logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 39

BAB 39
PERNIKAHAN GLADYS
ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU (S2)
Hari ini Hendra akan menjemput ku untuk menghadiri pesta pernikahan Gladys. Sengaja aku tak mengajak Vano dan Bu Wak, tentu saja malas jika harus berhadapan lagi dengan Tante Sofia. Untuk sementara ini, aku akan menghindarinya terlebih dahulu. Aku mengenakan gamis bertajuk glamor mirip yang dipakai salah satu artis membahana. Tak lupa perhiasan dan cincin berlian tersemat manis di jari-jariku. Aku pun memakai hijab yang senada dengan warna gamisku. Tas bermerek dengan harga puluhan juta tak lupa bertengger manis di lenganku. Perfect sekali. Aku sengaja ingin tampil mewah agar tak selalu direndahkan, apalagi di mata Tante Sofia. Sudah cukup dia menghina diriku serta keluarga kecilku.
Aku menaiki mobil Hendra dengan hati-hati. Berpakaian mewah seperti ini memang sedikit ribet dan harus tampil dengan elegan. Hendra menatapku takjub hingga tak berkedip. Kami menuju ke arah lokasi dengan ditemani obrolan renyah dan santai. Hendra tampaknya mulai kembali ceria dan enerjik seperti dulu. Mungkin masa gundah dan gelisahnya sudah terlewat atau mungkin saja moodnya saat ini sedang mendukung.
Hendra memarkirkan mobilnya ke dalam, aku turun dan menunggunya dengan sabar. Banyak tamu undangan yang hadir. Semuanya tampak elegan berjalan berpasang-pasangan. Tamu mereka sepertinya orang-orang berkelas atau yang biasa disebut kaum burjo. Untung saja aku bisa menempatkan diri, jika memakai gamis biasa bisa-bisa akan dijadikan bahan bully-an oleh orang sekitar.
"Yuk, kita langsung ke sana. Sebentar lagi acara ijab kabul dimulai," ajak Hendra meraih pergelangan tanganku. Aku hanya malu dan berjalan menunduk.
"Angkat wajahmu, Nayla. Memang nya kamu ke sini mau mengukur jalan? Kenapa menunduk begitu?" tegur Hendra seraya mengamati wajahku.
"Oke!" Dengan mencoba untuk tampil percaya diri, aku menengadahkan wajahku. Menatap orang-orang yang berada di sekelilingku. Menebarkan seulas senyum tipis saat berpapasan dengan tamu lain, ya ... meskipun tak saling mengenal.
Terlihat satu kelompok orang-orang tertentu sedang berdiri melingkar. Mungkin saja membentuk satu geng kecil yang berisikan anggota khusus. Aku tak tahu, yang jelas di sana juga ada Tante Sofia yang sedang tersenyum ramah. Ada sekitar delapan orang termasuk Tante Sofia. Lima orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Saat aku melewati mereka bersama dengan Hendra, tak sengaja telingaku mendengar suara Tante Sofia yang seolah menyindirku.
"Iya, itu calon anak tiriku. Gimana menurut kalian? Cantik sih, elegan. Dia juga kaya, cuma sayang cuma satu kelemahannya. Dia bisa-bisanya diperdaya sama asisten rumah tangganya sendiri. Nggak banget kan?" Tante Sofia seakan mengompori rekannya untuk menggunjing diriku. Lalu terdengar suara sahutan dari orang lain seolah menyetujui. Aku hanya menghela napas saat orang-orang di sana satu persatu menatapku dari atas ke bawah, begitu seterusnya.
Jujur, aku merasa risih sebenarnya. Tapi bagaimana lagi, aku hanya ingin menghormati Hendra. Tak ingin membuat kekacauan lagi di sini, apalagi merusak suasana bahagia sang mempelai. Toh juga itu hanya gunjingan, tak akan mengubah apa pun dalam hidupku, aku tak peduli.
Aku berjalan dengan anggun, kali ini sengaja ku buat-buat. Melangkah dengan gaya yang kalem, menebarkan senyum merekah kepada semua orang yang menatap ku aneh. Hendra hanya diam saja mendengar aku diperlakukan begitu. Malah dengan bangganya dia mengenalkan diriku kepada rekannya. Entah diperkenalkan sebagai apa, aku tak ingin bertanya lebih. Biarkan dia berekspresi semaunya, selama itu tak mengganggu kehidupanku.
Aku duduk di samping Hendra, dia masih menggenggam jariku dengan erat. Seakan tak ingin kehilangan. Kulihat Bu Romlah, Reni dan beserta sanak saudara lain hadir menggunakan gamis dengan warna dan model yang sama. Mereka tampak berbinar, senyum mengembang tak sirna dari bibir mereka. Akhirnya cita-cita Bu Romlah untuk mempunyai menantu kaya terkabul juga. Setelah ini aku akan mencari tahu tentang hukuman Mas Frengky, sudah lama aku belum mendapatkan keterangan apa pun.
Seorang MC menyuruh semua tamu undangan duduk, karena acara ijab kabul akan segera dimulai. Terlihat Tante Sofia diiringi rekan-rekan se grup nya tadi duduk dengan jarak dua baris di depanku. Jadi, aku masih bisa melihat gerak-gerik serta obrolan mereka.
Kami semua fokus kepada Reno yang sudah duduk di atas kursi. Ditemani seorang penghulu, saksi wali dan kerabat lelaki lainnya. Reno tampak salah tingkah, tercetak jelas di wajahnya yang bersih. Terlihat seorang lelaki berperawakan tinggi khas orang turki sedang asyik berbincang dengan penghulu dan ada Papa Hendra di sebelahnya. Mungkin saja lelaki turki itu Papi kandungnya Gladys, jika menurut pengamatanku. Wajah mereka hampir mirip, terutama di bagian hidung.
"Kamu nggak ikut ke depan?" tanyaku pada Hendra yang masih setia duduk di sebelahku.
"Nggak, sudah ada Papa di sana. Ada Papinya juga, cukup. Lagian ngapain aku ke sana? Dia hanya adik tiriku, itu saja." Hendra mengedikkan bahu membuatku mengangguk mengerti.
Saat pembacaan doa sebelum ijab kabul dimulai, semua tampak khusyu mendengarkan. Suasana menjadi hening dan terharu. Hingga terdengar lagi di telingaku, suara yang berasal dari jarak beberapa meter di depanku. Rupanya rekan Tante Sofia masih saja rempong bertanya di saat acara penting begini.
"Sof, menantumu ganteng, ya. Kerja apa dia? Pengusaha, ya?" tanya seorang perempuan setengah baya dengan model rambut curly di bagian bawahnya.
"Reno? Dia pengusaha alat-alat berat gitu. Aku nggak tahu istilahnya, seperti proyek begitulah kontraktor," jawab Tante Sofia seketika membuatku ingin tertawa.
Apa coba yang dia bilang? Reno pengusaha? Kontraktor? Rasanya geli telingaku mendengar obrolan mereka.
Bukankah Reno seorang pengangguran yang bahkan belum melaksanakan wisuda? Apa Tante Sofia sengaja dibohongin oleh keluarga Reno? Atau mungkin beliau sudah tahu. Hanya saja karena merasa gengsi, akhirnya dia memutuskan untuk berbohong di hadapan rekan-rekannya. Aku jadi penasaran, siapa yang membual di antara mereka?
Andai saja tak melihat Hendra, sudah pasti aku akan membeberkan pekerjaan asli Reno beserta status sosialnya. Hanya saja, hati nuraniku masih mempunyai etika. Aku tak ingin membuat Hendra malu dan ilfil padaku. Bukankah lelaki tak suka keributan? Jadi aku mencoba untuk tak ikut campur pada urusan mereka.
Ijab kabul pun selesai, akhirnya Gladys dan Reno resmi menikah menyandang sah sebagai suami dan istri. Suasana haru pun tak bisa terbendung lagi. Semuanya hampir menitikkan air mata saat Reno mencium kening Gladys di hadapan semua orang. Entah kenapa, setiap kali melihat akad, pasti akan terharu hingga menitikkan air mata. Sungguh karunia Allah SWT yang paling indah.
Hendra mengajakku menikmati hidangan yang sudah disediakan. Aku hanya mengambil capjay dan ayam kecap karena perutku masih kenyang. Padahal aku belum sempat sarapan tadi, mungkin kenyang akan gombalan yang diberikan Hendra sedari tadi.
Setelah makan, Hendra akhirnya mengajakku untuk berkumpul dengan keluarga besarnya. Hatiku berdesir tak karuan. Rasa gugup dan tak nyaman menyelimuti perasaanku. Berbagai prasangka dan dugaan pun ikut mengisi pikiranku. Aku takut keluarga Hendra tak menerima kehadiran diriku.
Ternyata dugaan ku salah, semua nya ramah. Bahkan mereka mendukung kami agar sampai lebih cepat menuju ke pelaminan.
Aku jadi malu dan terpesona, meskipun Tante Sofia masih agak cuek terhadapku. Setidaknya hanya dia, selebihnya baik dan ramah.
"Kapan nih, Papa datang ke rumah orang tua Nayla untuk melamar?" tanya Papa Hendra dengan senyum menggoda. Serentak semua keluarga pun menoleh dan menyoraki. Aku semakin malu dan salah tingkah, pipiku merona seperti kepiting rebus.
"Emang Papa siap?" tantang Hendra disambut riuhan dari keluarga lain.
"Siap, dong. Mau besok, lusa, atau minggu depan? Biar Papa yang keluar uang kasih fasilitas untuk calon istrimu. Kamu cuma perlu siapkan mas kawin dan maharnya saja. Setuju, nggak?" Papa Hendra mengerlingkan matanya ke arah Hendra.
"Aku tanya Nayla dulu, siapnya kapan." Hendra melirik ke arahku yang tampak gugup. Apa ini artinya aku dilamar langsung? Tapi, kenapa tak ada adegan romantis dan candle light dinner seperti pasangan lain? Eh, aku lupa ... kita kan bukan pasangan. Pantas saja. Kenapa aku terlalu percaya diri, sih?
"Apa, sih?" ujarku malu-malu.
"Loh. Aku serius ini, kamu mau aku lamar kapan? Kapan pun kamu mau aku siap, aku akan menemui orang tuamu untuk meminta restu," ujar Hendra terdengar tulus.
"Aku nggak tahu," jawabku ragu.
"Kamu nggak usah khawatir, aku janji aku pasti memenuhi semua kriteria sesuai keinginanmu. Aku juga janji nggak akan menyakiti atau mengecewakanmu. Aku akan berusaha membahagiakan dirimu, aku berjanji di depan orang tuaku. Apa kamu masih nggak percaya?" tanya Hendra dengan pandangan sayu.
Sedangkan Papanya kulihat hanya tersenyum penuh arti.
Duh, jelas saja wanita mana yang tidak melayang tinggi jika diperlakukan seperti ini? Anak muda bahkan hingga mama muda pun pasti akan merespon hal yang sama. Aku jadi bingung, apa Hendra sungguh-sungguh?
"Boleh kasih aku waktu dua hari saja? Untuk memikirkan masak-masak." Aku meminta durasi waktu tertentu untuk memutuskan dan Hendra menyetujuinya.
"Boleh, aku harap jawabanmu nanti nggak akan mengecewakan. Aku sayang banget sama kamu, Nay. Orang tuaku yang akan menjadi saksi bahwa aku tak akan pernah mengkhianati dan menyakitimu. Pantang bagiku untuk hal itu," tegas Hendra semakin membuatku mantap dan ingin mengiyakan lamarannya.
Namun, aku ingin berpikir dulu, mendiskusikannya juga bersama orang-orang terdekatku.
Aku tak menyangka, di hari pernikahan Reno dan Gladys, di hari itu juga keluarga Hendra malah melamarku untuk Hendra.
Sebenarnya aku sudah punya jawabannya, hanya saja aku perlu sekali waktu untuk meyakinkan semuanya.
Apakah sebaiknya aku terima saja? Tak ada alasan juga untuk menolak pria sebaik Hendra. Ah ... aku jadi bingung memikirkannya.
Bagaimana?
*****
Next di bab selanjutnya, ya, Kak. Tayang nanti sore lagi. Terima kasih banyak masih setia.
Mamak akan upayakan kasih yang terbaik untuk kalian. Jangan lupa buruan maraton sebelum dikunci tiap tanggal 29 akhir bulan. Bye!
Sebentar lagi ending, adakah yang bisa menebak bagaimana kisahnya?
Tunggu, ya!

Comentário do Livro (137)

  • avatar
    NuorthetaAnnissa

    bagus ceritanya ditunggu kelanjutannya ceritanya 🤗

    17/12/2021

      0
  • avatar
    AnaDesy

    baik sekali

    31/07

      0
  • avatar
    ryapantunpakpahan

    baguss bgtttt

    22/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes