logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

7. Kabar Baik

Sambil tersenyum-senyum sendiri, Brian menyetir mobil pulang. Ia sungguh geli dengan alasan yang ia gunakan untuk meminta nomer ponsel pada Icha.
Seketika kejadian demi kejadian hari ini bersama Icha berputar di kepalanya. Termasuk berbohong pada Icha tentang arah rumahnya yang searah.
Brian geleng-geleng kepala mengingat kelakukanya sendiri. Tanpa sadar, tangannya memegangi dada kirinya berdebar. Selalu seperti itu jika ia sedang memikirkan Icha.
"Apakah rasanya memang seperti ini?" gumam Brian. Ia menyetir dengan senang dan tersenyum-senyum sendiri.
***
Pekerjaan akan menjadi ringan ketika kamu melakukannya dengan perasaan senang. Itulah yang dirasakan Brian.
Tanpa sadar, rasa senang di hatinya menuntunnya kembali ke rumah dengan cepat.
"Malam sekali, Nak?" tanya mama Brian.
"Iya, Ma. Aduhh, Brian laper. Mama masak apa?" tanya Brian sambil mengusap perutnya. Tiba-tiba saja, ia merasakan perutnya keroncongan. Ternyata rasa bahagia menghabiskan cadangan energi di tubuhnya.
Mama Brian yang melihat anaknya kelaparan tentu langsung mengajaknya untuk makan.
"Pelan-pelan, Bri," tegur mama Brian. Ia memperhatikan Brian yang makan dengan lahap sambil terus tersenyum.
"Ngomong-ngomong, ada yang mau bagi-bagi kabar baik gak ni ke mama? tanya Lisa. Ia penasaran apa yang membuat anaknya menjadi sangat murah senyum hari ini. Padahal kemarin-kemarin, seminggu sejak kepulangannya dari makam Brian seperti dihimpit beban berat.
"Eh, iya Mah, kenapa?" tanya Brian tak fokus. Ia begitu menikmati makanan dihadapannya.
"Iya, itu kenapa ikan di piring sejak tadi diajak senyum terus," goda mamanya.
"Mama, kan, jadi kepo," ucap mama Brian lagi.
"Hahahah, mama tau kepo juga?" tanya Brian.
"Tau, lah. Mama, kan, ikut bahasa yang kekinian biar gak ketinggalan zaman," jawab Lisa.
"Jadi kenapa? Mau cerita sama mama?" tanya Lisa.
Brian tersenyum memandang wajah mamanya. Ia pikir mamanya pasti akan senang dengan kabar ini. Kabar tentang ia yang telah menemukan tambatan hati. Pasalnya, telah lama mama Brian mendesaknya agar cepat menikah.
"Bentar, aku lanjut makan dulu. Sayang ikannya sedikit lagi, hehehe," jawab Brian.
" Hmm, oke, deh," ucap Lisa pada akhirnya. Ia memang sangat penasaran Napa yang terjadi pada Brian hari ini. Namun, sebenarnya ia sudah menduga bahwa hal tersebut karena wanita.
Ada perasaan senang sekaligus sedih ketika Brian bercerita bahwa ia telah menemukan gadis yang ia sukai. Namun, ia sadar hal ini lambat laun akan terjadi juga. Brian menikah dan ia akan ditinggalkan. Tapi, Lisa berusaha maklum dan tidak mau egois. Ia akan mendukung hal apapun yang membuat Brian senang.
"Ma, kenapa melamun?" tanya Brian. Ia sedari tadi antusias menceritakan Icha pada mamanya. Namun, yang diajak bicara hanya terdiam tak merespon ucapannya.
Brian berulang kali menegur mamanya. Namun, yang ditegur tetap terdiam. Sampai akhirnya Brian mengusap lengan mamanya.
"Mama cuma merasa, waktu cepat sekali berlalu. Sebentar lagi, mama harus ikhlas melepasmu untuk berumahtangga." Lisa berusaha menenangkan sang anak yang mulai khawatir karena melihatnya melamun.
"Mama tenang aja, nanti Brian gak akan ninggalin Mama. Kalau yang mau jadi no istri Brian harus mau menerima Mama dan kita akan tetap tinggal bersama," ucap Brian sungguh-sungguh.
Lisa hanya tersenyum, ia tahu sang putra sangat menyayanginya. Namun, ia tahu putranya belum paham lika-liku rumah tangga. Meski sebaik apapun mertua perempuan atau sebaliknya meski sebaik apapun menantu perempuan, dalam rumah tangga hidup terpisah lebih baik. Hal tersebut untuk menghindari salah paham atau rasa cemburu di kemudian hari. Karena pada dasarnya sifat wanita adalah pencemburu. Jangankan dengan wanita kedua, dengan ibu dari dari suaminya saja wanita bisa menjadi sangat pencemburu.
Lisa mendesah pelan, pikirannya kembali terlempar pada waktu beberapa tahun yang lalu.
***
"Bu, Lisa buatin sayur asem kesukaan Ibu," ucap Lisa. Saat itu ia masih 10 hari menjadi menantu di rumah mertuanya.
Ibu mertuanya tersenyum dan menikmati makanan dengan lahap. Namun, tak sepatah kata pujian pun ke luar dari mulutnya.
Hingga tiba malam hari, suaminya pulang kerja ia bergegas akan ke luar dari kamar menyambut suaminya. Namun, langkahnya tertahan saat mendengar suara ibu mertuanya.
"Kamu gimana, kok bisa dapat istri macam Lisa itu. Masak sayur asem saja dia masih belum bisa. Inilah kalau gak mau ikuti saran ibu. Sudah Ibu Carikan gadis yang lebih baik dari dia kamu tak mau," ucap ibu mertua Lisa.
Lisa yang mendengar hal tersebut berusaha sabar dan menenangkan diri. Ia berusahalah menerima apa yang dikatakan ibu mertuanya. Ia berusahalah diam.
Saat suaminya masuk ke kamar dan mendapati Lisa dengan mata sembab, ia bertanya.
"Kenapa?" tanya suami Lisa.
Lisa tak menjawab. Ia diam, menyambut pun tidak. Ia kecewa pada suaminya yang hanya diam tak berusaha membela sang istri saat ibunya membandingkan dengan wanita lain.
Suami Lisa paham, Lisa mendengar semua yang terjadi di luar kamar. Namun, ia berusaha untuk tidak membahas itu. Akhirnya ia hanya menasehati Lisa agar menuruti saja perkataan ibunya.
"Turuti aja maunya Ibu, nanti juga akan luluh," ucapnya sambil mengusap rambut halus sang istri.
Bukan tak mau menuruti. Lisa telah berusaha. Namun, hari demi hari masalah kecil yang sering terjadi terkadang menghimpit dadanya. Ibu mertuanya lebih senang membicarakan dirinya saat dibelakangnya. Itu ia ketahui ketika ada kerabat yang datang ke rumah.
Lisa berusahalah bertahan. Ia sadar sang ibu mertua sudah tua. Namun, hatinya tak bisa terus bertahan. Ia harus menerima bahwa takdirnya begini. Ia harus tinggal bersama mertua dengan watak yang seperti itu. Lisa berusaha menerima semuanya.
Sampai ketika Brian berumur lima tahun, ibu mertuanya terserang penyakit stroke. Lisa merawatnya dengan sepenuh hati. Tak apa, ia sadar baktinya pada ibu mertua, ia anggap sebagai bakti pada orang tuanya yang telah tiada.
Satu tahun Lisa merawat ibu mertuanya. Ia sangat sayang pada sang ibu. Meski kata tak suka padanya sering ia dengar ketika ada kerabat yang menengok ibu mertuanya.
Lisa sedih, namun semua ditelannya. Yang terpenting, ayah Brian sangat sayang padanya.
Namun, ternyata baktinya selama ini, dibalas penghianatan oleh ayah Brian.
***
"Mama capek, ya?" tanya Brian membuyarkan lamunan Lisa.
"Dati tadi Brian perhatikan Mama banyak melamun," ucap Brian.
Lisa hanya tersenyum menanggapi pertanyaan anaknya.
"Iya, Nak. Sepertinya mama capek. Ya, sudah mama mau istirahat dulu, kamu sudah selesai makannya?" tanya Lisa.
"Sudah, Ma," ucap Brian.
"Biar Brian saja yang bereskan, Mama istirahat saja di kamar, kayaknya Mama capek sekali." Brian berdiri kemudian membereskan bekas makannya.
Brian tak tega melihat mamanya seperti menahan beban yang sangat berat. Terlihat sekali mamanya tak fokus saat ia cerita tadi.
Sejenak Brian tertegun saat mencuci piring bekas makannya.
"Apa Mama keberatan jika aku menikah?" gumam Brian.
Namun, ia cepat menepis pikirannya itu. Brian yakin mamanya akan setuju jika telah melihat Icha.
Mengingat Icha Brian kembali tersenyum, hubungannya dengan sang gadis belum juga dimulai. Namun, ia telah jauh berpikir tentang pernikahan. Brian geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
Bersambung

Comentário do Livro (46)

  • avatar
    GonjangAnton

    ok makasihh

    30/06

      0
  • avatar
    SanjayaKelvin

    bagus

    14/06

      0
  • avatar
    ATIKAH llvuidt ihjkugjv Bg ti ii OKNURUL

    best

    11/05

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes