logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 11

Pagi ini di kantin yang sangat ramai dengan murid yang makan sekaligus ghibah sana sini, sangat jarang sekali pemandangan kantin yang ramai di pagi hari.
Ayana dan Farah melihat ke arah meja yang berada di sudut kantin. Di sana terlihat ada Argatha, Aldi, dan Arin. Yaps, triple A.
Ayana langsung menarik tangan Farah untuk mengikutinya ke meja Argatha.
“Hai.,” sapa Ayana.
Argatha tersenyum, begitu juga dengan Aldi. Tapi tidak dengan Arin, gadis itu membuang pandangannya malas.
“Boleh gabung disini nggak?” tanya Farah basa-basi.
“Udah sih kita duduk aja. Ngapain harus izin dulu, emang kita mau buka usaha?”
“Oke.”
Ayana duduk di depan Arin. Pandangan diantara kedua gadis itu nampak memanas.
“Gue rasa bakal ada perang,” bisik Aldi.
“Kok lo berdua dateng suasana di sini jadi panas ya?” ucap Arin sinis.
“Maksud lo apa ngomong gitu? Lo nggak suka gue sama Ayana duduk disini?” tanya Farah dengan nada sedikit tinggi.
“Loh, kok ngegas sih? Santai aja kali,” ucap Arin sok lembut.
“Anda ruqyah gih, diri anda banyak setannya tuh, jadi merasa panas,” ucap Ayana tenang.
Sesekali Argatha melirik Ayana. Ia merasa senang saat melihat Ayana melakukan perlawanan.
“Harusnya lo yang diruqyah, biar nggak kegatelan sama Argatha,” ucap Arin.
“Mulutnya asal jeplak aja ya bun!” sahut Farah.
“Apa bedanya saya sama anda?” tanya Ayana dengan menaikkan satu alisnya.
“Bisa nggak sih kalian diam? Pusing gue dengerin ocehan kalian,” ucap Aldi yang sudah tidak sanggup mendengar ocehan dari ketiga gadis itu.
“Ay, balik ke kelas yuk, jadi nggak nafsu makan gue, gara-gara ada nih nenek gayung!” Farah bangkit dan menunjuk Arin.
“Pergi sana, mengganggu aja lo berdua!” ucap Arin tak mau kalah.
Ayana bangkit, melihat Arin dengan tajam.
JEMPOL, KELINGKING, JARI TENGAH.
°°°°°
Farah dan Ayana memasuki kelas dengan perasaan kesal. Kebetulan kelas saat itu sepi tidak berpenghuni, jadi mereka berdua bisa meluapkan seluruh emosinya.
“Kenapa sih tuh nenek gayung harus ada?” kesal Farah.
“Kok bisa ya Arin kenal sama Argatha? Secara kan Argatha cuek gitu,” ucap Ayana.
“Nggak mungkin Argatha yang dekatin duluan. Pasti ini ada campur tangannya Aldi,” ucap Farah.
“Eh tunggu Ay, tadi lo..” ucap Farah menggantung.
“Oh itu, jari Ayana spontan aja kayak gitu,” jawab Ayana menyeringai tak berdosa.
“Gue sih nggak ngerti artinya, tapi fix keren,” ucap Farah sambil menunjukkan dua ibu jarinya.
“Far, Ayana jadi mikir sesuatu deh,” lirih Ayana.
“Mikir apa?” tanya Farah sedikit penasaran.
“Kayaknya Argatha nggak ada perasaan apa-apa deh sama Ayana,” ucap Ayana duduk di kursinya.
“Kok lo bisa ngomong gitu, Ay?”
“Kalau dia ada rasa, pasti dia ngejar Ayana tadi. Berusaha buat bikin Ayana nggak marah,” jelas Ayana.
“Terus lo mau mundur? Yakin? Lo mau ngasih peluang ke nenek gayung?” tanya Farah.
Farah menepuk bahu Ayana dengan keras. Membuat gadis itu menatap Farah dengan lekat. “Tuh nenek gayung udah jelas banget suka sama Argatha, masa lo mau ngalah gitu aja? Mana Ayana yang gue kenal? Cewek yang selalu berambisi buat dapatin apa yang dia mau?” tambah Farah.
“Tapi kali ini konsepnya beda, Far,” ucap Ayana.
“Ay, dengarin gue. Tuh nenek gayung bakal ketawa sambil salto kalau tau lo kayak gini, dia bakal senang kalau tau lo kalah,” ucap Farah seraya menahan emosinya.
“Harusnya Farah liat sendiri dong respon Argatha ke Ayana tuh gimana? Dia cuek banget Far, nggak ada ciri-ciri yang nunjukin kalau Argatha suka sama Ayana,” ucap Ayana tak mau kalah dari teori buatan Farah.
“Lo tau dari mana respon Argatha cuek ke lo? Hah? Lo ada bukti kuat?” tantang Farah yang sudah gemas dengan Ayana.
“Buktinya, Argatha nggak ngejar Ayana kesini,” jawab Ayana enteng.
“Kata siapa gue nggak ngejar lo?” ucap seseorang yang tidak lain ada Argatha.
Argatha berjalan mendekat ke arah Ayana dan Farah. Membuat kedua gadis itu menghentikan obrolan mereka.
“Kuping gue panas nih, kayaknya lagi ada yang ngomongin,” ucap Argatha sarkas.
Kedua mata Farah dan Ayana membulat. Apa mungkin Argatha mendengar pembicaraan mereka tadi.
“Argatha sejak kapan ada disitu?” tanya Ayana.
“Sejak tadi.”
“Lo dengar obrolan kita?” tanya Farah.
Langkah demi langkah, Argatha mendekati Ayana. “Dengar. Lagi bahas nenek gayung kan?”
Ayana menundukkan kepalanya, ia enggan untuk melihat Argatha. Ia menggigit bagian bibir dalamnya. Jantungnya berdegup dengan sangat cepat saat Argatha berdiri dihadapannya.
Argatha tersenyum sembari membungkukan tubuhnya. Perlahan tangannya mengangkat dagu Ayana. Membuat kedua mata mereka saling bertemu.
“Jangan nunduk, cantiknya ketutupan.”

Comentário do Livro (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    11d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    16d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes