logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 10 Kehidupan Aninda

Kebahagiaan bukanlah hidup bergelimpangan harta, tapi hidup dilimpahi dengan kasih sayang dari mereka, orang tua kita. Kekayaan bukanlah tolak ukur kebahagiaan, bisa jadi kesederhanaan membuat kita bahagia. Siapa yang tahu....
Aninda sering bahkan terlalu sering ditinggal berdua dengan bi Ami. Ya bisa dikatakan dia haus akan kasih sayang orang tuanya. Dari kecil sudah terbiasa dengan kesendirian, kesepian bahkan kehampaan. Ya harus bagaimana lagi, dia anak satu-satunya alias putri tunggal di keluarga itu. Andaikan
mempunyai seorang Adik atau kakak pasti dirinya nggak akan kesepian seperti sekarang ini. Bukannya orang tuanya tidak mau memiliki anak lagi, tapi kondisinya sudah tak memungkinkan. Setelah melahirkan Aninda rahim sang mama harus diangkat, yang menyebabkannya tak bisa mengandung
lagi.Beruntungnya Aninda bisa memahami orang tuanya, bukan anak yang susah diatur bahkan memberontak.
Pagi harinya, Aninda berangkat ke sekolah. Oh ya, aku lupa mengatakan kalau disini Aninda merahasiakan tentang keluarganya. Marganya pun dia singkat, Aninda Putri W. Itulah
namanya. Tak tahu siapa dia yang sebenarnya bahkan kedua sahabatnya. Hal tersebut bahkan sangat didukung kedua orang tuanya, menjadi keluarga terpandang dan sukses membuatnya memiliki banyak musuh. Mereka takut, Aninda akan dilukai oleh saingan bisnis papanya.
Baiklah aku perkenalkan orang tua Aninda.
Hanzen Wirasya itulah nama papanya, pemilik perusahaan yang bernama A&W Company yang menduduki perusahaan nomor satu di dunia. Ini nomor satu di dunia loh bukan di Indonesia, bayangkan saja betapa kaya nya mereka. Dan mamanya adalah Dokter paling
hebat yang dimiliki oleh rumah sakit Wirasya Hospital. Mendengar namanya kalian pasti sudah tahu pemilik rumah sakit tersebut, ya itu milik orang tua Aninda. Putri Gabriellah Wirasya itulah namanya. Menjabat sebagai direktur rumah sakit, bukan karena dia yang punya namun memang kemampuannya
memumpuni. Jadi sekarang kita tahu kecerdasan yang dimiliki oleh Aninda berasal dari mana, ya dari sang mama. Itulah perkenalan dari orang tua Aninda.
Seperti biasanya Aninda tiba di sekolah sangat awal. Hanya satpam yang setia berdiri di depan gerbang.
"Pagi pak" sapa Aninda.
"Eh... Neng Aninda, selamat pagi" balas pak Edo.
"Pagi amat datangnya neng" sambung pak Edo.
"Udah terbiasa pak, saya masuk dulu ya pak" pamit Aninda.
Aninda memang ramah pada siapapun, itu yang membuatnya dikagumi oleh orang-orang. Setibanya di kelas dia duduk sambil menunggu kedatangan teman-temannya, tak terkecuali kedua sahabatnya. Waktupun bergulir, jam menunjukkan 06:30 satu persatu temannya
tiba.
"Eh... Aninda loe udah datang aja" ucap Mika.
"Hmm" balas Aninda.
"Cuek banget sih teman gue, kenapa nih" tanya Mika.
"Nggak kok, eh... Si Jasmien mana. Kok nggak bareng sama loe" ucap Aninda.
"Nggak tahu, gue chat nggak di respon. Masih tidur kali" balas Mika.
"Palingan 10 menit sebelum masuk dia datang" ucap Aninda.
Namun sampai jam pembelajaran pertama orang yang ditunggu tak kunjung datang...
"Mik... kok si Jasmien belum datang sih, ada yang nggak beres nih" ucap Aninda.
"Iya.. Ya, pulang sekolah nanti kita ke rumah nya" ucap Mika.
"Ok. Deh" balas Aninda.
Pembelajaran pun berlangsung seperti biasanya...
Pulang sekolah, mereka langsung ke rumah Jasmien.
"Permisi... Jasmien" ucap Mika.
"Eh... Non Mika, non Aninda mari masuk non" balas Mbak Rani.
"Jasmien nya ada bi" tanya Aninda.
"Ada kok non, non Jasmien lagi demam di kamarnya" balas Mbak Rani.
"Ya sudah, kami ke kamarnya ya mbak" ucap Mika.
Sesampai di kamar Jasmien...
"Jas... Loe bisa sakit juga ya" canda Mika.
"Loe kira gue mesin" ucap Jasmien kesal.
"Ya kali" balas Mika.
"Loe udah minum obat Jas" tanya Aninda.
"Akhirnya ada juga yang khawatirin gue... Udah kok" jawab Jasmien.
"Cepat sembuh dong Jas, nggak asik tahu nggak ada loe" ucap Mika.
"Besok gue udah boleh sekolah kok, tenang aja" balas Jasmien.
Waktupun berlalu begitu cepat...
"Eh... Udah sore nih kita pulang dulu ya Jas" ucap Aninda.
"Iya.. Ya baru nyadar gue" balas Jasmien.
"Loe masih mau tinggal Mik, gue duluan ya. Jemputan gue udah datang tuh" ucap Aninda.
"Gue mau nginap aja, malas di rumah" balas Mika.
"Ok deh, gue balik. Jangan kangen loe pada" narsis Aninda.
"Narsis banget mbaknya" ucap kedua sahabatnya.
Singkat cerita, Aninda sampai di rumahnya. Kalau kalian mau tahu, rumah Aninda itu sederhana. Nggak mencerminkan rumah pemilik perusahaan nomor satu di dunia. Rumahnya memang berlantai dua, ya tapi memang seperti itu rumah di perumahan elit ini. Kalian bayangkan saja sendiri...
Dua tahun telah berlalu, sekarang Aninda menduduki kelas XI SMA. Ya disinilah dimulai awal kisah Aninda dan teman-temannya serta persahabatannya dengan Diandra. Iya Aninda tidak satu sekolah dengan kedua sahabatnya, karena kedua sahabatnya melajutkan studinya ke luar negeri. Namun meski terpisah jarak dan waktu komunikasi mereka masih tetap terjalin.
Back To
Aninda menyeka air mata yang terjatuh dipipinya. Kenangan yang begitu manis namun menyimpan sejuta luka. Kebersamaan orang tua yang tak mungkin terulang lagi.
"Kenapa sesesak ini ya Allah, apa aku sanggup" pilu Aninda.
"Orang tua, teman-teman semuanya pergi meninggalkanku sekarang aku sendiri di dunia ini. Aku harus apa" batin Aninda.
"Ketika hati tak lagi merasakan sakit itu berarti kita tak lagi hidup di dunia ini. Ketika perasaan hampa ataupun resah, hendaknya kita mengambil air wudhu lalu membaca ayat suci Al-Qur'an. Ya Al-Qur'an kitab suci yang di turunkan kepada nabi Muhammad Saw untuk diajarkan kepada ummatnya. Ayat-ayat yang mengandung obat dikala hati suka maupun duka. Jadi ketika tak lagi tahu harus apa, hendaklah membaca Al-Qur'an menjadi pilihan tetakhir kita" ucap Ustazah Humaerah.
"Eh... Ustazah udah dari tadi disini" tanya Aninda.
"Kamu lagi mikirin apa nak, dari tadi Ustazah perhatikan melamun aja" tanya Ustazah Humaerah.
"Hmm... Nggak kok Ustazah" bohong Aninda.
"Dari pada melamun, mending ikut Ustazah mengaji" ajak Ustazah Humaerah.
"Baik Ustazah" ucap Aninda.
Mereka pun mengaji bersama, tanpa sadar Aninda pun melupakan dukanya.
"Benar ya Ustazah, kalau kita mencurahkan segalanya lewat membaca Al-Qur'an hati kita jadi lega. Makasih ya Ustazah, mau menuntun Aninda dengan sabar" ucap Aninda.
"Sama-sama nak, lain kali jangan melamun lagi ya" ucap Ustazah Humaerah.
"Iya Ustazah" ucap Aninda.
"Ya sudah, kamu tidur sana. Udah malam" ucap Ustazah Humaerah.
"Baiklah Ustazah, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" pamit Aninda.
"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh" balas Ustazah Humaerah.
Setelah Aninda pergi....
"Semoga kamu dapat mengikhlaskan kepergian orang tuamu nak" bisik Ustazah Humaerah.
Di kamar....
"Ya aku harus bisa bangkit, kasihan Ayah sama Bunda kalau aku selalu sedih. Bismillah... Aku ikhlas ya Allah, tolong jaga dan berikan tempat terindah untuk mereka. Sebagai balasan telah merawat dan membesarkan aku selama ini" bisik Aninda.
Ya hidup harus terus berjalan walau berat sekalipun. Jangan berdiam diri berkubang dengan masa lalu yang indah namun menyesakkan. Jadikan masa lalu sebagai pembelajaran untuk menjalani masa kini agar tidak menghancurkan masa depan kita nantinya. Nggak peduli betapa pahitnya masa lalu kita, karena semua orang punya kisah mereka sendiri. Setiap insan melukiskan cerita-cerita yang berbeda, namun penuh dengan pembelajaran. Kesengsaraan, kegilaan, ketamakan, bahkan kehancuran adalah pembelajaran yang begitu menyesakkan dada. Namun ketulusan, kasih sayang bahkan kebahagiaan adalah pembelajaran hidup. Satu kata untuk itu, 'belajar dari masa lalu perbaiki masa kini agar tak menghancurkan masa depanmu'.

Comentário do Livro (313)

  • avatar
    RintilAs

    baik

    4d

      0
  • avatar
    InnaMutmainna

    bagus

    7d

      0
  • avatar
    MlIkok

    bagus

    10d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes