logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

3. Rencana Gagal

3. Rencana Gagal
Sial, kenapa ia tidak tidur. Padahal tadi kulihat gelasnya kosong. Apa obat itu tidak bereaksi?
Bagaimana ini? Aku tak ada rencana cadangan. Aku terlalu yakin akan berhasil dengan rencana ini.
'Sial! Aku terlalu ceroboh!' umpatku dalam hati.
"Kamu heran aku tidak tidur, heh!"
Masih dengan posisi tertidur di ranjang, ia menarikku. Tangannya sambil mencengkeram tangan kananku, sedangkan ia lupa ada tangan kiriku terbebas.
Untuk posisi ini, ia terlalu gegabah. Dengan posisi ini, aku dapat dengan mudah memutar balikkan keadaan.
Selain ilmu menari, aku juga mempelajari ilmu beladiri untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu aku diganggu.
"Kamu pikir aku gak tau akal bulus perempuan sepertimu. Munafik! Pasti kamu mau kabur, kan! Aku tahu apa yang kamu campurkan dalam teh itu. Bod*h!" Ia terus saja bicara. Sedangkan aku pura-pura tak berdaya disekap olehnya.
Aku memutar otak bagaimana cara melepaskan diri dari si tua ini. Meskipun sudah berumur, kuakui tenaganya cukup kuat. Tubuhku terkunci dengan menghadap ke atas. Sedangkan punggung menempel di atas lelaki itu. Diantara punggung dan dadaku terdapat tangan kanan yang dipelintir.
Ahh, aku ingat ponsel di saku kiri. Dengan tangan kiri yang terbebas dengan sekuat tenaga aku mendorong badannya. Tak lupa kutendang kemaluan lelaki genit itu.
"Arrrrghhh, bangs*t!" Ia berteriak kesakitan. Keadaan itu aku manfaatkan untuk menghubungi Arfan. Berhasil. Telepon Arfan tersambung. Namun, belum juga diangkat ponselku sudah terjatuh ke lantai dalam keadaan terbalik. Entah menyala atau tidak.
Si tua bangka itu menyergap dari belakang kemudian membanting badanku ke arah ranjang. Dengan cepat aku bangkit kembali, menyambar tas di atas meja kemudian melemparkan tas itu ke arahnya.
Semua isi dalam tas itu berserakan. Aku bahkan tak peduli pada barang yang ada di dalam tas tersebut. Prioritasku sekarang adalah selamat darinya. Rencanaku telah gagal.
Brakh! Brukh! Bruakh!
Segala benda kulempar. Vas bunga, lampu duduk, bantal, apapun yang ada di kamar ini kulempar. Namun, lelaki itu hanya terbahak-bahak. Tak ada lemparan dariku yang mengenainya.
Aku frustasi, bagaimana jika ia berhasil menjamahku. Ini tidak seperti yang kuharapkan. Bahkan aku tak yakin, dengan ilmu beladiri yang aku miliki aku bisa melawannya. Tenaganya terlalu kuat. Selain itu, ilmu beladiriku masih jauh dari kata mahir. Aku baru saja belajar beberapa pekan.
"Toloooooog!" Sambil terus melempar aku berteriak berharap ada seseorang di luar sana yang mendengar. Namun, Mas Suryo makin terbahak melihatku.
"Kamu pikir ini hotel murahan? Tak akan ada yang mendengarmu! Ruangan ini kedap suara, hahahaha! Kenapa tidak menyerah saja. Biar aku menikmatimu malam ini. Bukankah itu yang kamu mau sejak menggodaku, heh!" Mas Suryo berjalan perlahan mendekatiku.
Aku menatap nyalang ke arahnya. Aku memang gegabah tak memperhitungkan hal ini sebelumnya. Sial.
Ia semakin mendekatiku, sejurus kemudian aku berhasil didekapnya. Kami berdua terjatuh di kasur bersamaan. Ia menindih tubuhku. Biar bagaimanapun, tubuhnya terlalu besar dan tenaganya terlalu kuat untuk kulawan.
"Kali ini kau tak bisa lari! Hahahaha. Cantik ...," ucapnya sambil mencoba menciumiku. Menjijikkan.
Aku mencoba meronta dan menghindar dari serangannya. Lelah juga seperti ini. Ibu ... aku harus bagaimana ....
"Ahrghh!" Aku memekik ketika terasa panas di pipi. Ia menamparku. Kemudian dengan paksa ia mengambil paksa cincin berlian dijariku. Cincin yang siang tadi ia berikan dengan sangat manis kepadaku.
"Kamu itu gak pantas pakai ini! Dikasih hati minta ampela. Padahal kalau tidak macam-macam akan kujadikan kau istriku. Dasar, Lac*r!" Ia berkata dengan kasar sambil meludahiku setelahnya. Kemudian ia menatap tali tambang yang tadi akan kupakai.
"Hahahaha! Kamu mau main pakai ini?" Oke akan aku kabulkan, hahahaha."
Aku menggeleng. Air mata jatuh membasahi pipi. Aku tahu ia pasti akan mengikatku di ranjang. Tuhan ... tolong aku. Ah, saat begini baru aku ingat Tuhan. Malu sekali rasanya meminta pertolongan pada-Nya.
Aku berhasil terikat sempurna di ranjang. Kedua tangan dan kaki tak dapat kugerakkan. Aku terus meraung, menangis berharap ada keajaiban yang terjadi.
Ia mulai menciumiku. Melucuti satu persatu pakaian yang aku kenakan. Dan dengan kasar tangannya menjamah tubuhku.
"Tidak ... tua bangka sial*n. Lepaskan aku! Tak sudi aku di sentuh lelaki sepertimu. Pembunuh!"
Gerakannya terhenti saat aku menyebut kata terakhir. Tidak! Aku telah membuka kartu, bagaimana kalau ia sadar siapa aku.
Namun, ternyata ia tak perduli. Perubahan mimik wajah yang tadi kulihat sekilas ternyata berhasil ia tutupi dengan seringainya. Tak mengucap sepatah katapun ia melanjutkan aksinya. Melucuti tubuhku.
"Nah, kalau begini sudah siap. Hahahaha." Ia tertawa puas menatap tubuhku yang nyaris bugil. Hanya tersisa celana dalam saja yang melekat di tubuhku.
Ia mendekat kemudian menempelkan badannya padaku. Aku panik, memakinya dengan kasar.
"Ah, berisik sekali! Biar kusumpal mulutmu!"
Mulutku disumpal menggunakan celana dalam yang dilepas paksa olehnya. Air mata mengucur deras. Aku putus asa. Ibu ... apa setelah ini aku menyusulmu ke alam baka saja? Aku tak sanggup bila hidup ternoda oleh orang yang membunuhmu.
Aku nyaris pingsan saat itu, ketika tiba-tiba saja segerombolan orang menerobos masuk ke dalam kamar. Dapat kulihat ada Arfan bersama mereka.
"Ayah!" Masih kudengar teriakan Arfan memanggil lelaki tua itu dengan sebutan ayah. Setelah itu semuanya menjadi gelap.

Comentário do Livro (45)

  • avatar
    ZenitsuAiman

    mantap

    05/07

      0
  • avatar
    Fahmi Fingerstyle

    garena aku mau dm geratis

    02/07

      0
  • avatar
    Zeti Durrotul Yatimah

    laki laki tua itu sangat kejam

    08/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes