logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 24

Argatha dan Ayana telah sampai di depan rumah Ayana. Argatha turun dari motornya, lalu melepaskan helm Ayana.
Kedua mata Ayana membulat. Ia berada di jarak yang sangat dekat dengan Argatha, bahkan ia dapat merasakan hembusan napas pria itu.
"Makasih Argatha," ucap Ayana gugup.
"Sama-sama."
"Gue nggak ditawarin mampir nih?" tanya Argatha.
"Argatha mau mampir ke rumah Ayana?" tanya Ayana terkejut.
Argatha menganggukan kepalanya. "Kalau boleh, kalau nggak boleh ya nggak apa-apa."
Kedua sudut bibir Ayana mengembang. Tangannya langsung menarik pergelangan tangan Argatha, mengajak pria itu masuk ke rumahnya.
"Argatha mau minum apa?" tanya Ayana.
"Lo ada minuman apa?"
"Cuma ada air putih," ucap Ayana sembari menyeringai tak berdosa.
Argatha menarik napasnya panjang, "Yaudah, air putih aja."
"Oke, tunggu ya." Ayana berjalan ke dapur, meninggalkan Argatha yang tengah duduk di ruang tamu.
Argatha melihat sekelilingnya, banyak sekali foto-foto Ayana dengan sang Papa. Namun, Argatha tertuju pada sebuah foto pernikahan. Terlihat pak Ferdy yang tengah tertawa bahagia bersama seorang wanita cantik yang jika dilihat-lihat sangat mirip dengan Ayana.
"Ini minumnya," ucap Ayana membawakan satu gelas air putih dan menaruhnya di atas meja.
"Ini mama lo?" tanya Argatha hati-hati.
Ayana menganggukkan kepalanya. "Iya, itu Mama."
Untuk pertama kalinya, Argatha dapat melihat wajah Mama Ayana. Mirip dengan Ayana, sangat cantik.
Argatha tersenyum. "Mama lo mirip ya sama lo. Cantik."
"Iya, mama cantik banget. Tapi sayang, Ayana cuma bisa lihat mama dari foto."
"Ayana nggak pernah lihat mama selain dari foto. Jangankan untuk lihat, ngerasain disayang mama aja Ayana nggak pernah." Ayana mulai bercerita.
Argatha terdiam. Ia mencoba menjadi pendengar yang baik. Tangannya merangkul tubuh mungil Ayana.
"Gara-gara Ayana, mama jadi ninggalin papa. Seandainya aja Ayana nggak lahir, pasti mama masih ada di sini sama papa."
"Papa nggak akan sedih, dan papa nggak akan ngerasain kehilangan orang yang paling dicintai," tambahnya.
Argatha merasa pasti sangat sulit bagi Ayana kehilangan mamanya sejak ia lahir.
Argatha menoleh, melihat kedua mata gadis itu berkaca-kaca.
"Semua ini bukan salah lo, ini semua udah takdir," ucap Argatha.
Ayana menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk menahan rasa sedihnya. Namun ia tidak berhasil, air matanya terjatuh.
Argatha menakupkan wajah Ayana dengan tangannya. "Lo harus tau satu hal Ay, mama lo sayang banget sama lo. Walaupun mama lo nggak bisa di sini sama lo, tapi pasti mama lo selalu berdoa agar anaknya yang cantik ini selalu dalam hal baik."
Argatha tersenyum tipis, perlahan ia menghapus air mata Ayana yang membasahi pipi halusnya.
"Jangan nangis lagi," pinta Argatha.
Ayana menggeleng cepat. "Ayana nggak nangis, air matanya aja yang tiba-tiba jatuh," ucap gadis itu.
Argatha terkekeh pelan, ia langsung memeluk tubuh Ayana dengan erat.
"Lo selalu ceria di depan orang banyak, Ay. Padahal lo punya kesedihan yang mendalam," ucap Argatha dalam hati.
°°°°°
Ayana dan Argatha berada di rooftop. Hembusan angin meniup beberapa helai rambut Ayana.
Argatha tersenyum, perlahan tangannya merapikan helaian rambut itu. "Gue nggak nyangka kalau gue akan ngerasain ini," ucapnya.
"Ngerasain apa?"
"Jatuh cinta sama lo."
Ayana terdiam. Detak jantungnya seolah terhenti. Hanya kedua matanya yang menatap Argatha lekat.
"Kalau gue bilang gue sayang sama lo gimana?"
"Becanda nih pasti," jawab Ayana salah tingkah.
"Gue nggak bisa kayak cowok lain yang ngasih hal romantis buat ngungkapin perasaannya."
"Gue nggak bisa kayak mereka yang ngasih bunga ataupun rayuan ke cewek yang dia cinta. Tapi, perlu lo tahu, gue punya cara sendiri untuk mencintai lo, yang bahkan mungkin lo nggak bisa pahami."
"Argatha lagi nggak sehat ya?" Ayana menempelkan telapak tangannya ke kening Argatha, memastikan bahwa pria itu kurang sehat.
"I'm fine."
"Ini Argatha lagi becanda atau serius sih?" tanya Ayana masih tidak yakin.
"Gue serius, Ay."
"Sumpah, ini aneh banget."
"Kok aneh?"
"Ya- ya kenapa harus tiba-tiba kayak gini?"
"Ini nggak tiba-tiba Ay. Ada prosesnya, Cuma gue baru sekarang berani jujur sama lo," jelas Argatha.
"Kata-kata kasar gue selama ini ke lo, bahkan sikap jutek gue lo, itu bukan pertanda kalau gue nggak suka sama lo. Itu salah cara gue buat nutupin rasa gue ke lo."
"Argatha tahu nggak? Cara Argatha itu hampir bikin Ayana nyerah. Bikin Ayana ngebuka hati buat orang lain, belajar untuk menerima orang baru," ucap Ayana.
"Arken?" tanya Argatha.
Ayana mengangguk. "Tapi Ayana sadar, nggak semudah itu buat nyerah. Ayana udah terlanjur cinta sama Argatha."
Kedua bibir Argatha mengembang. Tangannya menggenggam erat tangan Ayana. "Jadi gue nggak terlambat kan?"
Ayana terdiam. Ia tidak menjawab apapun.
"Ay, jawab."
"Gue nggak terlambat kan?"
"Lo belum ngebuka hati buat orang lain kan?"
"Jawab Ay."
Ayana tersenyum tipis. "Ayana selalu nunggu Argatha, sampai Argatha bisa jatuh cinta sama Ayana, walaupun sebenarnya itu nggak mungkin."
"Kenyataannya sekarang, gue jatuh cinta sama lo."
"Bahkan, gue nggak suka saat lihat lo sama cowok lain," tambahnya.
"Ayana nggak lagi mimpi kan?" tanya Ayana.
"Nggak Ay. Ini nyata."
Kedua sudut bibir Ayana mengembang dengan sangat lebar. Ia melompat-lompat tak karuan. Hatinya terasa sangat senang sekali.
"Yey! Akhirnya Argatha suka juga sama Ayana," teriknya sembari melompat-lompat.
Argatha tertawa. Tanpa ia sadari, ia ikut melompat-lompat bersama Ayana.
Ayana menghentikan lompatannya. "Jadi kita pacaran?"

Comentário do Livro (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    9d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    15d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes