logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Part 2. Dia Malik

Malam semakin larut. Lantunan bunyi ayat-ayat suci Al-Qur'an di setiap masjid terdengar jelas menyalami gendang telinga, membuat malam hari ini terasa amat sangat damai. Begitu juga dengan seorang Pria berjaket hitam, yang saat ini tengah mengendarai sebuah mobil. Sedari tadi bibirnya tidak bisa berhenti, untuk tidak menyungging senyum.
Pria berperawakan tinggi dengan iris mata hitam sedikit kecoklatan, surai hitam legam, dengan kulit wajah putih bersih, dan rahang yang kokoh, serta bulu-bulu halus yang tumbuh disisi pipinya membuat dia terlihat sangat tampan.
Iya— pria itu adalah Malik Putra Narendra, Pria berparas tampan yang sebentar lagi akan menjadi pemimpin di perusahaan besar milik keluarganya. Malik menghentikan laju mobilnya tepat di lampu merah.
Pria itu menyandarkan punggungnya untuk merilekskan diri. Sesekali Pria itu tersenyum saat pikirannya mengingat sebuah nama. Nama yang dulu hingga kini masih terukir permanen dihatinya, nama yang dulu hingga saat ini masih spesial untuknya, nama yang dulu hingga kini masih sangat suka dia sebutkan di setiap bangun dan tidurnya, dan nama itu iyalah Isyah.
Malik menegakkan tubuhnya kembali. Mata hitam kecoklatannya, langsung melihat hiasan gantung yang memamerkan sebuah figur foto wanita. Wanita yang hingga saat ini tidak pernah dia lupakan, dan akan selalu menjadi cinta sejatinya. Wanita itu tidak lain tidak bukan adalah Aisyah Putri Rasyid.
Dengan tersenyum Malik bergerak mengelus figur foto Aisyah yang terlihat sangat cantik dengan baju tertutup, dan jangan lupa hijab yang terpasang rapi menutupi rambutnya di foto itu.
"Aku tidak sabar bertemu denganmu lagi Isyah. Jujur, aku tidak bisa melupakanmu. Aku masih belum tahu alasan kamu menyudahi kisah kita," gumam Malik sembari terus menggelus figur foto itu dengan ibu jarinya.
Bunyi klakson mobil dari arah belakang membuat Malik tersadar. Pria itu dengan cepat kembali menancap gasnya, untuk membelah jalanan kota Jakarta yang malam ini masih nampak sangat lah padat.
***
Beberapa menit telah berlalu. Akhirnya mobil yang di kendarai oleh Malik, sudah masuk ke area sebuah rumah mewah, dengan halaman depan yang sangat luas, dan di sisinya ditumbuhi oleh dedaunan yang berjajar rapi.
Malik menghentikan laju mobilnya tepat di pekarangan rumah. Pria berusia 25 tahun itu bergerak melepas sabuk pengamannya, dan hendak bergerak keluar dari dalam mobilnya. Tetapi, gerakannya terhenti saat matanya kembali menatap figur foto Aisyah.
Pria itu kembali menyungging senyum, tanpa diduga dengan gerakan cepat Malik mengecup figur foto itu, dan langsung bergegas keluar dari dalam mobil. Dengan langkah santai dan raut bahagia, Malik berjalan ke pintu masuk rumah berlantai dua milik orang tuanya.
Sesampainya di dalam rumah, raut bahagia Malik belum lah menghilang. Saking bahagianya, pria tampan itu tidak ada hentinya bersiul dan melempar kunci mobilnya.
"Rendra." Terdengar suara bariton pria membuat Malik menghentikan langkahnya.
Malik yang tadinya hendak menaiki anak tangga mengurungkan niatnya. Pria itu menoleh ke sebelah kanan, di mana arah suara itu berasal. Senyum Malik lagi-lagi mengembang.
Pria tampan itu berjalan cepat ke ruang keluarga, "Papa ... Mama," sapa Malik dan langsung memeluk tubuh Pria paruh baya seumuran Abi Rasyid. Pria paruh baya yang tengah berekspresi datar itu membalas pelukan sang anak.
Malik mengurai pelukannya, dan mata coklatnya sekarang terarah pada wanita paruh baya seumuran Umi Rohana, yang tengah berdiri di samping Rizwan, Papa Malik.
"Mama— i miss you," ujar Pria itu dan langsung memeluk erat wanita yang dia rindukan selama 7 tahun terkahir ini.
"Apa begini caramu pulang setelah tujuh tahun lamanya menghilang," ujar dingin Rizwan membuat Malik mengurai pelukannya, "kau masih sama Rendra. Kau masih anak yang tidak punya sopan santun," lanjutnya dengan nada yang sama.
"Maksud Papa?" bingung Malik terdengar belum mengerti arah pembicaraan Rizwan.
"Kau sudah berusia 25 tahun Rendra. Jadi dewasalah sedikit. Papa sudah semakin Tua, dan siap untuk pensiun," ujar Rizwan dengan menatap tajam ke arah putra semata wayangnya, "seharusnya di usiamu itu, kau sudah menggantikan orang tua ini. Tetapi, semenjak kau lulus dari Pesantren. Kau malah menghilang entah kemana,' lanjut Rizwan dengan masih menatap tajam sang anak.
"Rendra pergi untuk berkuliah Papa. Sekarang Rendra sudah kembali, dan siap menggantikan Papa," jawab Malik degan nada santai.
Iya— setelah lulus dari pondok pesantren. Malik langsung meninggalkan Indonesia untuk berkuliah keluar negeri tanpa sepengetahuan keluarganya. Kalian harus tau, walau sikap Malik terbilang buruk, liar, dan tidak mau dikekang. Tetapi, kecerdasan yang dimiliki pria itu tidak main-main, dan berkat kepintarannya itu. Malik mampu bersekolah tanpa harus memberatkan keluarganya.
Sebenarnya Malik tidak pernah berniat masuk ke pondok pesantren. Orang tuanya lah yang memaksa Malik bersekolah di pondok pesantren agar dia bisa disiplin, taat agama, dan berperilaku baik.
Entah mengapa bukannya berubah malah Malik semakin menjadi-jadi, dan sangat sulit di atur. Tetap,i Malik tidak pernah menyesali keputusan orang tuanya. Berkat mereka berdua, Malik menemukan sosok wanita yang akan mendampinginya kelak.
Sosok wanita itu adalah Aisyah Putri Rasyid, wanita berparas cantik dengan sikap baik hati itu, apakah bisa bersanding dengan Pria modelan Malik Putra Narendra, yang sikapnya melebihi iblis itu?
"Karena Rendra sudah kembali. Mulai besok Rendra akan mengambil alih perusahaan Papa," ujarnya membuat Rizwan terkejut, "kenapa Papa berekspresi seperti itu?" bingung Malik membuat Rizwan langsung menghilangkan ekspresi itu.
"Tidak bisa seperti itu Rendra. Menyerahkan sebuah kepemimpinan tidak segampang yang kau katakan itu."
"Apa yang kurang dari Rendra Pa? Rendra lulusan terbaik di universitas luar negeri, Rendra juga cerdas, dan yang pasti tidak akan mengecewakan Papa," sanggah Malik dengan menaikkan satu oktaf suaranya.
"Sayang tolong pelankan suaramu jika berbicara dengan orang tua," instrupsi Hayati, Mama dari Malik yang sedari tadi bungkam tidak ikut campur.
"Tidak Mama. Dengan Papa berbicara seperti itu, seoah dia meremehkan anaknya sendiri."
"Papa tidak ada niat sedikitpun untuk meremehkan. Papa hanya mengatakan, kau tidak bisa asal mengambil kepemimpinan begitu saja," sanggah Rizwan membuat Malik menyinggung senyum sinis.
"Omong kosong," ujar Pria itu dengan raut wajah sinis.
Malik yang sudah jengah atas apa yang dikatakan Rizwan memilih melangkah meninggalkan ruang keluarga itu. Tetapi, langkahnya terhenti saat suara bariton milik Rizwan terdengar di telinganya.
"Mulai besok kau akan bekerja di bagian staf keuangan. Buktikan pada Papa, kalau kau bisa bekerja dengan baik," ujar Rizwan dan membuat Malik menaikkan satu sudut bibirnya.
"Baiklah jika itu keinginan Papa, Rendra akan buktikan, kalau Rendra itu terbaik," ujarnya dengan nada percaya diri dan langsung melanjutkan langkahnya.
***
Kediaman keluarga Rasyid.
Di salah satu kamar di rumah sederhana keluarga Rasyid. Terlihat Aisyah terbaring dengan masih mengenakan mukenah shalatnya.
"Jangan lagi hiks...hiks...." gumam Aisyah disertai oleh isakan pelan yang keluar dari bibir mungilnya.
Aisyah kembali membenamkan wajahnya ke bantal tidurnya. Wanita itu sedari tadi hanya bergumam dengan kata yang sama seperti yang diucapkannya tadi.
Bunyi ketukan pintu dari luar membuat Aisyah mengentikan isakan, "Ais apa kau tertidur sayang?" tanya Umi Rohana dari luar ruang kamar Aisyah.
Aisyah tidak menjawab. Wanita itu memejamkan mata sembari menahan isakan yang selalu ingin keluar, "Kenapa adek berteriak seperti itu di depan kamar Ais." Aisyah semakin membekap mulutnya saat mendengar suara Abi nya juga ada disana.
"Adek hanya ingin melihat Ais Abi. Setelah pulang dari masjid tadi, Ais belum keluar kamar sekalipun."
"Mungkin Ais sudah tertidur. Adek juga tidurlah. Abi akan ke masjid sebentar," perintah Abi Rasyid, dan langsung menyodorkan tangan kanannya ke hadapan sang istri.
Umi Rohana yang melihat itu langsung bergerak menyalami tangan suaminya, dan menciumi punggung tangan itu.
"Kalau begitu Abi permisi dulu, assalamualaikum," pamitnya, dan langsung dibalas anggukan serta slaan oleh Umi Rohana.
Aisyah yang sudah tidak mendengar suara orang berbicara kembali bangun. Wanita itu dengan masih mengenakan mukenah menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang. Lagi dan lagi, entah mengapa setiap dia melihat tasbih merah di tangan kanannya itu, membuat air mata Aisyah mengalir.
Wanita itu bergerak menempelkan tasbih berwarna merah hati itu, tepat di dadanya. Wanita itu kemudian bergerak menekuk kakinya, dan membenamkan wajahnya di celah paha.
"Hiks...hiks.... Kenapa kau harus kembali menemui diriku Malik. Kenapa?" gumam Aisyah dan kenangan-kenangan bersama Malik kembali terngiang di pikirannya.

Comentário do Livro (123)

  • avatar
    Shazarina

    Cerita yang bagus sekali! Bisa dipelajari disini bahawa kita sebagai anak harus selalu jujur sama orangtua ✨

    18/01/2022

      1
  • avatar
    Ony

    belajar mendalami arti sebuah cinta

    13d

      0
  • avatar
    PutraAdhika

    cerita yang bagus

    25d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes