logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

7. POV Suryo

8. POV Suryo
Malam itu, aku memenuhi undangan untuk menghadiri acara pentas kebudayaan. Duduk dibarisan bangku istimewa tentunya sebagai orang penting memudahkan aku melihat pertunjukan dengan sangat jelas.
Pertunjukkan dibuka dengan beberapa tarian dari utusan sekolah-sekolah yang berada di kotaku ini. Sebenernya aku mulai bosan melihat pertunjukkan seperti ini. Bertahun-tahun seperti berulang itu-itu saja. Hanya satu yang kusukai dalam pentas budaya seperti ini. Aku bebas memandangi tubuh indah yang berlenggak-lenggok di depanku. Biasanya kalau sudah begitu, kalian sudah tahu sendiri selanjutnya bagaimana, hahahaha.
Namun, malam ini ada yang berbeda. Seorang gadis menarik perhatianku. Awalnya aku fokus memandangi tubuh moleknya. Tetapi, saat kuperhatikan wajahnya seperti tak asing bagiku. Bedanya yang ini lebih berani dan lebih menggoda. Ia bahkan berani mengedipkan mata padaku diakhir tariannya.
***
"Bud, kamu ke ruang ganti. Cari penari yang menari jaipong tadi." Aku memberi perintah pada Budi, ajudanku.
Seperti biasa, ia langsung paham maksudku. Aku menunggu di dalam mobil.
Beberapa saat kemudian Budi kembali dengan secarik kertas. Ada angka-angka dan cap bibir di sana.
"Namanya siapa, Bud?" tanyaku.
"Nadia, Pak," jawab Budi.
"Oke, jalan, Bud."
***
"Panggil mas saja jangan pak," ucapku padanya. Dalam merayu perempuan aku adalah ahlinya.
Gadis itu menatapku sejenak. Tingkahnya saat ini sungguh berbeda dengan malam tadi. Ia tampak lebih malu-malu. Beberapa kali kutangkap wajahnya merona merah saat aku menggodanya. Persis sepertinya. Perempuan yang sangat mirip dengannya.
"Tapi, Mas. Aku tak enak. Ini pasti sangat mahal," ucapnya berusaha menolak saat aku mrmberinya sebuah cincin berlian.
Ah, aku tahu ia hanya pura-pura. Seperti gadis kebanyakan yang kuajak kencan. Hahaha.
Aku terus mendesaknya agar ia menerimanya. Ketika cincin itu sudah melingkar di jarinya. Aku langsung melancarkan aksiku. Apalagi kalau bukan mengajaknya bermalam.
Ia terdiam cukup lama. Tak sabar rasanya menunggu jawaban dari bibir mungilnya. Ia terlihat gelisah, khawatir, takut, atau entah. Yang jelas lama sekali baru ia mengangguk menyetujui permintaanku.
Melihat sikapnya aku bisa melihat. Ia masih baru dalam menggoda pria. Pemain baru, kah? Sikapnya tak seperti gadis penggoda kebanyakan yang sangat agresif. Makin penasaran aku dibuatnya.
***
Aku sedikit kecewa ketika melihatnya ke luar dari kontrakannya. Ia memakai kaos dan celana jeans. Ah, kenapa harus celana. Sebenarnya ia niat tidak menjadi wanita penghibur. Namun, wajah cantiknya yang mengingatkanku akan seseorang membuatku semakin penasaran.
"Sini dong, jangan jauh-jauh." Aku langsung merangkulnya ketika ia memasuki mobil.
Sepanjang jalan aku tahu ia sangat gelisah. Namun, ia tutupi dengan senyumnya yang menawan. Sungguh akting yang bagus. Tetapi, itu tidak dapat mengelabuiku. Aku yang sudah malang melintang di dunia perwanitaan bisa paham bahasa tubuhnya.
Tak butuh waktu lama kami sampai di tempat yang kutuju. Tempat langganan yang aman dan tak seorangpun berani mengganggu privasi ku.
"Biasa, ya," ucapku pada resepsionis yang berada di lobi hotel.
"Oke, Pak," ucapnya sambil tersenyum menerima tip dariku.Ohh ... uang dan jabatan, segalanya akan jadi mudah jika kau memilikinya.
Sepanjang jalan menuju kamar yang telah disiapkan aku merangkul pinggang ramping milik Nadia. Terkadang tanganku tak tahu diri menjelajahi tempat yang tak semestinya.
Aku selalu terkekeh saat ia menjengit tiap kali kusentuh. Aku yakin ia pemain pemula. Atau, pemain lama yang begitu lihai. Hah, kita lihat saja nanti. Yang jelas aku harus waspada.
***
"Diminum dulu, Mas. Aku mau ke kamar mandi dulu," ucapnya saat aku memeluknya dari belakang saat ia membuat teh.
"Oke, jangan lama-lama, ya," jawabku.
Ia berlalu ke kamar mandi. Tak berapa lama terdengar air kran mengucur. Aku melirik cangkir berisi teh dengan asap yang masih mengepul. Aku tersenyum sinis melihat cangkir itu. Trik murahan. Memangnya ia pikir aku tak tahu apa yang ia masukan dalam teh itu.
"Baiklah, aku ikuti permainanmu." Aku bergumam sendiri sambil membuang teh di westafel dan meletakkan cangkir di tempat semula.
Tak sampai di situ, aku membuka seluruh pakaian dan berbaring. Pura-pura tertidur pulas.
Menunggu gadis itu ke luar dari kamar mandi ternyata membosankan juga. Aku berusaha agar tidak tertidur betulan. Entah apa yang ia lakukan. Namun, sepertinya ia menunggu reaksi serbuk yang ia campurkan dalam tehku.
Ceklek!
Ia ke luar. Dengan posisi terlentang dengan hanya memakai celana dalam saja, aku menunggu apa yang akan ia lakukan.
Perlahan aku merasakan gerakan di kasur. Masih dengan mata terpejam aku menunggu aksi selanjutnya.
Terdengar suara resleting dibuka. Oh, apakah aku salah menilai? Apa ia mulai membuka celananya. Syukurlah kalau begitu. Hahahaha.
Namun, ternyata dugaanku di awal tidak meleset. Sejurus kemudian aku rasa tanganku diangkat. Aku makin penasaran.
"Heh, mau apa cantik!" Aku mengejutkannya. Melihat tali ditangannya seketika aku memuntir tangannya. Namun, sialnya aku tak memperhitungkan tangan satu lagi yang bebas.
Kami terlibat dalam pergaulan seru. Aku tahu, sejak awal ia tak ingin menyerahkan tubuhnya untuk kunikmati. Aku sudah beberapa kali menemui gadis seperti ini. Dari pengalamanku, mereka akan membuatku tertidur dan merampok seluruh uang dalam dompet atau mengambil barang berhargaku, seperti jam misalnya.
"Hahahahha." Aku tertawa terbahak-bahak melihatnya terikat dan telanjang.
Lucu sekali gadis ini, berusaha menjebakku tapi ia yang terjebak. Tak sabar rasanya menikmati tubuhnya yang molek.
Namun, saat aku mulai akan menjamahnya. Sebuah teriakan mengentikanku.
"Arfan!" Aku terkejut kenapa anak itu ada di sini.
Ia memukuliku habis-habisan. Terlihat sekali ia marah padaku. Kalau tidak dilerai oleh petugas hotel aku pasti akan mati di tempat. Cih, demi wanita jalang ia bahkan rela membunuh ayahnya sendiri.
***
Setelah Arfan pergi, aku kembali ke kamar hotel untuk mengambil jam dan dompetku yang tercecer.
Kamar masih berantakan saat aku kembali ke sana. Belum ada petugas hotel yang membereskannya.
Aku mencari jam dan dompetku. Ah, sial! Gadis itu melempar semuanya secara membabi-buta.
"Apa ini?" Aku menemukan sebuah foto ketika berjongkok di bawah kasur mencari jam tanganku.
"Lastri?" Aku terkejut ketika melihat fotonya bersama seorang anak. Apakah Nadia anak Lastri? Aku harus cari tahu kebenarannya.

Comentário do Livro (45)

  • avatar
    ZenitsuAiman

    mantap

    05/07

      0
  • avatar
    Fahmi Fingerstyle

    garena aku mau dm geratis

    02/07

      0
  • avatar
    Zeti Durrotul Yatimah

    laki laki tua itu sangat kejam

    08/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes