logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

part 14

Pov pak Dirman
Hari ini sangat panas. Sebagai satpam rumah, aku hanya perlu duduk di pos dan menerima tamu maupun surat yang datang. Istri ku Marni di rumah menemani anak semata wayang ku yang masih balita. Tak ku ijin kan dia bekerja karena aku akan merasa malu jika sampai dia membantu ku mencari nafkah.
Namun, tak berapa lama aku bekerja di rumah bu Joko, asisten rumah tangga nya mengundurkan diri karena sudah sangat sepuh. Jadilah majikan ku itu harus mencari pembantu baru untuk rumahnya yang besar itu. Bu Joko majikan ku itu orangnya sangat baik. Beda sekali dengan atasan lain yang selama ini menjadi majikan ku.
Jadilah terpikirkan menjadikan Marni istri ku untuk menjadi buruh nya sekalian. Dan ternyata Marni makin kegirangan karena aku mengijinkan nya bekerja. Balita kami, kami titipkan di rumah ibu ku di kampung. Kami pulang sebulan sekali untuk menengoknya.
Akhirnya Marni pun ku kenalkan pada bu Joko. Dan beliau langsung saja setuju menerima istri ku. Kami bekerja dan menginap di rumah besar bu Joko.
Rumah ini sangat sepi. Bu Joko sibuk dengan usahanya sedangkan sang suami pun bekerja sebagai ASN di kantor DPR. Kalau untuk ku, kenalnya mereka keluarga pejabat. Tidak tahu dan tidak ingin tahu pejabat daerah atau apa. Anak bu Joko hanya seorang. Laki-laki. Waktu aku mulai bekerja di sana, anaknya masuk pondok modern di kota lain. Jadilah makin sepi penghuni rumah ini.
Hingga bu Joko memboyong adik suami nya untuk di ajak tinggal bersama. Adik suami nya itu seorang perempuan. Masih SMA. Sama baiknya dengan bu Joko. Sangat manis dan sopan. Selama bekerja di sana, aku berasa punya anak gadis saja. Dia ramah dan hormat pada siapapun yang lebih tua. Bahkan aku dan Marni bagai orang tuanya saja.
Setahun kami bekerja di sana, datanglah saudara jauh istri ku. Kami tak sengaja bertemu dia di pasar saat aku mengantar dek Marni belanja di pasar.
"Mbak Marni?"sapanya setengah tak yakin waktu itu.
"Lhoh,dek Karti to ini?"tanya istri ku pula.
"Iya Yuk. Ayuk ada di kota ini kok ngga ngasih kabar saya"ucap Karti.
"Ayuk kerja di sini, dek. Bareng suami. Ini mas Dirman suami ayuk"kenal istri ku.
"Dirman"ucap ku sambil mengulurkan tangan dan di sambut pula oleh Karti.
"Karti mas. Aku ini saudara jauh ayuk Marni mas. Jarang ketemu"ucapnya menjawab pertanyaan yang ingin ku tanyakan pada Marni.
"Pantes kok ngga pernah tahu"ucapku basa-basi.
"Iya lha wong ngga pernah pulang aku ini mas. Lha kalian berdua ini tinggal di mana kok belanja nya di pasar ini?"tanya nya lagi.
"Di perumahan Bumi asri itu lho dek! Tinggal sama majikan. Aku jadi pembantu ini ceritanya. Alhamdulillah bisa nambah pemasukan"ucap istri ku.
"Lho alah kok ya dekat. Aku di perkampungan belakang perumahan itu yuk"ucap Karti.
"Lha mosok to dek? Wah! Lha dekat kalau pengen main-main ke rumah mu"kata Marni lagi.
"Lha mbok ya monggo saja! Wong jalan sebentar juga udah nyampek lho"ucap Karti lagi.
Percakapan mereka hanya sebentar waktu itu karena merasa tidak enak berlama-lama di pasar. Akhirnya aku dan Marni berjanji akan mengunjungi rumah mereka suatu saat nanti.
Akhirnya kami berpisah saat itu karena kebetulan aku dan Marni sedang akan belanja sedangkan Karti sudah selesai dan akan pulang.
Aku menemani Marni belanja dan membantunya membawakan barang belanjaan. Hari ini nyonya sedang akan ada tamu spesial. Nyonya sedang sangat sibuk di tokonya. Jadilah kami yang pergi belanja.
Nyonya sudah membawakan uang dan catatan nya. Di tengah belanja, kami sambil mengobrol.
"Itu tadi beneran saudara mu dek?"tanya ku.
"Iya mas. Saudara jauh tapi. Bapak ku kan orang Jawa. Tapi ikut ibu pindah ke Sumatra. Jadilah kami sekeluarga di boyong ke sana setelah usia 20 tahun. Trus 3 tahun kemudian aku ketemu sampean"jelas istri ku.
"Ouw jadi kamu ini ada keturunan Jawa to dek. Pantes saja kok ibu ku langsung cocok waktu aku bilang mau nglamar kamu jadi mantunya"ucap ku sambil terkekeh.
Marni pun memukul manja pundak ku mendengar aku menggoda nya. Kami belanja sambil ngobrol, sampai tak terasa kedua tangan ku sudah penuh dengan belanjaan begitupun tangan Marni.
Saat sampai tempat parkir, kami menuju motor dan segera pulang. Untung saja letak pasar tidak begitu jauh. Hanya 5 menit menggunakan sepeda motor. Jadi walaupun kami kerepotan membawa barang belanjaan yang sangat banyak, namun jika cepat sampai tak akan jadi masalah.
Saat sampai di rumah, Marni segera mempersiapkan bahan untuk masak. Sedangkan aku kembali ke pos depan karena saat ku tawari bantuan dia bilang tidak usah. Tak berapa lama aku duduk di pos, nyonya datang membawa seseorang. Yang akhirnya aku tahu bahwa itu asisten ibu mertua nyonya.
Dia yang akan membantu istriku memasak menu untuk tamu spesial nyonya. Aku hanya memandang nya sekilas. Ku lihat nyonya langsung membawa nya ke dapur tempat istri ku bertempur dengan bahan masakan.
Aku baru pertama kali bertemu dengan orang itu. Itupun ketika jam makan siang saja di dapur. Dia bercerita, setiap nyonya ada acara atau pertemuan penting, maka dia harus siap sedia membantu asisten rumah tangga nyonya memasak hidangan.
Dia sebenarnya mengeluh bahwa sangat lelah mengerjakan dua rumah dalam sehari. Walaupun nyonya sangat baik bahkan dalam pemberian upah tambahan. Tetap saja tenaga nya terkuras habis saat-saat seperti itu.
Mereka terlihat akrab saat bekerja bersama. Hingga saat akan adzan magrib semua sudah terhidang dan juga sudah tertata rapi di meja.
Kami para pembantu di izin kan menyiapkan makan malam untuk kami sendiri dari hidangan itu juga. Dan enaknya, tempat makan kami dan tempat makan nyonya sedikit berjauhan sehingga kami tidak perlu sungkan saat makan.
Kami mendengar gelak tawa tamu dari meja makan di belakang. Kebetulan, saat tamu nyonya datang kami sedang makan. Entahlah. Kenapa orang kaya seperti nya suka sekali bertamu setelah isya'. Padahal, bukankah mereka jadi harus pulang malam jika urusan mereka ternyata tak selesai dengan cepat? Tapi ya sudah biarlah! Yang penting kami sudah bekerja dengan baik.
Kami selesai makan ketika tamu itu datang. Aku segera membuka pintu dan membantu mereka memarkirkan mobil di halaman rumah bu Joko yang sangat luas itu. Setelahnya, duduk di pos sambil memakan kue hidangan untuk tamu yang sudah di sisihkan sebagai jatah para asisten rumah tangga.
Ku lihat istri ku dan rewangnya sibuk membuat minuman untuk para tamu nyonya pejabat semua. Terlihat dari cara mereka menyapa dan juga berpakaian. Kebanyakan para perempuan mengenakan kebaya dan lelakinya mengenakan jas.
Ah, aku tak bisa membayangkan andai akulah pemilik rumah ini. Pasti sangat bingung menyambut mereka. Karena tak mungkin akan di sambut secara biasa saja. Tapi kulihat nyonya pun nampak terbiasa dengan semua hal ini.
Tamu-tamu itu baru pulang sekitar setengah 10 malam. Padahal biasanya jam segini aku sudah ketiduran di pos jaga. Mereka pulang setelah terlihat berbincang di ruang tamu nyonya yang besar itu.
Memang tak terlihat jelas dari tempat ku. Namun cukup jelas karena banyak nya orang yang datang malam ini. Mata ku rasa nya sudah lelah sekali. Ku yakin mereka yang di dapur pun demikian.
Hingga saat para tamu sudah pulang, nyonya meminta untuk segera membereskan semua dan segera beristirahat. Sedangkan aku, seperti biasa tidur di pos jaga.
◇◇◇◇◇
Keesokan hari nya, nyonya pergi pagi sekali membawa pembantu mertua nya untuk di pulangkan. Beliau berpesan untuk santai hari ini karena kemungkinan akan pulang esok hari. Kami dj persilahkan jika ingin jalan-jalan asalkan tidak lupa akan keamanan rumah.
Kami pun gembira sekali mendengarnya. Rumah bu Joko memang sudah banyak cctv di setiap sudutnya. Bahkan banyak alarm keamanan juga terpasang. Kadang aku merasa heran. Lalu gunanya apa aku ini. Seolah hanya sebagai penghuni agar rumah tak terlihat sepi saja.
Hari ini kami berencana mengunjungi saudara jauh istri ku yang tempo hari bertemu di pasar. Apalagi letaknya yang tak terlalu jauh juga dari rumah bu Joko.
Kami pergi memakai motor ku. Berbekal no hp kami menelusuri perkampungan itu. Perlahan tapi pasti hingga akhirnya kami temukan juga letak rumahnya yang ternyata memang cukup mudah untuk di temukan.
Aku parkirkan motor ku di halaman rumah. Kami mengucap salam dan langsung di jawab oleh seorang anak perempuan cantik.
"Assalamu'alaikum"ucap kami bersama.
"Wa'alaikum salam. Siapa ya?"tanya nya takut-takut.
Ku taksir saat itu umurnya sekitar 5 hingga 7 tahunan. Aku tak tahu pastinya.
"Benar ini rumah Karti ndok?"tanya istri ku pelan supaya dia tak bertambah takut.
"Iya. Tunggu saya panggilkan"ucapnya seraya pergi.
Kami menunggu di depan pintu karena belum di persilahkan masuk. Rasanya tak elok jika kami tiba-tiba saja langsung masuk ke dalam. Tak lama orang yang kami maksud pun muncul dan tersenyum senang pada kami.
"Eh ada tamu agung ternyata. Monggo kang yuk! Monggo pinarak!"ucapnya mempersilahkan kami masuk.
"Maaf kami datang dadakan lho dek! Soalnya mumpung di kasih hari libur sama majikan ku"ucap dek Marni berbasa-basi.
"Ngga papa to yuk! Wong rumah saudara sendiri juga. Sek ya! Tak panggilkan ayah ya anak-anak"ucapnya beberapa saat setelahnya.
Kami duduk menunggu sambil memperhatikan rumah Karti. Rumah sederhana yang bisa di bilang cukup nyaman untuk ditinggali. Tak lama, Karti datang bersama seorang laki-laki besar dan hitam yang sudah dapat ku pastikan bahwa itulah suaminya.
Dia memperkenalkan kami. Orangnya sangat kalem. Sangat berbanding terbalik jika di lihat dari perawakan tubuhnya. Kami ngobrol tentang tak jauh-jauh dari keluarga. Tepatnya, istri ku yang mengobrol dengan Karti. Sementara aku dan suaminya Karti yang ku tahu bernama Kasno itu, hanya sesekali saja menimpali.
Hari yang panas membuat aku gerah. Aku ijin duduk di bale-bale halaman rumah mereka yang teduh dengan sebuah pohon rindang di atasnya. Ku lihat Kasno pun mengikuti seraya membawakan aku camilan yang menjadi hidangan kami tadi beserta kopi.
"Sudah lama pindah ke sini nya kang?"tanya Kasno padaku.
"Belum lama lah kang. Setahun kerja sama bu Joko. Kalau istri ku malah baru 8 bulan ini"ucap ku.
"Berati anak sampean sekarang ada di mana kang?"tanya nya lagi.
"Ikut ibuku di sumatra sana. Kasihan jika harus ikut kami ke Jawa sini. Jauh. Belum ribet ngurus pindah sekolahnya. Biarlah bapak dan ibunya saja yang jauh merantau. Lha anak sampean apa yang perempuan tadi kang?"tanya ku kemudian setelah kh lihat dia hanya manggut-manggut saja.
"Iya kang. Itu tadi Tania, anak ku yanv pertama. Kalau yang Sandi tadi masih tidur karena masih balita. Jadi tidur ya ya seenaknya saja dia"ucapnya di iringi tawa renyah.
Ternyata Kasno orang yang cukup enak di ajak bicara. Dari obrolan kami, baru ku tahu bahwa dia seorang tukang bangunan. Kerjanya di luar kota tempat aku kerja ini. Makanya tidak heran jika badanya besar dan sedikit hitam.
Dia bercerita banyak tentang lingkungan sekitar sini. Dan dari sini juga aku jadi tahu bahwa sebenarnya tempat kami pindah ini sangat strategis dari sudut manapun. Maklum lah. Selama bekerja, aku dan Marni jarang sekali keluar rumah. Apalagi untuk ukuran rumah senyaman milik nyonya. Kami hanya keluar jika belanja dan akan pulang ke sumatra saja. Itupun jarang kami lakukan karena ternyata dua kali kami sering pulang, uang hasil keringat justru terbuang sia-sia saja.
Kami pamit ketika jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Di perjalanan, istri ku bercerita bahwa tadi dia melihat perlakuan Karti berbeda terhadap kedua anaknya. Karti cenderung lebih memanjakan yang balita Sandi.
"Mungkin karena yang kecil kan balita dek. Sedangkan kakaknya kan sudah besar dan sudah bisa mandiri. Sudah jangan berpikiran buruk. Apalagi sama saudara sendiri"ucapku kala itu.
Marni pun kembali bercerita jika sebenarnya Karti ingin sekali bekerja untuk membantu perekonomian keluarga nya. Gaji tukang bangunan memang banyak. Namun masih tak sebanding dengan pengeluaran katanya. Jadilah aku berinisiatif menyuruh Marni untuk bilang pada nyonya besar. Siapa tahu daripada bolak-balik meminta bantuan ART mertuanya, beliau mau menggaji satu orang lagi. Ternyata Marni pun setuju dengan usulan ku itu.
Kami sampai di rumah bu Joko. Marni segera mandi dan menyiapkan makan malam untuk kami saja. Karena bu Joko tidak akan pulang malam ini. Biasanya, beliau menginap di rumah mertuanya jika tak pulamg seperti ini.
Aku dan Marni serasa memiliki rumah ini jika di waktu seperti ini. Ini lah hari cuti kami yang sesungguhnya. Biasanya adik pak Joko akan ikut juga pulang ke rumah orang tuanya. Tapi kali ini ku lihat ada mobilnya di rumah.
Marni istri ku berinisiatif menawari nya makan malam dan membuatkan kudapan kesukaan nya. Tapi saat turun dari kamar nona, dia mendekati ku.
"Nona nangis mas"ucapnya setengah berbisik.
"Kenapa? Ada apa?"tanya ku heran.
"Sepertinya putus cinta. Tadi aku lihat bawa-bawa foto. Tak tawari makan juga ngga mau. Katanya nanti saja kalau lapar"ucapnya lagi.
"Ya sudah. Mungkin emang putus cinta. Bikin coklat hangat aja antar ke kamarnya dek. Coklat kan bisa mengurangi kesedihan"ucap ku mengingat kan.
"Itu kan buat ku mas. Belum tentu manjur buat nona"ucap Marni sambil memajukan bibirnya.
"Apa salahnya di coba dek. Kan gawat juga kalau sampai sakit hati gak terobati. Bisa bunuh diri"ucap ku menggoda nya.
"Hust! Ngomong apa kamu ini mas. Jangan ngawur! Ya udah tak bikin kan dulu"ucapnya lagi.
Aku kembali ke pos depan saat dia mulai sibuk membuat coklat panas untuk nona. Semoga saja resep istri ku itu bisa membantu kesedihan nya.
Saat malam menjelang, aku duduk di pos seorang diri. Marni datang membawa kan ku kopi seperti biasanya. Bedanya kali ini, dia menemani ku lebih lama karena nyonya tak ada. Tak jaih dari pos itu, ada sebuah kamar mungil. Memang kecil, namun sangat nyaman untuk kami. Di sanalah tempatku dan Marni tidur setiap hari nya. Biasanya aku akan masuk untuk tidur ketika akan menjelang pagi.
Marni duduk do sebelah ku setelah menyerahkan kopi dan ubi rebus.
"Mas. Tadi nona cerita. Katanya dia di putusin pacarnya. Tanpa alasan juga tanpa ketemu. Jadi cuma lewat hp gitu. Aneh ya!"ucap Marni memulai ceritanya.
"Biarkan saja dek! Toh itu bukam urusan kita. Takutnya malah kita di anggap lancang nanti kalau ikut menasehati"ucap ku kalem.
"Iya kang. Dia tadi malah nangis di pangkuan ku. Sudah seperti anak saja rasanya. Ya aku cuma bisa nenangin aja. Ngga berani kasih wejangan. Saat ku tinggal tadi, coklat hangatnya sudah habis dan alhamdulillah langsung tidur dia. Benar katamu mas. Mungkin resep patah hati itu hanya coklat"ucap Marni lagi sambil tertawa renyah
Aku hanya membalas nya dengan tawa saja. Memang lucu nya kebangetan istri ku ini. Lebih ke kampungan saja siech. Maklum lah! Dia perempuan. Jadi tentu pergaulan pun di batasi oleh orang tuanya bukan!
◇◇◇◇◇
Aku bangun subuh hari. Jujur saja aku tak dapat tidur semalaman. Entah apa yang aku pikirkan. Pukul 6 aku mendengar suara klakson mobil pak Joko. Ternyata tuan dan nyonya sudah pulang. Dengan tergopoh-gopoh ku buka gerbang besar itu. Mereka menyapa ku seperti biasa.
Setelah ku tutup kembali, aku pun kembali masuk ke pos. Marni sudah sibuk di dapur semenjak subuh tadi. Menyiapkan sarapan untuk nona pasti dan untuk kami juga.
Sambil duduk di pos, ku nikmati kopi yang sudah terhidang di meja posko. Tak lupa juga ada roti. Enaknya jika punya majikan baik. Mungkin itu juga yang membuat mereka ini sangat di hormati oleh siapapun yang mengenalnya.
"Mas. Ada kabar baik!"tiba-tiba ku dengar suara Marni di samping ku.
"Kamu ini ngagetin aja dek! Kabar apa kok kamu girang gitu?"tanya ku kemudian.
"Usulan tentang pembantu baru itu. Nyonya setuju. Secepatnya beliau ingin bertemu dengan Karti. Apalagi setelah aku bilang kalau Karti adalah orang kampung belakang yang masih saudara kita"ucapnya lagi bersemangat.
"Alhamdulillah kalau memang begitu. Lalu kapan nyonya mah bertemu?"tanya ku.
"Besok mas. Jadi aku mau langsung ngabari dek Karti ini. Sampean sarapan dulu sana! Udah siap di meja dapur"tambahnya lagi.
"Yawes. Cepat di kasih kabar. Aku tak makan dulu"ucap ku sambil beranjak dari duduk ku.
Ku tinggalkan Marni dengan kegirangan nya itu. Aku sebenarnya senang juga. Semoga saja semua berjalan tanpa halangan mengingat Karti mempunyai 2 balita yang masih kecil.
♤♤♤♤♤

Comentário do Livro (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes