logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Part 5. Bertemu Kembali

Bug! Bug! Bug!
"Sahurrr! Sahurrr! Sahurrr!" Suara keras terdengar dari masjid. Semua orang yang tinggal di desa tempat tinggal Aisyah itu, langsung terbangun dari tidur lelap mereka, dan segera bersiap-siap untuk menyantap sahur pertama di awal bulan suci Ramadhan ini.
Begitu juga dengan keluarga Aisyah. Sekarang Abi dan Uminya sudah siap sedari tadi. Mereka berdua sekarang tengah berada di meja makan, menunggu sang anak yang belum kunjung keluar dari dalam kamar.
"Dek ... Coba kau pergi dan bangunkan Ais," perintah Abi Rasyid, dan mendapatkan anggukan dari Umi Rohana.
Wanita paruh baya yang masih terlihat sedikit muda itu, langsung melengos pergi ke kamar putri satu-satunya. Sesampainya di depan kamar, Umi Rohana mengetuk pintu berharap anaknya mendengar dan terbangun.
"Ais ... Ais bangun sayang, Abi sudah menunggu di meja makan." Sambil mengetuk pintu Umi Rohana memanggil lembut nama putrinya dari balik pintu.
Sementara Aisyah yang masih tertidur dengan duduk bersandar di kepala ranjang, mulai terbangun dari tidurnya. Dia yang masih menggunakan alat sholat lengkap itu, mulai membuka mata, saat gendang telinganya mendengar suara ketukan pintu, dan panggilan namanya.
"Ais cepatlah, jangan membuat Abimu marah sayang." Mendengar kata marah, nyawa Aisyah langsung terkumpul kembali, dan dengan secepat kilat gadis itu menoleh melihat jam mini yang berada di atas nakas sisi kiri ranjangnya.
"Astagfirullah haladzim ya Allah," terkejut gadis itu dan dengan cepat dia turun dari atas ranjang. Saking buru-buru nya turun, Aisyah melupakan tasbih merah yang tadi dia letakkan di pangkuannya. Tasbih merah itu terjatuh, dan mengeluarkan bunyi yang tidak terlalu keras, tapi bisa terdengar oleh Uminya dari luar sana.
"Ais kau menjatuhkan apa nak?" tanya Umi Rohana dan membuat Aisyah yang berada di dalam sana langsung memungut dan menyimpan tasbih itu di laci nakasnya.
"Bukan apa-apa Umi. Sebentar lagi Ais menyusul, jadi Umi dan Abi tunggu saja di meja makan!" teriak Aisyah dari dalam sana dan membuat umi Rohana tersenyum simpul.
"Baiklah, tapi yang cepat yah. Abimu sudah menunggu lama." Umi Rohana melangkah pergi menjauh dari pintu kamar Aisyah, dan dia kembali ke ruang makan.
"Astagfirullah haladzim habis aku ya Allah. Semoga saja Abi tidak marah," gumam Aisyah dengan bergerak kesana-kemari seperti orang kebingungan di dalam kamarnya, "lebih baik aku segera ke ruang makan."
Aisyah keluar dari dalam kamarnya, dan wanita itu tidak menyadari kalau saat ini matanya sedang membengkak karena menangis tadi.
"Assalamualaikum Abi Umi." Aisyah menunduk hormat, dan gadis itu melangkah ke meja tepat berhadapan dengan Abinya.
"Kenapa lama sekali Ais? Apa kamu terlalu pulas tidurnya sayang?" tanya lembut Abi Rasyid.
Aisyah mengangkat kepalanya dan raut tenang Abi Rasyid menghilang seketika saat melihat mata putrinya membengkak, "Ais tad-...."
"Apa kamu habis menangis?" potong Abi Rasyid, dan perkataannya itu tepat sasaran, "katakan kenapa kamu menangis? Siapa yang membuat anak Abi menangis?"
Aisyah hanya bisa menunduk. Di dalam hati gadis itu tengah merutuki kebodohannya, kenapa dia tidak berkaca terlebih dulu?"
"Ais Abimu bertanya, kenapa kau menangis?" tanya ulang Umi Rohana, dan membuat Aisyah mengangkat kepalanya.
Seketika rasa gugup menyerang gadis itu. Dia mulai bergerak menautkan jari telunjuknya, hal yang Aisyah lakukan jika tengah gugup.
"Ais ja-...."
"Biarkan anak itu yang berbicara," potong Abi dengan tangan terangkat ke udara, dan itu langsung membuat Umi Rohana terdiam.
"Ta—tasbih yang Ais ceritakan tu—tujuh tahun lalu ada yang mengirimnya kembali Abi," jujur Aisyah, dan membuat Abi Rasyid membulatkan mata terkejut, "demi Allah Ais tidak tau. Tadi setelah Ais pulang dari masjid, ada kotak, dan kotak itu berisi tasbih yang mal-...."
"Bocah tengil kurang ajar itu, bukan begitu Ais?"
"I—iya Abi. Tapi dem-...."
"Tasbih itu biar Abi yang simpan. Sekarang cepat kita santap sahur dulu sebelum imsak," potong Abi Rasyid dengan sudut bibir di angkat sebelah.
Keheningan terjadi diantara ketiga manusia beda usia dan jenis kelamin itu. Mereka bertiga mulai menyantap sahur tanpa percakapan atau suara dentingan sendok apapun, karena mereka makan menggunakan tangan.
***
Kediaman keluarga Rasyid, 06:45am.
Tak terasa pagi sudah menjelang. Dunia yang tadinya gelap telah terang oleh biasan cahaya dari pusat tata Surya. Terlihat di halaman rumah Abi Rasyid sudah rapi dengan peci di kepala, dan surban berwarna coklat menutupi seluruh tubuhnya.
"Ais cepatlah nak, kasihan Umimu di pasar sendirian!" teriak Abi Rasyid memanggil Aisyah yang masih berada di dalam rumah.
Iya ... Abi dan Umi Aisyah iyalah pengusaha rempah-rempah di pasar. Mereka menjual aneka bahan untuk memasak seperti bawang putih, bawang merah, cabai, dan tomat di pasar.
"Iya Abi ... sebentar lagi Ais ke depan!" jawab Aisyah dengan sedikit berteriak dari dalam.
Mendengar jawaban dari putri kesayangannya. Abi Rasyid langsung terdiam. Pria paruh baya itu bersiul-siul untuk menghilangkan kebosanannya.
"Maaf membuat Abi menunggu lama," ujar Aisyah yang sudah rapi dengan jas hitam lengan panjang dipadukan kemeja pink di dalamnya, serta celana kain panjang berwarna senada dengan jasnya, sepatu hak yang tak terlalu tinggi, dan tak lupa hijab yang melingkar di kepalanya.
"Masyaallah anak Abi cantik sekali," puji Abi Rasyid dengan nada dibuat terkejut, "cepat naik. Abi akan mengantarmu bekerja, dan baru setelah itu Abi ke pasar, untuk membantu Umimu," lanjut Abi dan dengan tersenyum Aisyah naik ke atas motor Jupiter MX.
Iya ... Aisyah iyalah seorang pegawai yang bekerja di salah satu kantor terbesar yang ada di Jakarta. Gadis itu bertugas di bagian staf keuangan.
***
Kediaman keluarga Rizwan, 06:51am.
Di sebuah rumah besar berlantai dua, dengan halaman depan sangat luas, dan ada beberapa orang pria berbadan tegap yang di tugaskan untuk menjaga tempat mewah tersebut.
Di dalam rumah tersebut, terlihat pemuda tampan dengan kondisi rambut acak-acakan, celana pendek tanpa baju, membuat pahatan di tubuhnya terlihat jelas. Pria itu adalah Malik Putra Narendra. Dengan mata yang masih setengah merem, Malik melangkah menuruni anak tangga demi anak tangga menuju lantai satu.
Sesekali Pria itu menguap namun itu tak menghilangkan ketampanan yang dia punya. Sesampainya di lantai satu, dia melangkah menuju dapur, "Sela-" Ucapan Pria itu terhenti kala tidak menjumpai siapapun di meja makan.
"Apa papa dan mama sudah sarapan? Tapi, bukankah sarapan tinggal 9 menit lagi?" gumam Malik kebingungan semabari melangkah mendekati meja makan.
Pria itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal kala melihat tidak ada satupun makanan yang tersedia disana. Lagi dan lagi, Pria itu melanjutkan langkah ke depan kulkas.
"Eh dikunci, ada apa sebenarnya?" gumam Malik saat hendak membuka kulkas namun terkunci.
"Kau mau apa?" Rizwan yang baru turun dari lantai dua langsung melangkah ke dapur saat melihat sang anak hendak membuka kulkas.
"Papa ... kenapa kulkasnya dikunci? Apa ini peraturan baru lagi?"
"Dasar anak bodoh," umpat Rizwa,n dan membuat Malik berekspresi tak mengerti, "Apa kau tidak tau hari ini awal kita berpuasa Rendra?"
"Tau...." jawab Malik singkat dengan salah satu bahunya sudah dia sandarkan di pintu kulkas, "lalu apa urusannya dengan Malik?" lanjutnya, dan membuat Rizwan ingin sekali mencekik anaknya itu. Tapi, ingatkan Rizwan kalau ini bulan puasa yah.
"Ada apa ini pagi-pagi sudah ribut saja."
"Tanya saja anak yang selalu kau manjakan itu," sinis Rizwan, dan membuat Hayati menyungging senyum, "sudahlah— Papa mau berangkat ke kantor dulu, dan kau cepatlah. Hari ini, hari pertamamu bekerja Rendra," pamit Rizwan, dan Hayati langsung bersalaman dengan sang suami.
"Cepat bersiap-siaplah sana. Jangan sampai Papa memecatmu karena terlambat," titah Hayati, tapi Malik malah bergerak melangkah ke sang Mama, dan menunjukkan mata memelasnya.
"Mamaku yang cantik dan manis. Tolong buatkan sarapan un-...."
"Hari ini puasa, dan cepat mandi. Kau sudah sangat bau Rendra," potong Hayat,i dan langsung melengos pergi meninggalkan Malik yang terlihat lesu.
"Kalian yang berpuasa dan aku yang tersiksa," gumam Malik, dan memilih kembali kedalam kamar untuk bersiap-siap pergi ke kantor.
***
RHN company staf keuangan, 08:01am.
Kita beralih ke pusat kota Jakarta. Disebuah gedung pencakar langit berlantai 8, letaknya di lantai 5 dimana para staf keuangan bekerja. Nampak jelas raut serius Aisyah yang tengah bermain dengan komputer untuk menginput data penerimaan pembayaran dari pelanggan.
Namun, fokus gadis itu teralihkan saat suara cempreng seorang wanita menyapa gendang telinganya.
"Ais!" seru Layla, dan membuat Aisyah menutup kupingnya rapat-rapat.
Layla— dia wanita cantik dengan rambut hitam panjang, lesung pipi, mata sedikit sipit, dan bibir tipis itu teman sekolah, dan sekaligus teman rumah Aisyah.
"Bisa tidak kau jangan berteriak," sinis Aisyah, dan langsung mendapatkan cengengesan dari teman yang membuat dia dimarahi kemarin malam.
"Antar aku ke dapur," pinta Layla, dan dengan cepat Aisyah langsung menggelengkan kepala, "ayolah, aku belum sarapan Ais," lanjutnya dengan sedikit berbisik.
"Apa kau tidak puas-...."
"Husss, tamu bulananku datang tepat setelah sahur tadi pagi. Jadi ayok." Layla menarik paksa lengan mungil Aisyah yang di tutupi jas kain hitam yang dia kenakan.
Tidak memerlukan waktu lama. Kedua wanita yang berpenampilan berbeda itu telah sampai di dapur. Aisyah menoleh ke kanan, dan kiri memastikan tidak ada yang melihatnya. Pasalnya di perusahaan itu, kalau sudah memasuki bulan puasa. Para pekerja dilarang keras ke dapur atau kantin, kecuali para wanita yang berhalangan.
"Kenapa kau takut seperti itu Ais, cepat kita masuk," ajak Layla kala melihat raut takut Aisyah begitu kentara di wajahnya.
Layla bergerak memutar knop pintu dapur, dan mereka berdua langsung masuk ke dalam ruang dapur tersebut.
Satu....
Dua....
Tiga....
"Akhhhh!" Teriak bersamaan Layla dan Aisyah diikuti teriakan suara Pria juga terdengar di dalam sana.
"Isyah," sapa Pria yang terkejut tadi dan sapaan itu langsung menusuk hati Aisyah.

Comentário do Livro (124)

  • avatar
    Shazarina

    Cerita yang bagus sekali! Bisa dipelajari disini bahawa kita sebagai anak harus selalu jujur sama orangtua ✨

    18/01/2022

      1
  • avatar
    Alifmuhamad

    bagi yang mana liat dn ya kak untuk udah ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada ngga ada yg tak pernah ada yg mau jadi lebih baik dari genus Onthophagus dan kingdom Animalia aku aku tak akan ada ngga ada yang tidak akan ada ngga ada yang tidak akan ada yang telah ditebang shan ada ada yang mana liat dn ya kak untuk udah ngga bisa DM ya kalo ada ngga ada yang tidak akan ada ngga ada yang tidak ada yang mana lia

    1d

      0
  • avatar
    Ony

    belajar mendalami arti sebuah cinta

    12d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes