logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

4. Kejadian Di Masa Lalu

Brian masuk ke kamar. Kemudian melepas pakaian yang melekat di badan. Hanya menyisakan celana pendek.
Ia berjalan ke kamar mandi kemudian menyalakan kran air. Setidaknya mengguyur kepalaku dengan air dapat membantu sedikit meredakan amarahnya.
Brian sadar, yang ia lakukan salah. Marah yang tak berkesudahan pada sang ayah membuat Brian seperti terbelenggu dalam putaran dendam tak berujung.
Ia ingin mengakhiri itu semua. Namun, rasa sakit saat melihat ibunya menangis dan penderitaan yang mereka alami dahulu akibat perbuatan sang ayah membuat Brian sulit melakukannya.
Selalu ada hal kecil yang mematik api dalam hati Brian berkobar kembali. Meski sang ayah saat ini sudah tiada.
***
Malam itu, sekitar dua puluh tahun yang lalu. Brian mendapati sang mama tergeletak di kamarnya. Ada obat tidur berceceran di samping tubuhnya.
"Ma ... Mama kok tidur di lantai. Bangun, Ma. Pindah ke atas nanti masuk angin," ucap Brian sambil menepuk tubuh mamanya.
Satu kali, dua kali, sampai tepukan Brian di lengan mamanya semakin kencang wanita yang melahirkan Brian itu, tak juga bangun. Brian yang saat itu masih berumur sepuluh tahun, panik melihat mamanya seperti itu.
Ia mengambil ponsel kemudian mencoba menghubungi sang ayah yang sedang berdinas di luar kota.
Brian menunggu telepon dijawab. Namun, sampai sepuluh kali menelepon ayahnya tak juga menjawab telepon dari Brian.
Akhirnya, Brian menghubungi paman yang tinggal tak jauh dari mereka.
Adik dari ayahnya itu langsung menyahut ketika Brian telepon. Karena jarak rumahnya dekat, ia langsung datang ke rumah Brian.
"Brian ayahmu ke mana?" tanya Om Hari, adik ayahnya.
"Tadi Brian sudah telepon, tapi gak diangkat, Om," jawab Brian. Sisa air matanya belum mengering. Ia menangis karena khawatir pada mamanya.
"Ya sudah, kita ke rumah sakit. Semoga mamamu tak kenapa-kenapa," ucap Om Hari.
Brian mengangguk kemudian mengekor Om Hari yang mengangkat tubuh mamanya.
Karena tak ada mobil, Om Hari menggunakan motor untuk mengantar kakak iparnya ke rumah sakit. Kakak iparnya ia dudukkan di jok motor. Diapit olehnya dan Brian.
Beruntung tubuh mama Brian tak terlalu besar. Meskipun begitu, membawa orang dewasa dalam keadaan tak sadar menggunakan motor merupakan suatu pengalaman yang mendebarkan. Hari takut jika Brian tak kuat menopang tubuh mamanya. Mereka berdua akan jatuh.
Saat itu belum ada taksi online seperti saat ini. Selain itu, waktu yang menunjukkan pukul dua belas malam tak akan ada kendaraan umum yang lewat di jalanan.
Brian pegal. Namun, ia tahan kalau tidak mamanya akan terjatuh dari motor.
"Sabar, ya, Brian. Sebentar lagi sampai," Hari terus menyemangati keponakannya itu.
Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah sakit. Mama Brian langsung dibawa ke IGD untuk diperiksa oleh perawat dan dokter jaga.
Brian melihat mamanya langsung diberi beberapa tindakan. Pergelangan tangannya dipasangi infus dan hidungnya dipasangi selang kecil untuk membantu pernapasan.
"Ayahmu ke mana, sih. Di telepon kok gak diangkat-angkat," ucap Hari sambil memencet-mencet tombol pada ponselnya.
Brian yang tak tahu ke mana ayahnya hanya diam tak menjawab. Diperhatikannya sang mama. Ia hanya berharap mamanya tak kenapa-kenapa.
"Halo, Mas. Di mana? Mbak Lisa sekarang di rumah sakit," ucap Hari sambil menempelkan ponselnya di telinga. Sepertinya ia sudah bisa menghubungi ayah Brian.
"Tadi kutemukan pingsan di rumah. Banyak obat berceceran. Kayaknya overdosis," ucap Hari lagi.
Lama Hari terdiam. Ia sedang mendengarkan penjelasan sang kakak di seberang sana. Namun, dapat terlihat perubahan ekspresi di wajahnya. Dahinya berlipat-lipat menandakan ia sedang berpikir keras.
"Ya Allah, Mas." Hari mengucapkan itu berulangkali. Brian yang melihat pamannya seperti itu jadi penasaran dengan keadaan sang ayah. Ia takut jika terjadi sesuatu pada ayahnya.
Brian kalut, ia tak mengerti apa yang terjadi pada mamanya. Saat ditemukan ada obat berceceran di tangan mamanya. Obat itu sudah ia serahkan pada dokter untuk diteliti.
Cukup lama ia memandangi sang mama. Sejak pertama datang ke rumah sakit ini beberapa jam yang lalu sampai sekarang belum juga tersadar. Hari, pamannya tidak memberitahu apa yang terjadi pada mamanya. Setelah berhasil menghubungi ayahnya, Hari terlihat lebih banyak diam.
"Kamu sabar, ya, Brian. Tenang saja Om ada di sini," ucap Hari pada Brian.
"Ayah kenapa, Om?" tanya Brian polos.
"Hmm ... ayahmu masih ada pekerjaan yang belum selesai. Nanti ia akan ke sini jika urusan di sana sudah beres," jelas Hari.
Hari bingung bagaimana menyampaikan masalah rumah tangga yang pelik ini pada Brian. Ia menatap iba pada anak berusia sepuluh tahun itu.
Tadi, dokter bilang kakak iparnya, Lisa overdosis obat penenang. Hari terkejut saat mendengarnya. Dalam batinnya ia bertanya kenapa Lisa sampai mengkonsumsi obat penenang. Namun, telepon dari kakak kandungnya menjelaskan semuanya.
Hari tak habis pikir bagaimana sang kakak tega pada anak dan istrinya. Selama yang ia tahu sejak dahulu keluarga sang kakak adalah keluarga yang harmonis.
"Om, Brian laper," ucap Brian sambil menepuk tangan Hari.
Hari tersadar dari lamunannya. Ia sampai lupa ada anak kecil bersamanya dan waktu telah menunjukkan pukul enam.
"Sudah enam jam sejak di bawa ke sini. Tapi belum juga sadar. Mbak Lisa bangun, Mbak. Kasihan Brian," ucap Hari sambil memandangi kakak iparnya .
"Mama kapan bangun, ya, Om?" tanya Brian polos.
"Sabar, ya, nanti mamamu bangun. Kamu berdoa saja." Hari mencoba menghibur keponakannya.
"Eh, iya katanya kamu lapar. Ayo, kita ke kantin," ajak Hari mengalihkan perhatian Brian.
"Tapi mama gimana, Om?" tanya Brian.
"Tenang, ada perawat yang jaga," jawab Hari.
"Iya deh, Om. Ayo," ucap Brian.
Paman dan keponakan itu berjalan ke kantin rumah sakit. Di sana Brian memesan nasi kuning untuk sarapan.
"Bu, nasi kuning dua. Pake sambel semua, ya," ucap Brian pada pemilik warung.
Ia tahu keponakannya itu sangat suka pedas. Mama tanpa bertanya lagi, Hari langsung memesankan nasi kuning pedas untuk Brian.
Ketika mereka menikmati nasi kuning itu, Hari memandangi bocah polos yang belum mengerti apa yang terjadi dengan kedua orangtuanya. Usianya baru sepuluh tahun. Namun, ia harus menerima cobaan berat ini.
Hari sebagai satu-satunya keluarga mereka merasa bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan sang kakak. Ya, Hari dan kakaknya adalah dua bersaudara, orang tua mereka sudah lama meninggal. Sedangkan Lisa, tak ada keluarga lain selain keluarga suaminya.
Sama seperti Hari dan kakaknya, kehidupan Lisa lebih memprihatinkan. Sejak kecil ia bahkan tak tahu siapa ayah dan ibunya. Kakaknya bertemu dengan Lisa saat mereka kuliah. Senasib karena tak punya ayah dan ibu mendekatkan mereka berdua dan akhirnya berlabuh dalam bahtera rumah tangga.
Hari geram pada tingkah sang kakak. Ia yang menjadikan rumah tangga sang kakak sebagai panutan ternyata hanya pepesan kosong. Ia akan malu pada Lisa saat kakak iparnya itu tersadar nanti.

Comentário do Livro (46)

  • avatar
    GonjangAnton

    ok makasihh

    30/06

      0
  • avatar
    SanjayaKelvin

    bagus

    14/06

      0
  • avatar
    ATIKAH llvuidt ihjkugjv Bg ti ii OKNURUL

    best

    11/05

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes