logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

part 24

Aku duduk di depan tv ruang keluarga saat ku dengar bik Jum datang menghampiri ku. Dia membawa sebuah tas kotak sebanyak 3 buah.
"Maaf neng. Tadi ada karyawan nyonya datang memberikan ini untuk neng Tania,"ucapnya.
"Apa ini bik?" tanya ku sambil menerima paoer bag itu.
"Bibik kurang tau neng."ucapnya kemudian.
Bik Jum pamit pergi menyelesaikan tugas nya lagi. Ku buka paper bag itu satu-persatu. Ternyata, isinya beberapa baju, sandal dan juga beberapa alat make up yang entah apa namanya. Karena yang ku tahu hanya 3 benda di sana. Bedak, lipstik dan parfum.
'Banyak sekali ibu beli untuk ku' batinku.
Ku masukan kembali ke dalam tas dan ku jinjing masuk ke dalam kamar ku yang baru. Saat akan memasuki kamar, ku dengar suara telepon berbunyi. Mbok Birah yang mengangkat tepon itu . Simbok menengadah ke atas dan kemudian berbicara lagi dengan orang yang ada di telpon, kemudian berlari tergopoh ke arah ku.
"Ada telpon buat neng. Sini neng. Angkat gagang telponya, lalu tekan angka 2 tergantung saluran mana nanti telpon itu berasal,"ucap nya mengajari ku.
"Hallo," sapaku di ujung telpon .
"Hallo ndok. Assalamu'alaikum,"ucap bu Joko di ujung sana.
"Wa'alaikum salam bu,"jawab ku lembut.
"Sudah terima kiriman ibu ndok?"tanya beliau lagi.
"Alhamdulillah sudah bu. Harusnya ibu ngga perlu repot begini bu. Tania ke sini kan bawa baju,"ucap ku tak enak hati.
"Ngga pa pa ndok. Itu untuk acara nanti malam. Kebetulan, nanti malam semua ngumpul. Termasuk mertua ibu juga ada. Ibu mau mengenalkan mu pada mereka."ucap beliau lagi.
"Apa bu? Harus malam ini kah?"ucap ku lagi.
"Iya ndok. Kenapa? Sudah tenang saja. Semua akan baik-baik saja,"ucap bu Joko lagi.
Aku bingung harus berkata apa. Dalam hati ini banyak sekali pertanyaan yang membuat aku sangat gugup dan takut. Bu Joko meninta bicara dengan simbok setelah menyuruh ku bersiap diri untuk malam ini. Aku diam mematung di tempat. Mbok Birah meletakkan gagang telpon pada tempatnya. Kemudian, menatap ku penuh tanya.
"Ada apa neng?"tanya simbok.
"Aku takut mbok. Aku takut keluarga besar ibu tak menyetujui keberadaan ku. Bagaimana kalo aku di usir dari rumah ini?"ucap ku penuh pilu.
"Tenang neng! Keluarga besar nyonya baik semua. Dan lagi, nyonya tidak akan mengambil suatu keputusan sebelum berunding dengan seluruh anggota keluarga. Apalagi untuk masalah yang sebesar ini,"ucap simbok menenangkan ku.
Tak berapa lama, suara bel berbunyi. Simbok mengajak ku ke kamar. Kemudian, masuk 2 orang perempuan cantik berpakaian putih ke dalam kamar ku.
"Kalian yang di tugaskan nyonya Joko betul?"tanya simbok.
"Betul,"jawab salah seorang dari mereka.
"Silahkan. Ini neng Tania sudah siap,"ucap mbok Birah.
"Mereka siapa mbok?"tanya ku bingung.
"Mereka pegawai salon ibuk neng. Di tugaskan untuk memoles dan merawat eneng untuk persiapan nanti malam,"jelas mbok Birah.
"Mari non! Silahkan kenakan ini dulu,"ucap salah seorang dari mereka seraya menyerahkan kemben padaku.
"Mbok aku mau di apain mbok?"tanya ku panik pada mbok Birah.
"Tenang neng! Eneng nurut aja sama mereka. Ngga akan sakit kok. Ini simbok mau ke dapur dulu ngasih daftar menu makanan sama yang lain. Nanti mbok ke sini lagi, ya!"ucap simbok sambil melepas genggaman tangan ku pada lengan nya.
Simbok berlalu ke dapur. Tinggalah aku di dalam kamar bersama dengan 2 orang pegawai ibu. Aku menurut apapun ucapan mereka. Tak lama, simbok masuk lagi ke dalam kamar untuk menemani ku menyelesaikan setiap proses perawatan tubuh ku.
◇◇◇◇
Hari sudah semakin gelap. Tepat setelah sholat maghrib semua selesai. Aku pun telah siap di make up. Setelahnya, aku menuju ke balkon kamar ku.
Mbok Birah dan pegawai salon itu sudah pergi. Aku mondar-mandir di balkon kamar ku. Bagaimana pun aku berusaha tenang, ketakutan itu tetap saja muncul tanpa di minta. Entahlah. Aku begitu bingung dengan keadaan ini.
Aku berjalan mondar mandir lagi. Aku yakin orang- orang sudah berkumpul di ruang keluarga. Aku bingung harus bagaimana. Hingga mbok Birah masuk ke dalam kamar ku.
"Neng. Di tunggu di ruang keluarga sekarang,"ucap mbok Birah padaku.
Ku jawab dengan anggukan kepala dan kemudian berjalan mengekor simbok turun ke lantai bawah menuju ruang keluarga. Sayup-sayup mulai terdengar riuh rendah suara tawa mereka. Hati ku makin tak karuan di buatnya.
"Nyonya. Ini neng Tania nya,"ucap mbok Birah pada bu Joko.
"Nach. Ini dia bintang kita malam ini. Orang yang selalu aku ceritakan. Orang yang selalu mama cari,"ucap bu Joko berdiri mendekati ku.
"Assalamu'alaikum ndok,"ucap seorang wanita paruh baya padaku.
"Wa'alaikum salam, bu."ucap ku penuh hormat dan mencium tangan beliau takzim.
"Sudah besar rupanya kamu ndok. Kenalkan! Aku oma Tari. Oma mu,"ucap wanita yang mengaku oma itu.
Beliau memeluk ku seketika. Ku lihat beliau begitu sendu menatap ku. Haru rasanya di anggap ada. Semua keluarga pun nampak bahagia. Tak ada sekalipun raut kesal maupun benci yang sering ku lihat. Betapa bersyukurnya diri ini.
"Sudah dulu, ma! Biar Tania kenal semua nya dulu. Ini oma Tantri dan opa Bara ndok. Ini mbak cantika adik kandung papa mu, papa Joko. Dan ini kamu pasti juga sudah kenal. Papa Joko. Papa mu,"ucap bu Joko memperkenalkan setiap orang.
Ku cium takzim tangan mereka satu-satu setiap bu Joko selesai menyebut nama mereka.
"Papa?"kata ku mengulang ucapan bu Joko selesai ku cium punggung tangan pak Joko.
"Iya dong. Aku ini mama mu. Dan dia sekarang jadi papa mu. Jadi panggil aku mama, panggil beliau papa,"ucap beliau lagi.
Aku diam sesaat lalu kemudian mengangguk paham. Semua tertawa senang melihat ku setuju dengan panggilan itu.
"Ouw iya. Yang ini kang mas mu. Mas Bondan,"ucap bu Joko.
"Assalamu'alaikum, dek,"ucap nya.
"Wa'alaikum salam mas,"ucap ku kemudian mencium takzim tangan nya.
"Nach, udah pada kenalaan kan ya. Sekarang, ayo kita makan malam!"ucap bu Joko.
Kami pun menuju meja makan. Hangat sekali suasana nya. Suasana yang sangat jarang sekali kurasakan bila ayah tak tak di rumah.
'Ach, ayah. Apa yang ayah lakukan sekarang di sana?' batin ku berbisik.
Kami makan dalam suasana yang sangat menyenangkan. Entah hanya perasaan ku saja atau memang mereka tengah memanjakan aku. Aku di layani layaknya ratu sehari.
Bahkan mas Bondan selalu membuat lelucon agar aku tertawa dan merasa nyaman. Bahkan pak Joko yang mulai sekarang harus ku panggil papa, selalu menunjuk kan semua kelucuan orang-orang di rumah ini.
Aku bahkan sampai tak bisa menahan tawa saat mas Bondan dan mama nya saling mengingat bagaimana papa nya jatuh ke dalam kolam renang. Mereka bercerita bahwa saat itu, papa sedang ingin mengambil sepatu nya yang tak sengaja di lempar mas Bondan yang sedang merajuk. Hingga tak sengaja beliau terpeleset dan jatuh ke dalam kolam.
Keluarga yang harmonis seperti yang ku lihat ternyata tidak hanya dalam tv saja. Ini adalah keluarga yang nyata.
◇◇◇◇
Acara makan malam pun usai. Kami duduk ngobrol santai di kolam renang. Mama, papa dan oma opa duduk-duduk di kursi pinggir kolam. Sedangkan mbak Cantika, duduk bermain air di pinggiran kolam.
Tak berapa lama, mas Bondan datang membawa pelampung berbentuk kasur dan menaruh nya di atas kolam. Setelahnya, dia mendekati ku.
"Dek. Ayo naik!"kata mas Bondan padaku.
"Aku mas?"tanya ku heran.
"Iya. Siapa lagi dek?"jawab mas Bondan mengejek ku.
"Jangan mas! Aku takut. Aku ngga jago berenang,"kilah ku padanya.
"Ngga akan mas biarkan jatuh dek. Janji!"ucap nya lagi padaku.
Akhirnya, aku pun mau setelah mbak cantika pun mengangguk tanda agar aku menurut saja. Setelah naik ke atasnya, mas Bondan mendorong pelampung itu ke tengah. Setelahnya, mas Bondan malah mendorong mbak Cantika.
"Bondan!"teriak mbak Cantika geram.
Mbak Cantika basah kuyup. Namun mas Bondan malah tertawa dan di ikuti oleh lain nya.
"Mandi mbak. Mbak bau,"ledek mas Bondan lagi.
"Aaarrgghhh... aku udah mandi. Sini tolongin aku naik,"kata mbak Cantika.
Mas Bondan mengulurkan tangan nya masih dengan tawa yang menggema. Namun diluar dugaan. Mbak Cantika justru menarik mas Bondan hingga masuk ke dalam kolam dan mereka basah bersama. Mbak Cantika tertawa di ikuti semua nya. Aku pun tak mampu menahan tawa ku.
"Makanya mas. Jangan usil!"seru ku.
"Ouw. Kamu lebih milih mbak Cantika ya. Awas kamu ya!"kata mas Bondan sambil menciprat kan air padaku.
"Arrgghh... jangan mas! Basah ini lho. Mas Bondan ampun!"ucap ku sambil menutup muka ku dengan tangan.
Mas Bondan masih terus saja tertawa girang. Hingga akhirnya ku balas aksi mas Bondan dan tak sengaja menciprat kan air pada mbak Cantika. Jadilah akhirnya kami sama-sama main ciprat-cipratan air. Aku yang semula tak berniat main air pun akhirnya terbawa suasana.
Di kota ini, walaupun sudah malam pun hawanya sangat panas. Beda sekali dengan tempat ku sana. Malam ini kami banyak bermain di kolam. Ku lihat beberapa kali para orang tua terlihat sedang terlibat pembicaraan serius. Entah apa yang sedang mereka bahas. Aku cukup jauh untuk mendengarkan apa obrolan mereka.
"Ndok. Le. Ayo masuk! Ganti baju. Hari sudah makin malam,"ucap oma Lastri.
"Iya ma,"jawab mbak Cantika pada ibu nya.
Mas Bondan membawa kasur air ku untuk menepi. Mereka membantu ku untuk naik ke pinggir kolam. Setelahnya, kami masuk ke dalam kamar masing-masing untuk berganti pakaian.
Aku membuka lemari pakaian dan betapa terkejutnya aku mendapati lemari pakaian ku telah penuh dengan gantungan baju baru. Untuk sepersekian detik rasanya jantung ku berhenti berdetak, atau justru berdetak lebih cepat. Entah lah. Bingung dan takjub sekali diri ini. Ku ambil satu baju setelah memilihnya dan segera berganti pakaian. Setelahnya, akupun segera turun untuk kembali berkumpul dengan keluarga besar ini.
Ternyata mereka telah pindah ke ruang keluarga. Saat akan mendekati mereka, sayup-sayup ku dengar mereka tengah berbincang serius.
"Lalu apa langkah selanjutnya yang akan jeng lakukan?"tanya oma Lastri pada oma Tari.
"Entahlah jeng. Kemungkinan besar membawa Tania keluar negeri saja. Itu jika Nata dan Joko setuju."jawab oma Lastri.
"Tidak bu. Kami akan mengurus Tania sebisa kami di sini. Lagipula, aku dan mas Joko sudah menyanggupi akan menunaikan amanat itu sepenuh hati. Bagaimana pun, dia anggota keluarga kita"jawab bu Joko.
'Siapa yang sedang mereka bicarakan? Apakah itu aku? Aku anggota keluarga bu Joko?'ucap batin ku bertanya tanya.
"Dek. Ngapain kamu malah berdiri di situ?"tanya mas Bondan mengagetkan ku.
"Baru juga mau ikut ngumpul mas. Ini tadi ada yang ngga nyaman sama sendal ku,"ucapku beralasan.
"Heh kalian! Malah ngrumpi. Ayo sana!"ucap mbak Cantika sambil menarik tangan ku lembut.
Mas Bondan mengikuti kami dari belakang. Para orang tua berhenti bicara. Aku jadi semakin penasaran dengan semua yang terjadi. Kami duduk di karpet bulu di depan mereka. Melanjutkan candaan dan tawa kami. Hingga malam pun tanpa terasa terlampaui dengan hangat. Bahkan lebih hangat dari dugaan ku.
◇◇◇◇
Aku duduk di pinggir ranjang sambil mengamati foto ayah. Menaruhnya kembali ke dalam dompet yang di belikan bu Joko. Mama ku saat ini.
Aku sudah berganti pakaian tidur. Namun, saat akan beranjak ke dalam selimut, aku kembali terbangun. Entah kenapa hati penasaran sekali dengan keluarga ini. Hingga akhirnya ku putuskan keluar kamar menuju kamar mbak Cantika. Ku ketuk pelan pintu kamarnya hingga tak lama pintu itu terbuka.
"Ech kamu dek. Ada apa? Ayo masuk!"ajak mbak Cantika ramah.
"Aku belum bisa tidur mbak. Apa mbak sudah mau tidur?"tanya ku sungkan.
"Belum dek. Biasanya jam segini mbak masih di depan laptop. Biasa, udah skripsi ini makin gencar aja pengen cepet wisuda,"ucap mbak Cantika dengan kekehan pelan.
"Ouw. Aku temenin boleh mbak? Kebetulan aku belum ngantuk juga,"ucap ku lagi.
"Boleh kok dek. Sini duduk sama mbak."ucapnya lagi.
Kami duduk bersisian di sofa samping jendela kamar yang mengarah ke balkon kamar. Mbak Cantika mengerjakan tugas nya sambil banyak bertanya dan bercerita tentang kehidupan ku dan kehidupan nya. Kebanyakan tentang ku yang ingin dia ketahui. Dan entah kenapa, cerita ku pun mengalir begitu saja.
Mbak Cantika mengajak ku tidur di kamarnya malam ini. Dia bilang, kita bisa sambil bercerita hingga terlelap satu sama lain. Jadilah aku di sini. Di atas atas ranjang dan satu selimut dengan nya.
"Mbak. Kenapa keluarga ini begitu hangat menyambut kedatangan ku? Padahal aku ini kan orang lain,"tanya ku saat kami telah kehabisan topik untuk di perbincangkan.
"Karena orang lain ini, sekarang sudah jadi keluarga buat kami,"ucap mbak Cantika sambil menyentuh hidung ku.
"Tapi kan sebelumnya kalian belum pernah bertemu dengan ku. Pun aku ini,,, miskin,"ucap ku lagi dengan lirih di bagian akhir.
"Dek. Miskin atau kaya, kamu sekarang bagian dari keluarga JOKO HARTAWAN. Seorang anggota dewan dengan banyak usaha dan juga investasi. Juga anak dari seorang ibu muda cantik yang sukses dalam berbagai bidang usaha maupun dalam kehidupan. Jadi stop bilang kalau kamu anak miskin. Okey,"ucap mbak Cantika menatap ku tegas.
"Baiklah mbak. Semoga saja aku bisa,"ucap ku kemudian.
"Pasti bisa dek. Tenang saja! Ouw iya. Rencana ke depan kamu ingin sekolah di mana?"tanya nya lagi.
"Sekolah?"ulang ku.
"Iya sekolah dek. Kamu sudah lulus SMP kan. Jadi untuk SMA mu mau di mana?"tanya nya kemudian.
"Tapi ijazah ku kan belum keluar mbak. Dam lagi tertinggal di kampung,"ucap ku lagi.
"Mama mu pasti akan mengurus nya dek. Kamu tinggal menentukan akan bersekolah di mana,"ucapnya.
"Aku nurut mama saja mbak. Selain aku ngga tau kota ini, aku juga ngga tau mau sekolah di mana yang mama sukai. Jadi aku nurut saja,"ucap ku.
"Ouw. Okey. Besok, mbak ajak ke sekolah mbak gimana?"
"Sekolah mbak? Bukannya mbak dulu sekolah di kecamatan kampung ku?"tanya ku ragu.
"Iya. Tapi kan itu dulu sebelum papa Bara menetap Indonesia. Jadi sekolah ku suka pindah-pindah jadilah aku memutuskan ikut mas Jo aja, papa mu."terangnya lagi.
"Ouw begitu. Boleh mbak."
"Yaudah. Yuk tidur! Besok bangun pagi."
Akhirnya kami pun segera bergelung dengan selimut. Kamar ini berpendingin, jadilah aku menutup tubuh ku dengan selimut hingga dagu. Supaya kejadian tidur di kamar mama tidak terulang. Aku yakin mama yang menyelimuti ku karma ku rasakan tubuh ku tiba-tiba menghangat.
♤♤♤♤

Comentário do Livro (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    14d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes