logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

8. Semoga saja

Selamat membaca!!
~~~
Sopia membuka pintu rumah pelan, dia baru saja kembali dari rumah sakit, jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Dia lantas berjalan menuju ruang kantornya untuk menyimpan beberapa berkas mengenai pasiennya.
"Ibu...,"
Sopia langsung menoleh dan mendapati putranya tengah berjalan menuju kearahnya.
"Ada apa?" tanya Sopia langsung duduk dikursinya.
Anggasta juga ikut duduk di depan ibunya. "Apa dia baik-baik saja?"
"Dia baik-baik saja."
Anggasta mengangguk, ada rasa lega yang menghampiri hatinya saat mendengar ucapan sang Ibu.
"Itu terjadi karenaku, jika aku tidak memaksanya untuk pergi, dia pasti tidak akan seperti itu. Aku sungguh sangat terkejut."
Sopia menatap putranya lembut dan tersenyum, "itu bukan salahmu, itu terjadi karena beberapa faktor yang terjadi karena penyakitnya. Apa kamu tau, itu pertama kalinya dia pergi dengan orang lain setelah 12 tahun."
Anggasta menoleh kaget, dia tidak percaya dengan ucapan ibunya. Renata tidak pernah pergi kemanapun? Apa dia juga tidak memiliki seorang teman? Yang benar saja. Aku sungguh tidak menyangka.
"Sungguh?"
Sopia mengangguk. "Semenjak penyakitnya muncul dia tidak pernah sekalipun pergi ataupun dekat dengan siapapun, dia hanya mengandalkan dirinya sendiri."
"Apa mungkin dia takut hal yang terjadi tadi diketahui oleh orang lain?"
"Itu juga salah satu faktornya, dia berusaha untuk menutup dirinya agar semua itu tidak terjadi. Trauma yang dia alami tidak mudah untuk diatasi."
Anggasta hanya mampu diam saat ibunya menjelaskan beberapa faktor yang muncul saat penyakit Renata kambuh. Dia tidak menyangka jika Renata orang yang seperti itu.
Ternyata dia bersikap dingin pada orang lain hanya untuk menjaga dirinya agar tidak terjadi sesuatu. Dia sungguh menyesal dengan ucapannya waktu itu.
Renata benar. Dia tidak tau apa-apa tentangnya, dia sungguh merasa bodoh karena menilai Renata sebagai gadis yang tidak punya sopan satun. Dia menarik ucapan jeleknya tentang Renata.
~~~
Anggasta masih terdiam didepan pintu ruang kelas Renata. Hari ini dia akan pergi meminta maaf dan menanyakan kabarnya.
Pihak sekolah juga sudah tau mengenai kondisi Renata, hanya saja mereka tidak tau jika Renata mengiris lengannya.
Anggasta hanya memberikan alasan jika kemarin Renata pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Untung saja pihak sekolah mengerti dan turut prihatin.
Anggasta melirik alorji miliknya.
Apa dia tidak masuk hari ini?
Tak lama gadis yang dia tunggu telah datang. Anggsata sudah menyiapkan lengannya untuk menyapa Renata, namu Renata hanya lewat begitu saja melewati dirinya.
Terkejut? Jelas. Dia tidak menyangka jika sikap Renata akan seperti ini, dia seolah-olah tidak melihat atau mengenalnya sama sekali.
Anggasta hanya menatap Renata yang sudah duduk dibangkunya dengan tenang, tidak ada ekspresi apapun yang dia tunjukan.
"Gasta!! Apa yang sedang kamu lakukan didepan kelas oranglain?" tanya Erik.
Anggasta menoleh. "Aku tidak melakukan apapun."
Tak ingin diketahui oleh Erik bahwa dirinya tengah menunggu Renata, Anggasta langsung pergi meninggalkan Erik yang masih berdiri didekat pintu kelas Renata.
Apa dia sungguh baik-baik saja? Kenapa dia mengabaikanku? Apa dia marah padaku?
Hanya itu yang bisa dia lamunkan saat pelajaran tengah berlangsung. Dia tidak bisa fokus dengan pelajarannya saat ini, pikirannya terus melayang mengenai gadis itu.
Dia sama sekali tidak sadar saat bel istirahat bunyi. Semua orang sudah keluar dari dalam kelas untuk mengisi perutnya yang lapar, tapi Anggasta masih larut dalam pikirannya sendiri.
"Apa yang sedang kamu lamunkan? Aku heran sikapmu sangat aneh dari tadi pagi." Erik duduk depan Anggasta.
Pria itu langsung sadar dan menatap Erik datar. "Selalu saja menganggu." kesalnya.
"Kamu marah? Wah aku hanya bertanya kenapa sikapmu aneh, kenapa malah marah?" Erik tidak terima jika dirinya dibilang menggangu, dia hanya sekedar bertanya.
Anggasta berdiri. "Sudahlah aku ingin pergi, apa kamu ingin ikut?" tawar Anggsata.
"Tidak." Erik langsung pergi meninggalkan Anggsata.
Anggasta hanya menggeleng pelan. Dia lantas pergi meninggalkan kelas untuk pergi ke taman belakang sekolah.
Sesampainya disana, pandangannya langsung terarah pada seorang gadis yang tengah duduk disalah satu bangku.
Anggasta berjalan pelan menuju kearahnya, dia merasa tidak asing dengan gadis itu. Benar saja dia Renata, gadis itu tengah duduk sendirian sambil membawa satu buku yang tengah dia baca.
Anggasta berdehem pelan sebelum duduk didekat Renata.
Renata mulai menyadari jika Anggasta tengah duduk disampingnya, dia menoleh dan menatap dingin Anggasta.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya dingin.
"Mengenai kemar–"
"Aku tidak ingin membahasnya." potong Renata.
Dia lantas menutup bukunya dan bersiap untuk pergi, tapi Anggasta langsung memegang tangan Renata pelan. "Aku hanya ingin minta maaf." ucapnya.
Renata menepis lengan Anggasta yang masih memegang tangannya, dia tidak menjawab ucapan Anggasta.
"Kamu benar. Setelah kejadian kemarin terjadi, aku baru sadar jika ucapanmu benar. Itu bukanlah hal yang bisa aku atasi. Aku sangat terkejut melihatmu seperti itu. Aku benar-benar tidak tau jika kamu akan melakukan hal itu. Aku menyesal, sungguh."
Renata hanya diam menatap dingin Anggasta. Dia sudah tidak bisa lagi menjawab ucapan Anggasta. Satu orang di sekolahnya sudah tau mengenai sisi lain dirinya. Dia sungguh takut jika semuanya akan terbongkar.
Dia takut orang-orang akan merasa takut dan kaget saat melihat sisi lain dirinya. Bahkan Anggasta juga sudah merasa terkejut dengan semuanya, lalu bagaimana jika semua orang di sekolah tau tentangnya.
Hal yang sudah dia tutupi selama 12 tahun akan terbongkar begitu saja, jika Anggasta berbicara pada orang-orang bahwa dirinya mengiris lengannya.
"Aku tidak ingin kita berbicara lagi, anggap saja ini terakhir kalinya kita kenal. Aku sudah tidak ingin terlibat denganmu lagi." Setelah mengucapkan itu dia langsung pergi meninggalkan Anggasta.
Anggasta hanya diam menatap kepergian Renata. Gadis itu mungkin takut jika semuanya terbongkar. Anggasta juga tau jika Renata sebenarnya tidak ingin seperti ini, dia ingin memiliki banyak teman dan bergaul tapi dia hanya tidak ingin jika semua orang tau tentang penyakitnya.
Anggasta membuang nafas pelan. "Setidaknya aku harus menjaga rahasianya dengan baik."
***

Comentário do Livro (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes