logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 11 Aku Akan Memberimu Uang

Prok
Prok
Prok
"Drama yang bagus di pagi hari!"
Seorang pria dengan kemeja putih dan celana hitam lurus serta sepatu oxford mengkilap tiba-tiba datang menghampiri kerumunan Aleya-Syam. Mata sang kepala sekolah langsung terbelalak ketika melihat sosok pria tinggi-tampan berkulit putih-kuning yang berjalan menuju mereka.
"Siapa Anda?" tanya Syam pada pria itu.
"Anda pasti Nona Aleya?" pria itu tak menggubris pertanyaan Syam dan malah mengalihkan pandangannya ke Aleya.
"B-benar. Anda … siapa?" tanya Aleya bingung.
"Perkenalkan, namaku Henry. Aku adalah orang yang akan membantu Anda." Ucapnya percaya diri sambil mengulurkan tangannya.
"Hah? Membantu saya? Maksud Anda?" Aleya semakin bingung.
Beberapa jam sebelum berangkat,
Apartemen Pradana
"Aku memiliki tugas untukmu. Tapi, jangan sampai identitasmu ketahuan, apalagi oleh wanita ini."
"Maaf, Tuan. Tapi, wanita mana yang Anda maksud?"
Bayu memberikan foto Aleya pada seorang pria yang merupakan tangan kanannya. "Namanya Aleya, putri Tuan Prambudi Santoso. Ayahnya saat ini bekerja di luar negeri sebagai seorang pekerja. Tapi tak diketahui apa pekerjaan sebenarnya di sana, dia memiliki dua orang adik, laki-laki dan perempuan. Kudengar, keluarganya sedang mengalami kesulitan keuangan dan aku mau kau membantunya dengan berpura-pura menjadi seorang debt collector," jelas Bayu.
Pria itu, Henry hanya diam sambil berpikir keras. "Aku tahu pasti kau memiliki banyak pertanyaan tentang bagaimana aku tahu banyak tentang wanita yang bernama Aleya, bukan?"
Henry hanya terdiam.
"Nanti kau juga akan tahu. Tapi tidak sekarang! Sekarang tugasmu adalah menjadi debt collector bagi Aleya, bantu dia keluar dari persoalan keuangannya dan sisanya … biar aku yang urus." Senyum Bayu seakan telah mengetahui apa yang akan terjadi pada nasib Aleya selanjutnya.
Saat ini,
"Tuan, maaf. Tapi dari mana Anda tahu nama saya? Dan siapa Anda?" tanya Aleya lagi.
"Siapa saya itu tak penting dan dari mana saya tahu nama Anda, dari salah seorang sahabat saya. Sahabat baik saya," Henry menjelaskan.
"Tunggu dulu! Siapa yang memberimu izin masuk ke sekolah ini? Satpam! Satpam!" teriak Syam.
Henry kemudian mendekati Syam dan berbisik, "Jika Tuan Bayu tahu, Anda pasti akan mengerti konsekuensinya, Tuan Syam." Pria itu langsung mengulas senyum lebar layaknya seorang tsundere.
Syam langsung menelan saliva-nya. Dia tak berani menoleh pria yang ada di sampingnya. Para guru dan beberapa orang tua murid yang ada di sana lama-kelamaan tak memperdulikan lagi apa yang terjadi di antara mereka. Sementara itu Aleya menatap Syam dan pria yang bernama Henry itu dengan tatapan curiga dan berkata, "Apa Anda teman Pak Kepala Sekolah, Tuan Henry?"
"Bukan. Saya bukan teman beliau. Kebetulan saya hanya lewat saja dan melihat sepertinya sedang ramai-ramai. Ternyata …," Henry langsung melirik Syam, "sebuah drama pagi yang cukup menghibur."
"Drama? Jadi Anda pikir kami men-setting ini? Begitu?" tanya Aleya mulai emosi.
"Sebaiknya kita tak melanjutkan percakapan ini di tempat ini. Banyak pasang mata yang melihat, Nona Aleya. Bagaimana jika kita pindah ke tempat lain, ruang Kepala Sekolah mungkin?" tanya Henry sembari menoleh ke arah Syam.
"Oh, t-tentu. Tentu saja. Silakan."
"Tidak, terima kasih!" tolak Aleya tegas dan membalikkan badannya menuju pintu gerbang sekolah.
"Tuan Syam, saya mendapat pesan dari Tuan Bayu …,"
"Y-ya, pesan apa, Tuan?" tanya Syam penasaran.
"Jika ingin melampiaskan hasratmu, carilah orang yang se-usiamu!" Senyum Henry mengakhiri percakapan di antara mereka dan mengikuti langkah Aleya keluar sekolah.
"Brengsek! Sialan kau, Bayu Yoga Pradana! Jika bukan karena ayahmu, aku tak akan sudi menjilat di bawah kakimu, cih!"
****
"Nona Aley … Nona Aleya, tunggu sebentar." Henry mengikuti Aleya.
"Kenapa Anda mengikuti saya? Sebenarnya apa mau Anda dan siapa Anda, Tuan Henry?"
"Anda sepertinya bukan orang yang puas dengan sekali jawaban, ya?" sindir Henry.
"Terserah!" Kesal Aleya melanjutkan langkahnya menuju sebuah halte.
"Bagaimana jika saya bisa membantu Anda keluar dari masalah keuangan Anda dan membantu Anda untuk menemukan Ayah Anda?"
Aleya segera menghentikan langkahnya dan membalikkan badan berjalan cepat menuju Henry. "A-Anda barusan bilang apa, Tuan Henry? Anda bilang akan membantu saya menemukan ayah saya? Membantu keluarga saya keluar dari masalah keuangan? Anda pikir saya akan percaya pada ucapan Anda?" Aleya menyimpulkan senyumnya.
Henry hanya mengulas senyum kikuk di depan Aleya. Netra coklat gelapnya menatap wanita itu takjub, kagum, sekaligus membuatnya mengernyitkan keningnya.
"Apa itu tanda penolakan, Nona Aleya?" tanya Henry mulai putus asa.
"Mungkin, Tuan Henry. Saya sudah cukup mengalami hari yang buruk sejak kemarin. Dan sekarang, Anda tiba-tiba muncul dan mengatakan akan membantu saya. Maaf saja, Tuan Henry. Saya tak percaya! Permisi." Aleya membalikkan badannya dan menuju halte bus tak jauh dari sekolah sang adik.
Henry hanya menghela napasnya. Sebuah mobil keluaran Eropa warna hitam melintas di depan dirinya dan berhenti tepat di depan mata Henry.
"Bagaimana? Apa kau berhasil meyakinkannya?" Seorang pria membuka kaca mobilnya.
"Maafkan saya, Tuan. Tapi tampaknya Nona Aleya adalah orang yang sangat logis dan teliti."
"Tidak. Bukan teliti tapi terlalu hati-hati."
"Jadi, bagaimana sekarang, Tuan? Apakah tetap dilanjutkan atau …,"
"Teruskan saja. Jika ekor tak kena, maka kita masih punya kepalanya bukan?" Senyum laki-laki di mobil itu yang tak lain adalah Bayu Yoga Pradana menyeringai
"Maksud Anda … kepalanya?"
"Datangi rumahnya, paksa mamamya untuk meminjam uang darimu!"
Henry sedikit terkejut akan ucapan Bayu, dengan kepala sedikit merunduk, Henry menganggukkan kepalanya, "Baik, akan segera saya laksanakan, Tuan."
"Hnn, pastikan kali ini kau berhasil, Henry!" perintah Bayu yang lebih terdengar seperti sebuah ancaman.
****
Henry yang telah mendapatkan tempat Aleya tinggal tanpa membuang waktu segera meluncur dan di saat yang bersamaan, Saraswati, sang mama tepat berada di depan rumahnya. Tanpa ragu dan basa-basi, Henry menghampiri wanita berumur 55 tahun itu layaknya seorang sales.
"Selamat pagi, dengan Nyonya Saraswati?" tanya Henry tiba-tiba berdiri tepat di depannya.
"Benar. Saya Saraswati, Anda … siapa?" tanya Mama bingung.
"Nama saya Henry. Saya teman Aleya." Ucapnya mengulurkan tangannya pada Saraswati.
"Teman Aleya? Temannya yang mana, ya? Teman sekolah atau …,'
"Saya teman pencari kerja Aleya," yakinkan Henry.
"Oh, begitu. Lalu, apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
"Bisa kita bicara di dalam, Nyonya? Soalnya ini agak …," Henry mendekatkan tubuhnya ke Saraswati dan berbisik, "ini tentang uang."
Tentu saja Saraswati terkejut dan langsung mendorong dengan keras Henry hingga ia tersungkur.
"Apa maksud Anda ini soal uang, hah!? Anda mau memeras kami, ya! Saya peringatkan, jika Anda macam-macam saya akan lapor polisi!" ancam Mama.
"Tenang dulu, Nyonya. Justru saya datang ke sini ingin menawarkan bantuan pada Anda." Jelas Henry sambil tersenyum lebar dan meyakinkan.
"Bantuan? Bantuan apa?"
"Saya akan memberikan Anda uang!"

Comentário do Livro (64)

  • avatar
    Adilah Syafiqah

    good lucky

    5d

      0
  • avatar
    AmaliaNurul

    kerenn sangatt

    23d

      0
  • avatar
    CaturMahmudah

    seru

    17/05

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes