logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

part 11

Aku sampai di depan rumah Eka. Rumah nya sangat lah besar untuk ukuran anak seperti ku. Walaupun tak sebesar rumah bu Joko. Aku memasuki halaman dengan pelan membawa sepeda ku.
Ku parkir sepeda ku tak jauh dari mobil Eka. Ku dengar sudah mulai ramai di dalam. Saat aku masuk, Eka menyambutku dengan hangat.
"Hai Tan! Ayo masuk! Jangan hanya berdiri di situ"ucapnya seraya menggandeng ku dan mengajak ku masuk.
Eka membawa ku ke tempat Dina berada. Aku bersyukur tak harus mencari keberadaan nya dalam acara ini. Karena aku bukan tipe anak yang sangat berani.
Aku memandang sekeliling. Sangat mewah acaranya hanya untuk sebuah syukuran kelulusan. Aku dan Dina duduk di atas bangku di sudut ruangan. Semua yang hadir mengenakan baju terbaiknya. Ku amati, hanya aku yang memakai baju paling jelek di antara semuanya.
"Din. Semua baju nya bagus-bagus ya!"ucap ku setengah berbisik di samping telinga Dina.
"Iya. Aku minder makanya aku duduk di sini. Itupun tadi Eka yang ajak masuk. Kalau ngga, aku bakalan nunggu sampek kamu dateng"jawabnya setengah berbisik pula.
Alunan musik pop terdengar jelas di seluruh ruangan. Banyak makanan yang tersaji di pinggir ruangan. Bahkan camilan dan kue pun tak kalah banyak.
Acara di mulai dengan do'a dari kakaknya Eka. Kemudian di ada acara potong tumpeng juga seperti ulang tahun. Aku sampai terkagum-kagum mengikuti proses acaranya.
Saat acara selesai, kami di persilahkan menikmati hidangan yang tersedia. Aku dan Dina berada di baris paling akhir saat mengambil makanan di meja. Aku malu sebenarnya. Tapi melihat teman-teman yang seolah biasa saja, aku pun berusaha membiasakan diri.
Aku memang tidak terbiasa menghadiri pesta. Seumur hidup ku selama ini, ini adalah kali pertama aku ke pesta. Ibu tak pernah sekalipun mengajak ku ke acara pesta apapun. Bahkan setiap ada kenduri, Sandi lah yang akan ikut selalu sedangkan aku kebagian jaga rumah.
Jadilah aku seorang pemalu sekarang di pesta ini. Aku seolah merasa asing. Dina mengambilkan aku beberapa camilan. Dia nampak sudah biasa menghadapi situasi seperti saat ini.
"Jangan kaget Tan! Beginilah kalau kita hadir di acara kenduri nikah maupun lainya. Kalau kita ngga ambil, ya kita ngga akan makan apa-apa. Aku tahu kamu belum pernah datang ke acara kenduri"bisiknya sesaat melihat kebingungan ku.
Akupun sedikit lebih tenang karena ternyata Dina tahu kegelisahan ku. Kami pun kembali duduk di sudut ruangan. Tak lama Eka datang.
"Hei kalian. Sudah coba kue buatan ibuku belum?"tanya nya riang.
"Ini kami lagi cobain Ka. Rasanya enak"jawab Dina kemudian.
"Syukurlah kalau kalian suka. Nanti ku bawakan buat orang rumah ya! Ibu ku suka sekali buat kue. Tapi ya itu, gak pernah mikir itu nanti abis apa ngga. Kan mubazir"kata Eka di sertai gelak tawa.
Aku dan Dina pun ikut tertawa mendengar ceritanya. Sepertinya, ibunya Eka memang sangat piawai dalam membuat kue. Contohnya saja hari ini dan kue bekal waktu itu. Sayangnya mungkin beliau tidak pernah berpikir bahwa makanan yang terbuang akan sangat sia-sia. Tapi jika ku dengar dari cerita Eka, ibu nya selalu membagi-bagikan bagi siapa saja yang mau memakannya.
Kami pun makan dengan riang. Kulihat anak lain makan tak ada yang habis. Seolah mereka mengambil makanan seperti tak pernah makan. Namun di akhir, malah banyak tersisa di piring mereka.
Aku dan Dina menghabiskan makanan kami. Ayah pernah berpesan, bahwa makanan itu rejeki. Jadi sebisa mungkin kami harus menghabiskan nya agar Allah tak mengurangi rejeki kita esok hari. Itulah ajaran ayahku. Makanya aku tadi mengambil secukupnya saja.
Saat semua rangkaian acara sudah pada penutup, kami pun masih di bawa kan bingkisan berupa camilan dalam plastik bening kecil. Sungguh mewah sekali buat ku.
Aku dan Dina sudah akan melangkah keluar rumah, namun tiba-tiba Eka menarik kami untuk masuk kembali ke dalam.
"Tunggu! Bukan kah aku ingin kalian mencicipi kue buatan ibuku tadi"ucapnya mencegah kami.
Kami pun di bawa masuk ke ruang makan saat teman-teman sudah pulang. Di sana sudah ada ibu nya Eka dan asisten rumah tangga nya.
"Ma. Kenalin! Ini Dina ini Tania"ucap Eka pada mamanya.
"Assalamu'alaikum tante!"sapa kami berdua seraya bergantian mencium tangan mama nya Eka.
"Wa'alaikum salam. Kalian sopan sekali. Ouw iya. Terima kasih sudah mau jadi teman nya Eka selama ini ya! Eka bilang kalian lebih baik dari teman-teman dia sebelumnya"ucap mama nya Eka pada kami
"Sama-sama tante. Eka juga sangat baik pada kami"ucapku.
"Ouw ya ma. Bingkisan yang tadi sudah Eka siapkan ada di mana?"tanya Eka.
"Tadi bukanya kamu taruh depan ya?"tanya mama nya Eka.
Eka pun berlari ke depan dan mencari-cari sesuatu. Aku dan Dina mendekat ke arah meja.
"Ada yang boleh kami bantu tante?"tanya ku pada mama nya Eka.
"Ngga perlu sayang. Ini sudah mau selesai kok"jawabnya.
Kamipun kemudian hanya membantu mengambilkan kardus-kardus saja. Tak berapa lama Eka pun datang dengan 2 tas besar berwarna merah.
"Ini untuk kalian. Masing-masing satu ya!"ucapnya sambil memberikan tas nya pada kami.
"Banyak banget Ka!"ucap kami hampir bersamaan.
"Mubazir kalau di sini"ucap Eka tanpa sungkan.
"Iya nak. Tante ini suka masak. Tapi ya itu, yang makan ngga ada"jawab mama Eka di sertai tawa ringan.
"Makasih banyak, Te. Maaf merepotkan!"ucap ku kemudian di iringi anggukan kepala Dina.
"Ah ngga papa. Ouw iya. Tante juga ada bolu. Tadi lupa tante mau keluarkan saking banyak nya. Kalian bawa sekalian ya. Yang buat tetangga sini sudah cukup semua soalnya"ucap mama Eka.
Kami belum sempat menjawab mama Eka sudah memasukan sebuah kardus besar ke dalam tas masing-masing dari kami. Kami pun akhirnya hanya mampu mengucapkan terima kasih berulang kali.
Kami pulang saat kami bertiga selesai bercengkrama di teras belakang rumah nya yang mewah. Bingkisan dari Eka banyak sekali. Sampai-sampai, keranjang ku tak lagi muat. Begitupun dengan milik Dina. Itupun masih hendak di tambahkan lagi oleh mama nya Dina jika kami tidak bilang sudah.
Ach, sungguh! Betapa enaknya jadi orang kayak. Aku memasuki halaman saat adzan ashar berkumandang. Ku lihat Sandi juga baru pulang karena aku melihat dia sedang menuju rumah dari kejauhan.
"Assalamu'alaikum"salam ku.
Tak lama, Sandi juga mengucapkan salam yang langsung di jawab oleh ibu. Aku masuk dengan tertatih karena banyaknya bawaan. Sandi yang melihat ku kepayahan, dengan sigap ikut membantu membawakan semua bingkisan itu.
"Wach, banyak sekali mbak!"ucap nya takjub saat membantu ku.
"Iya nich! Ulah mama nya Eka. Di suruh bawa semua"ucap ku sambil tersenyum.
"Kamu ke acara kondangan orang gak punya malu apa? Kayak orang ngga pernah makan aja! Bikin malu aja"kata ibu yang tiba-tiba muncul dari dapur.
Aku kaget mendengar ibu menghardik ku dengan kata-kata seperti itu. Aku ingin menjawab nya, namun seolah bibir ku hanya bisa terbuka tanpa mampu bersuara.
"Ini di kasih bu. Bukan minta. Tuan rumah yang maksa mbak"jawab Sandi tiba-tiba.
"Udah biarin aja mbak. Anggap aja ucapan ibu angin ribut"bisik Sandi menenangkan ku.
Ibu kembali ke dapur melanjutkan kegiatan nya. Aku dan Sandi membawa semua bingkisan dan segera menata di meja dapur.
"Kayaknya enak semua mbak"ucap Sandi bahagia.
"Mandi lah dulu! Kamu kan baru selesai olah raga. Setelah itu, puas-puaskan lah makan kue nya. Agar tidur mu juga nyenyak nanti malam"ucapku pada Sandi.
"Ok mbak"jawab Sandi dengan tingkah konyolnya.
Aku pun tersenyum melihat tingkahnya itu. Sandi berangkat ke kamar mandi. Aku melihat ibu memasak untuk makan malam. Niat hati ingin ku bantu, namun ku urungkan melihat kemarahan ibu barusan. Akhirnya ku putuskan masuk ke dalam kamar saja.
◇◇◇◇◇
Aku terbangun saat aku merasa di goncang oleh tangan seseorang. Saat membuka mata, ku lihat Sandi sudah ada di dekat ku.
"Bangun mbak! Sudah malam. Ayo makan dulu!"ajak nya.
"Iya. Jam berapa ini San?"tanya ku.
"Baru aja adzan maghrib mbak"ucapnya lagi.
Akupun terkejut mengetahui bahwa aku tertidur hingga maghrib. Sandi keluar kamar. Setelah menyisir rambut yang berantakan, akupun segera mengikutinya keluar kamar.
Aku sudah selesai mencuci wajah ku di kamar mandi. Ku lihat Sandi sedang duduk di meja dapur menantikan ku.
"Ayo makan mbak! Aku sudah lapar ini"ucap nya bersemangat.
"Ibu mana dek?"tanyaku saat tak ku lihat ibu di mana pun.
"Ibu keluar tadi ke tempat bu Lurah. Entah mau apa"ucapnya
Aku hanya manggut-manggut saja mendengar penjelasan Sandi. Kami makan bingkisan yang ku bawa dari rumah Eka tadi.
"Ibu tadi sudah makan dek?"tanyaku pada Sandi yang sedang lahap makan.
"Sudah. Tahu ngga mbak. Tadi ibu makan banyak lho. Makan bingkisan ini. Terus makan kue nya juga. Padahal tadi sempet bilang malu kan pas mbak pulang"ucap Sandi berapi-api.
"Masak. Berati ibu mau mencicipi makanan yang ku bawa dek?"kataku seolah tak percaya.
"Iya mbak. Masak Sandi bohong siech. Buat apa coba aku bohong!"ucap Sandi.
Aku tersenyum bahagia mendengar ucapan Sandi barusan. Entah kenapa rasa hati bahagia tahu ibu mau memakan makanan yang ku bawa.
Kami pun segera menghabiskan makan malam kami. Berdua saja. Hanya aku dan Sandi. Tanpa ibu.
♤♤♤♤♤

Comentário do Livro (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes