH!!!!!!!"

Comentário do Livro (64)

  • avatar
    Adilah Syafiqah

    good lucky

    5d

      0
  • avatar
    AmaliaNurul

    kerenn sangatt

    23d

      0
  • avatar
    CaturMahmudah

    seru

    17/05

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes