logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

part 6

pov pak Kasno
Karti sedang menjemur pakaian saat itu. Sedangkan aku, masih menjadi buruh bangunan di rumah tetangga ku. Dia mengangkat sebuah bak besar berisi penuh pakaian. Padahal aku sudah melarangnya untuk tidak melakukan hal itu.
Entah karena memang usia kandungan nya yang rawan atau bagaimana, tiba-tiba air ketubanya pecah saat itu. Padahal usia kandungannya belum genap 9 bulan. Saat itu, tetangga ku lah yang datang memberi kabar.
"Kang. Kang Kasno! Karti kang. Karti..." ujarnya panik dari kejauhan.
"Sabar yu! Tenang dulu. Tarik nafas! Setelah tenang, baru mulai ceritanya"ucapku pada yu Darmi, tetangga ku.
"Itu kang. Istri mu sudah pecah ketuban. Sama tetangga tadi di bawa ke bidan. Mungkin sebentar lagi melahirkan"ucapnya padaku setelah agak tenang.
"Apa? Tapi kandungan nya belum genap 9 bulan yuk"ucapku khawatir.
"Ngga tahu. Mungkin tadi jatuh apa gimana. Aku tahu nya sudah di angkat di bawa ke bidan"jelasnya.
Tanpa pikir panjang, aku langsung pamit pada yang memperkerjakan ku. Pikiran ku sangat tak tenang. Kenapa bisa begini. Harusnya masih satu bulan lagi.
◇◇◇◇
Aku sampai di depan rumah bidan desa kami. Kulihat tetangga yang mengantarkan istriku pun masih setia di sana semua. Aku langsung masuk tanpa pikir panjang.
"Bu bidan!"panggil ku saat aku sudah dekat dengan ranjang Karti dan ada bu bidan sedang memeriksa.
"Tenang pak! Istri bapak akan melahirkan hari ini. Tapi pembukaan masih belum lengkap. Usahakan jangan banyak bergerak ya, bu! Nanti saya check lagi" ucap bidan melegakan ku.
"Terima kasih bu"ucapku pada bu bidan yang di balas anggukan dan senyuman.
Aku duduk di samping istri ku. Ku lihat dia masih tenang. Ku lihat bahkan dia tidak kelihatan kesakitan.
"Bukanya masih kurang sebulan, dek?"tanya ku sambil ku pegang tangan nya yang dingin.
"Aku juga ngga tahu mas. Padahal tadi pagi ngga apa-apa. Waktu angkat bak cucian tadi aja tiba-tiba kayak pipis gitu. Terus Laila yang bilang kalo itu air ketuban. Kebetulan tadi Laila pas ke rumah mau pinjam tangga"
"Kamu ngeyel dek. Kan mas bilang sudah jangan beres-beres. Tunggu mas pulang saja"
"Aku kasihan kamu mas. Sudah kerja kok harus ngurus rumah"
Terharu hati ini mendengar kata-katanya. Dia bahkan masih sempat memikirkan aku padahal dia sudah kepayahan berjalan. Ku cium punggung tanganya berusaha memberi kekuatan pada istri ku itu.
"Apa sakit dek?"tanya ku lagi.
"Itu masalahnya mas. Aku belum merasakan sakit sama sekali. Aku khawatir mas!"ucapnya penuh was-was.
"Sudah kamu tenang saja! Percayakan semua sama Allah. Insya Allah kalian akan baik-baik saja. Mas akan selalu nemenin kamu di sini"ucapku menguatkan.
Sudah 3 jam berada di rumah bu bidan. Namun istri ku itu tak kunjung merasakan sakitnya kontraksi. Bahkan para tetangga yang tadi ikut memgantar sudah mulai pada pulang. Aku mulai cemas. Tapi sekuat tenaga ku sembunyikan kecemasan ku. Bu bidan sudah memeriksa nya tadi dan bilang kalau masih belum ada pembukaan, maka mau tidak mau kami harus ke rumah sakit.
Aku takut sekali mendengar penjelasan bu bidan. Bagaimana tidak, itu berati kelahiran amak ku tidak sedang baik-baik saja.
5 jam berlalu. Bidan pun memutuskan merujuk ke rumah sakit. Aku ke sana kemari mencari pinjaman kendaraan untuk membawa istri ku itu. Namun nihil. Para tetangga ku tidak ada yang mampu membantu.
"Kang. Kita naik motor saja. Aku kan juga belum kontraksi. Insya Allah masih aman untuk naik motor"ucap istri ku saat itu setelah tahu kondisi ku.
Aku berpikir keras. Melihat nya. Mengelus perut buncitnya. Aku bimbang. Haruskah kami naik motor saja. Akhirnya dengan bismillah ku beranikan diri membonceng istri ku menggunakan motor butut kami menuju rumah sakit. Aku lajukan motor ku dengan sangat pelan di jalan raya ini.
Alhamdulillah kami sampai dengan selamat. Istri ku pun langsung di bawa ke ruang bersalin atau entah ruang apa namanya. Yang nampak jelas dalam penglihatan ku hanya banyak wanita hamil sedang berbaring di sana. Ada yang mengerang kesakitan, ada yang hanya diam sambil berdesis, adapula yang sampai berteriak.
Aku ngilu jika membayangkanya. Akhir kata, kami harus aku pun di panggil seorang perawat agar menemui dokter kandungan.
"Dengan suami bu Karti?"tanya dokter setelah aku ada di depan nya.
"Iya dok"jawab ku deg-deg an.
"Begini bapak. Usia kandungan istri bapak ini sebetulnya belum cukup. Bahkan dari keterangan yang saya baca di buku KIA nya, pecah ketuban ini tanpa adanya kontraksi terlebih dahulu. Jadi saya saran kan untuk mengambil beberapa tindakan ya, pak. Yang pertama tindakan USG. Selain untuk melihat keadaan anak yang ada di dalam perut, juga untuk melihat apakah air ketuban masih cukup untuk menunggu terasanya kontraksi. Dan yang kedua jika selama 2 jam tidak kunjung ada kontraksi, maka saya akan melakukan tindakan perangsangan dengan suntikan. Dan apabila memang ada keadaan darurat, maka kami terpaksa harus melakukan cecar pak istri bapak"jelas dokter itu padaku.
"Lakukan saja yang terbaik, bu! Saya hanha ingin keduanya selamat dan baik-baik saja"ucap ku memohon.
"Tentu pak. Kami akan selalu melakukan yang terbaik untuk pasien"
Aku keluar dari ruangan dokter itu dengan hati tak menentu. Aku sangat cemas. Tapi sebisa mungkin ku sembunyikan agar istri ku tak ikut cemas.
Istriku di bawa ke ruang USG. Di sana dia di periksa. Namun aku sengaja memberi tahu perawat agar menyembunyikan jenis kelaminya dulu. Aku khawatir Karti kepikiran. Untunglah suster mampu meyakinkan bahwa posisi bayi membelakangi alat USG sehingga tidak nampak jelas jenis kelaminya.
Istri ku kemudian masuk ke ruang tindakan karna ternyata air ketuban tidak akan mencukupi menunggu kontraksi alami. Sehingga dia harus di rangsang dengan suntikan, entah lah aku lupa namanya.
Aku menunggu di sampingnya dengan cemas. Beberapa menit kemudian, kulihat obat itu mulai bereaksi. Karti mulai merasakan mulas luar biasa pada perutnya. Tangan nya terus menggenggam tangan ku.
Ketika pembukaan lengkap, aku terpaksa harus keluar karena Karti merasa sungkan aku melihat darahnya. Padahal aku ingin sekali menemani nya. Jadi ku putuskan menemani agak jauh.
Sebenarnya bukan itu saja ketakutan ku. Aku takut dia tidak terima jika anak yang dia lahirkan itu perempuan. Ya. Aku sudah di beri tahu perawat bahwa anak ku adalah perempuan. Hati ku rasanya sudah tak karuan saja. Tapi aku akan tetap berusaha agar Karti mau menerima kenyataan bahwa itu adalah anak kami.
Akhirnya, lahirlah gadis mungil ku itu. Karti benar-benar tidak mampu menerima kenyataan bahwa anak nya adalah seorang perempuan. Dia bahkan tidak mau memberi putri kecil ku ASI. Jadilah aku menggantinya dengan susu formula.
Mertua pun sudah berusaha memberi pengertian. Tapi apa daya, di tetap bersikukuh bahwa dia ingin anak laki-laki. Sampai suatu hari dia hampir menjadi gila. Aku tak mampu lagi memaksa nya menerima putri ku itu. Jadilah aku yang merawat putriku itu sepenuhnya.
"Jangan sedih ya, ndok! Suatu saat, ibu akan segera menerima kehadiran mu. Kamu cantik. Kamu anak hebat. Ayah yakin kamu mampu melewati ini" ucapku kala menimang anak yang ada dalam gendongan ku itu.
"Ouw iya. Ayah akan memberi nama kamu Tania Putri. Dan ayah akan memanggil mu Tania" sambungku lagi.
Putriku tersenyum mendengar aku menyebutkan nama itu. Aku berharap itu pertanda dia menyukainya.
Kini aku harus bekerja lebih giat supaya aku mampu membelikan susu untuknya, tanpa harus meninggalkanya. Akhirnya, kubawa dia kemanapun ku pergi. Terkadang dia ikut aku mengojek. Terkadang ku titipkan pada mertua ku.
Ibu mertua ku sudah sangat tua. Itulah sebab nya aku tak bisa terlalu sering menitipakan Tania padanya.
Hingga genap 2 tahun usia Tania, istri ku pun mengandung anak kedua kami. Berbeda dengan saat mengandung Tania. Karti ingin melakukan USG saat usia kandungan nya menginjak 6 bulan. Akupun akhirnya menurutinya.
Dan betapa bahagianya dia kala mengetahui kali ini anak kami adalah seorang laki-laki. Aku pikir, setelahnya akan ada kasih sayang untuk putri kecil ku Tania. Ternyata aku salah. Dia bahkan semakin kasar pada Tania. Bahkan dia hanya menganggap Sandi lah anaknya. Betapa sakit sebenarnya hati ini.
Tapi aku takut memaksa nya. Takut jika dia jadi gila jika terus ku tekan untuk mengakui anak kami. Akhirnya, ku diamkan saja perilakunya asal tak main tangan pada putri ku.
Aku sungguh bersyukur putriku tumbuh menjadi gadis yang baik, berpikiran dewasa dan sangat sabar. Aku selalu berusaha memberi perhatian lebih padanya saat bersama.
Hingga suatu hari, ada tawaran untuk menjadi buruh di luar kota. Dimana aku tidak dapat bertemu setiap hati dengan putriku itu.
"Dek. Mas ada tawaran kerja di luar kota. Gaji nya lumayan besar. Tapi mas hanya bisa pulang seminggu sekali"ucapku pada Karti ketika kami berbaring di kamar.
Ku lihat wajahnya sumringah. Mungkin karena aku bilang gajinya lumayan besar.
"Ngga papa mas. Terima saja. Alhamdulillah kalau memang rejeki kita"ucapnya senang.
"Aku titip Tania ya, dek! Aku tau kamu belum bisa menerimanya. Tapi bagaiamanapun, dia anak kita. Tolong jangan terlalu kasar padanya!"pesan ku padanya. Kulihat mimik mukanya berubah.
"Iya-iya. Aku akan urus anak itu"ucapnya sambil bangkit dari ranjang dan meninggalkan ku.
Aku hanya mampu menghela nafas kasar. Hingga esok harinya, aku benar-benar berangkat. Kulihat Tania ku menangis. Tangis yang tertahan.
"Ayah akan pulang seminggu sekali ndok. Selama ayah pergi, jangan nakal ya! Nurut sama ibu"pamit ku padanya dengan dia ada di pelukan ku.
Dia mengangguk pelan dan memeluk erat diri ini. Aku tahu berat baginya berpisah dengan ku. Tania ku yang masih 6 tahun harus ku tinggal bersama ibu yang tidak mengganggapnya ada. Aku hanya bisa berpasrah pada Tuhan saat ini.
"Mas berangkat dek. Titip Tania!"pamit ku pada Karti.
"Hati-hati di jalan mas! Jangan lupa kasih kabar kalau sudah sampai nanti!"ucapnya seraya mencium punggung tangan ku.
"Iya" jawabku.
Akupun akhirnya berangkat menuju tempat ku mencari nafkah yang baru bersama 3 orang tetangga ku.
'Tania. Ayah harap kamu baik-baik saja nak!'ucapku dalam hati sambil memperhatikan anak ku dari kejauhan.
♤♤♤♤♤♤

Comentário do Livro (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes