logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 37 Kesalah Pahaman

Mata sayu Brandon melebar ketika mendengarkan perkataan Nadzifa barusan. Tidak pernah terbesit di pikirannya, gadis itu akan mengajukan pertanyaan tadi.
“Apa maksud kamu, Nadzifa?” tanya Brandon bingung.
Gadis itu berusaha menahan sesak di dada ketika ingat bagaimana Indah meregang nyawa puluhan tahun silam.
“Indah, wanita yang pernah jalin hubungan sama Mas dulu, adalah tante saya.” Pandangan Nadzifa bergerak naik melihat Brandon yang masih menampilkan raut bingung. “Mas masih ingat ‘kan cerita yang dilontarkan Abang kepala botak itu?”
Brandon mengangguk, karena memang belum lupa dengan percakapan panas waktu Alyssa menikah.
“Tante Indah meninggal bunuh diri, karena hamil. Pria yang menghamilinya nggak bertanggung jawab, katanya belum siap komitmen,” jelas Nadzifa mulai terisak.
Nadzifa memiringkan kepala ke kanan dan menatap penuh harap, agar Brandon mau menjawab jujur pertanyaan yang akan diberikan.
“Apa Mas yang menghamili Tante Indah?” lirihnya pilu.
Pria itu menggeleng tegas. “Mas nggak pernah tidur dengan Indah.”
Nadzifa melihatnya dengan tatapan tak percaya.
“Dengar Nadzifa, Mas memang nggak ingat lagi dengan Indah. Tapi satu hal yang harus kamu ketahui. Di antara gadis yang pernah jalan sama Mas, nggak ada satupun yang mas tiduri,” tegas Brandon menatap serius Nadzifa.
“Kecuali yang menjalin hubungan serius dan Indah bukan wanita yang Mas pacari,” tambah Brandon kemudian.
Gadis itu mengamati raut wajah Brandon. Dia tahu apa yang dikatakannya barusan tidak bohong. Jika bukan Brandon, siapa pria yang menghamili tantenya?
“Kamu bisa tanya Arini. Dia tahu persis kalau Mas nggak pernah sampai tidur dengan cewek yang diajak sekedar kencan,” papar Brandon lagi.
“Siapa yang hamili Tante Indah?” gumam Nadzifa pilu. Ternyata selama ini ia salah paham. Bukan Brandon yang menyebabkan sang Tante meninggal.
“Kalau kamu mau, Mas bisa suruh orang selidiki,” tawar Brandon merasa iba dengan Nadzifa. Apalagi dia telah mendengar kisah hidupnya dari Lisa dan Sandy.
Nadzifa menutup wajah dengan kedua telapak tangan dan menangis sejadi-jadinya. Dia malu sekali karena telah menuduh Brandon yang tidak-tidak. Sekarang pria itu justru menawarkan bantuan untuk mencari tahu siapa pria yang menghamili Indah.
Brandon menyerahkan kotak tisu kepada Nadzifa, agar bisa menyeka ingus yang mulai keluar dari hidung.
“Saya minta maaf, karena udah buruk sangka sama Mas,” ucap Nadzifa terisak, “saya dulu pernah lihat Mas jemput Tante Indah ke rumah, jadi berpikir kalau kalian pacaran. Apalagi Tante Indah cerita kalau dia jatuh cinta sama Mas.”
Sesal tumbuh di hati Brandon, karena telah mempermainkan perasaan seorang wanita. Dulu dia memang memiliki tabiat buruk, sering memberi harapan palsu kepada perempuan yang menaruh minat terhadapnya.
“Mas minta maaf atas apa yang terjadi di masa lalu. Mungkin Mas terlalu sombong dan merasa di atas angin,” cicit Brandon pelan.
Nadzifa menarik napas panjang sebelum mengulas senyum. Setidaknya ada kelegaan di dalam hati setelah mengetahui yang sebenarnya.
“Apa kamu menjalin hubungan dengan Farzan, karena hal ini?” selidik Brandon kemudian.
Gadis itu menggeleng cepat. “Nggak, Mas!”
Sesaat kemudian kepalanya tertunduk dengan pandangan melihat karpet. “Awalnya memang gitu. Seiring berjalannya waktu, saya jatuh cinta sama Farzan,” aku Nadzifa jujur.
“Jadi kalian menikah, karena benar-benar saling mencintai?”
Kepala Nadzifa bergerak ke atas dan bawah membenarkan. Meski niat awal keduanya hanya untuk melaksanakan wasiat almarhumah ibu Nadzifa dan memenuhi permintaan Brandon, tapi akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Brandon manggut-manggut sebelum membuang napas pelan. Dia benar-benar merasa lega sekarang, setelah yakin sang Adik tidak mencintai Arini. Tidak ada lagi alasan untuk membatasi hubungan istrinya dengan Farzan.
“Mas boleh minta tolong sama kamu?”
Nadzifa kembali menegakkan pandangan ke arah Brandon. “Apa, Mas?”
“Tolong bujuk Farzan untuk kerja di perusahaan ini. Sudah saatnya dia ambil alih sebagian perusahaan,” pinta Brandon serius.
***
Farzan baru saja tiba di apartemen setelah berjibaku di pabrik. Dia mandi sore terlebih dahulu, kemudian berencana ke flat Nadzifa. Satu stel baju kaus dan celana katun sebetis telah melekat di tubuh yang mulai berotot itu. Sekarang tinggal menghampiri pujaan hati, wanita yang mampu mengalihkan perasaannya dari Arini.
Bramasta benar, Farzan butuh seseorang agar bisa move on dari cinta pertamanya. Karena bagaimanapun, ia tidak akan bisa mendapatkan Arini selama kakaknya masih ada. Menyingkirkan Brandon? Hal itu mustahil dilakukan, karena ia sangat menyayangi pria itu.
Baru saja ingin melangkahkan kaki menuju pintu, terdengar bunyi tombol pin flat ditekan. Farzan geleng-geleng kepala seraya tersenyum lebar. Dia yakin sekali orang yang sedang memasukkan kode akses masuk ke flat-nya adalah Nadzifa, wanita yang sebentar lagi akan dinikahinya.
Senyum di wajah Farzan memudar ketika melihat Nadzifa memasuki flat dengan wajah kuyu. Tidak ada senyum seperti biasa yang terlihat. Ada apa dengannya? Pria itu jadi penasaran.
“Kamu kenapa? Kok datang-datang lesu banget,” tanya Farzan cemas.
Nadzifa melangkah gontai mendekati Farzan, kemudian memeluk tubuh tinggi tegap itu erat. “Jangan bergerak dulu. Aku pengin peluk kamu, biar energi bisa full lagi.”
Farzan hanya bisa pasrah menerima kehadiran tubuh semampai itu di dalam pelukan. Meski mencintai Nadzifa, tapi tak serta merta membuatnya bebas memeluk dan mencium gadis itu. Dia masih berusaha menahan diri. Bahkan setelah ciuman panas di pinggir pantai waktu itu, Farzan tidak lagi menciumnya.
Pria itu berkata akan memberikan lebih dari sekedar ciuman, setelah pernikahan. Dia ingin merasakan debaran yang dahsyat ketika saatnya tiba. So sweet!
Seperti biasa, Farzan membiarkan gadis itu melepaskan tangis di dadanya. Tak peduli jika pakaian yang baru dikenakan basah oleh air mata dan ingus. Baginya saat ini hanya ingin memberi ketenangan kepada Nadzifa.
Setelah memeluk dan menumpahkan tangis di dada Farzan, gadis itu melonggarkan pelukan. Tatapan mereka bertemu beberapa saat, sebelum Nadzifa duduk di sofa.
“Kamu kenapa sih? Ada masalah waktu ambil bahan tadi?” selidik Farzan setelah gadis itu tenang.
Nadzifa menggelengkan kepala seraya melap ingus. “Aku tadi bohong sama kamu.”
Dia memutar tubuh pelan ke kanan, sehingga bisa melihat Farzan dengan jelas. Nadzifa menarik napas panjang sebelum bercerita.
“Maksudnya gimana?” Farzan tak paham.
“Sebenarnya tadi itu aku—” Kalimat Nadzifa berhenti ketika ingat dengan perkataan Brandon.
“Farzan jangan sampai tahu kalau kamu datang ke sini menanyakan hubungan Mas dengan Indah. Dia bisa salah paham nanti.” Itulah yang dikatakan Brandon kepadanya sebelum meninggalkan ruangan komisaris utama The Harun’s Group lima jam yang lalu.
Nadzifa ingin sekali mengatakan yang sejujurnya kepada pria itu, tapi takut jika bisa menyebabkan kesalahpahaman. Dia tidak ingin kehilangan pria sebaik Farzan.
“Kamu kenapa, Zi?” Farzan merasakan ada yang aneh dari Nadzifa.
“Maaf kalau tadi aku bohong sama kamu,” ucap Nadzifa lagi setelah diam beberapa saat.
“Aku nggak ambil bahan, tapi pergi ke kantor orang yang aku pikir udah hamili Tante Indah,” jelasnya kemudian.
Kening Farzan berkerut bingung. “Kamu udah tahu siapa pelakunya?”
“Pelaku sebenarnya belum tahu sih.” Nadzifa menundukkan kepala ketika rasa bersalah hinggap di hati, karena telah menuduh Brandon sebagai penyebab kematian Indah.
“Aku nggak ngerti, Zi. Coba cerita pelan-pelan.”
Nadzifa menegakkan pandangan sehingga bisa melihat bagaimana herannya Farzan sekarang.
“Jadi, selama ini ada orang yang aku curigai sebagai pelakunya. Dulu, Tante Indah pernah cerita lagi deket sama cowok. Kayaknya sih dia cinta beneran sama tuh cowok.” Nadzifa berhenti ketika berusaha menenangkan perasaan yang mulai gaduh.
Dia menceritakan semua termasuk pertemuan dengan Brandon tadi siang. Namun, gadis itu tidak memberitahukan siapa pria yang ditemuinya.
“Trus pria yang hamili tante kamu siapa?” Farzan jadi ikut penasaran.
Nadzifa menggelengkan kepala seraya mengangkat bahu. “Masih belum tahu. Tapi orang yang tadi aku temui, mau bantu carikan siapa orangnya.”
Farzan mengangguk kecil. “Mudah-mudahan ketemu. Biar kamu nggak penasaran lagi.”
Nadzifa mengerucutkan bibir. “Paling nggak bisa maki-maki tuh orang.”
Tangan Farzan naik mengusap rambut panjang Nadzifa yang diikat ke belakang.
“Tapi aku lega sih, Zan,” cetus Nadzifa.
“Lega banget malah, karena ternyata bukan orang itu pelakunya,” lanjutnya lagi.
Aku bersyukur ternyata bukan Mas Brandon, jadi kita masih bisa sama-sama. Nggak kebayang kalau beneran dia pelakunya, hubungan kita yang jadi taruhan, batin Nadzifa tenang.
Bersambung....

Comentário do Livro (82)

  • avatar
    Yuliana Virgo

    menarik

    31/05/2023

      1
  • avatar
    Joezeus Maria Catalanoto

    leen,novelmu buagus smua nih. nungguin trus novel barumu yg lain. udah ku baca berulang" ttep aja bgus. kok lama bgt gak ada novel bru drimu sih.

    22/12/2022

      1
  • avatar
    Sugiarto

    bgs

    05/12/2022

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes