logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 Menjadi tak Berguna

Hari ini, gadis kecil itu bermain sepeda berkeliling di halaman rumah menunggu adzan. Adzan Dzuhur dikumandangkan, ia berlari dengan senang mencari bu Misa.
"Bun, Bundaa udah adzan." teriakan gadis kecil itu membuat beberapa ibu-ibu yang sedang memilih sayuran memperhatikannya.
"Ini masih Dzuhur Nak. haduh, ahaha. Ada ada aja emang anak ini." cetus Bu Ratna sembari memberikan uang kepada mang Aeng, lalu berpamitan pulang kepada ibu-ibu yang masih memilih sayuran.
Bu Misa dan Nek Wini hanya melongo melihat kelakuan anak sekaligus cucunya itu.
"Mis, kamu bilang ke dia bisa berbuka puasa setelah adzan?" tanya Nek Wini sembari memilih kangkung digerobak sayuran mang Aeng.
"Hehe, iya mah. Kayanya setiap adzan dia bakalan buka puasa," ucap Bu Misa sembari memilih bawang putih.
"Ya sudah, di meja bekas sahur tadi ada rendang Ayam." tutur Nek Wini, lalu kembali memilih nugget.
Gadis kecil itu makan dengan sangat lahap, ia salah mengartikan dan bu Misa juga kurang dalam menjelaskan tentang puasa. Tapi hal itu dihiraukan oleh Bu Misa, karena anaknya masih terlalu Balita jika harus dipaksa puasa sampai Adzan Maghrib.
"Besok puasanya adzan ke-dua ya, kalo kamu udah 6 tahun puasa sampai Adzan ke-tiga." ucap Bu Misa memberi pengarahan ke anaknya.
"Kenapa enggak adzan kesatu aja Bun?" tanya gadis kecil itu.
"Kalo Adzan ke satu itu buat sahur sayang," ucap Bu Misa menyuapi anaknya.
"Bunda ga laper, liat aku makan?" tanya gadis kecil itu kepada ibunya.
"Engga, ayo habisin makanya. Bunda mau bantuin Nenek masak untuk buka puasa." ucap Bu Misa.
Bulan Ramadhan sudah berakhir. Pak Liam kembali bekerja meninggalkan anak dan istrinya. Siang itu Rifana datang mengajak gadis kecil itu bermain, Rifana adalah cucu ke 3 anak dari adik pak Liam, saat bermain boneka Barbie Rifana meminta makan kepada Nenek, tanpa gugup sedikit pun. setelah makanan Rina habis, gadis kecil itu mendengar percakapan Neneknya ditelepon.
"Rifana gapunya malu banget, makannya nambah terus. Bahan makanan Mamah bisa-bisa bakalan habis untuk Minggu depan!" cetus Nek Wini kepada putri Sulungnya yang sekarang sudah berbeda rumah.
"Hehehe. gapapa lah Mah, maklum saja. Anak itu masih kecil belum punya pikiran yang luas. Nanti aku transfer ya untuk kebutuhan mamah," balas putri Sulungnya.
Mendengar percakapan Neneknya. Gadis kecil ini canggung jika meminta makan ke Nenek, padahal ia tinggal bersama Nenek. Tidak seperti Rina yang tidak serumah dengannya. Jadi jika ia merasa lapar, ia hanya menunggu Ayah nya pulang membawa makanan.
"Bun, Ayah kapan pulang?" tanya gadis kecil itu mencubit perutnya supaya tidak terdengar suara karena menahan lapar.
"Ayah sebentar lagi pulang Nak, memangnya kenapa?" tutur Bu Misa kembali bertanya kepada putrinya.
Gadis kecil itu hanya menggelengkan kepala, dan berkata "kangen aja, Bund." ucapnya sembari memindahkan channel televisi.
Ia berbohong, Gadis kecil ini kelaparan. Sekedar ingin meminta makan pun takut diadukan oleh Neneknya, seperti Siang tadi. Bahkan pak Liam saja canggung jika meminta makan kepada ibunya sendiri, pak Liam membawa dua kotak martabak telor, satu untuk keluarga kecilnya, dan satu lagi untuk kedua orangtuanya.
"Ayah udah pulaaaang, Ayah bawa apa?" Gadis kecil itu menghampiri Ayahnya dengan senang.
"Tadaaa..." memberikan satu kotak martabak telor kepada anaknya.
"Asik makan. kenapa satu yah? satu lagi buat siapa?" tanya gadis kecil itu kepada ayahnya.
"Kalo yang ini, buat Nenek Ayah." ucap pak Liam.
"Ayah, mending pake nasi yuk makannya," ucap gadis kecil itu, karena jika dicampur nasi ia akan kenyang.
"Boleh, Ayah ambil nasi dulu ya." tutur pak Liam sembari pergi ke dapur mengambil nasi di mejikom.
"Li, kamu bukannya mau pindah ke rumah Buyut?" tanya Nek Wini kepada anak keduanya.
"Iya Mah, Liam beberapa hari lagi pindah kesana," jawab Pak Liam.
"Memangnya istri kamu bakal betah disana? dsini aja jarang beresin rumah, pasti gaakan betah." cetus Nek Wini pergi meninggalkan Pak Liam di dapur.
Setelah kurang lebih 3 bulan tinggal dirumah ibu pak Liam, mereka membereskan pakaiannya ke dalam tas, karena akan pindah kerumah Buyut sekaligus merawatnya.
"Disini aja gak betah, apalagi pindah kesana." cetus Nek Wini.
"Bun, kenapa kita pindah lagi Bun?," melihat bu Misa membereskan semua pakaian yang ada dilemari.
"Kita bakal tinggal dirumah Nenek Buyut," tutur Bu Misa menanggapi pertanyaan anaknya.
"Nenek Buyut, siapa lagi Bun?" ucap gadis kecil itu yang kembali bertanya kepada ibunya.
"Neneknya Ayah sayang." balas Bu Misa.
"Horeee, kita ketemu Nenek Buyut, Ayah keluarganya banyak ya Bun." ucap gadis itu sembari berjingkrak - jingkrak kesenangan.
"Alhamdulillah kita banyak yang sayang, Nak." mengelus kepada anaknya yang dibalut hijab biru laut.
"Rumahnya jauh ngga Bun?" tanya gadis kecil itu karena ia takut jika harus memakai angkutan umum, takut muntah.
"Deket ko, ayo berangkat," ucap Bu Misa membenarkan kerudung gadis kecil itu.
Mereka berpamitan kepada ibu pak Liam, dan dibawakan bahan makanan untuk sementara tinggal disana oleh Nek Wini.
"Makasih mah, Assalamualaikum." ucap pak Liam berpamitan kepada Ibunya.
"Hati-hati." dua kata yang terucap dibibir ibu pak Liam untuk Anak dan menantunya.
Sesampainya di rumah Nenek Buyut, mereka hanya melongo karena rumah itu sudah sangat suram. Setelah kematian Kakek Buyut, bu Misa mempermak setiap ruangan rumah itu agar terlihat rapih dan menarik untuk dipandang.
"Mas, kayanya kita harus nge-renovasi rumah ini deh," ucap Bu Misa karena melihat atap rumah yang tak layak jika terus dibiarkan.
"Tapi kamu kan tau, uang gajihan ku tidak cukup." memperlihatkan dompetnya yang tersisa 4 lembaran 50ribu kepada istrinya.
"Yang ada aja mas, kita bisa mulai ini dari atapnya dulu, dan membeli batu bata untuk nambahin ngeganti dindingnya."
"Kalo rumah ini di rombak, kita tinggal dimana?" tanya pak Liam kepada istrinya.
"Mas, rumah ini kan ada dua. Untuk sementara kita rombak dulu rumah Nenek Buyut, setelah itu rumah bagian kita. Dan untuk sementara waktu juga, Nenek Buyut tinggal dirumah yang satunya bersama kita." ucap Bu Misa memperjelas maksudnya.
"Kamu bener juga, yaudah nanti kita bicarakan mengenai rumah ini ke Nenek Buyut. Sekarang aku mau siap-siap ke masjid dulu," ucap pak Liam mencari sarung nya di lemari
"Iya mas, hati-hati ya." ucap Bu Misa dan memberikan tangan ke suaminya.
"Heh, haram" cetus pak Liam kepada istrinya yang mau mencium tangannya.
"Ih mas kan udah nikah halal lah." tegas Bu Misa
"kan mau shalat ke masjid." cetus pak Liam, lalu pergi meninggalkan Bu Misa.
Bu Misa hanya tersenyum melihat tingkah suaminya itu, karena ia masih sama seperti dulu sebelum datang putrinya.
Besoknya, Kebetulan sekarang musim buah rambutan, Nenek Buyut mengajak Gadis kecil itu untuk memulung beberapa buah rambutan yang berjatuhan ke tanah.
"Segini Nek?" memperlihatkan isi kresek yang didalamnya ada 10 buah rambutan kepada Nenek Buyut.
"Itu masih ada banyak nyi berserakan, ayo ambil lagi. Liat nih nenek dapet dua kresek gede," tutur Nenek Buyut yang melakukan hal yang sama seperti cucunya itu.
Iya panggilan "Nyi/Nyai" adalah panggilan untuk perempuan jika di suku Sunda, kalo laki laki panggilan nya "Jang/Ujang".
Disisi lain, bu Misa sedang memasak sayur sop dengan tambahan potongan jagung manis kesukaan anaknya. Menurut bu Misa, hal ini membuat ia merindukan rumah Abah Iyat selaku Bapaknya, karena terbilang sangat sederhana, dan makan pun seadanya. Untungnya bahan persediaan dari Mertuanya itu masih ada untuk dikonsumsi satu Minggu an.
"Buyut, mari makan dulu. Saya sudah menyiapkan sayur sop baso jagung,"
"Asiik, ada jagungnya Bun?" tanya gadis kecil itu kepada ibunya.
"Aduhh, gigi Nenek tidak kuat memakan jagung," ucap Nene sembari memperlihatkan giginya atas bawah yang tinggal tersisa 6.
"Gapapa nek, Aku bisa habisin jagungnya ko, iya kan Bun?" tutur gadis kecil itu kepada Nenek Buyut, agar semua jagung menjadi miliknya.
"Hehe, iya Nak," ucap Bu Misa.
Mereka menaruh kresek yang berisi buah rambutan itu dan menyimpanya di pojok luar rumah dekat kursi tua, lalu mengambil makanan yang sudah di siapkan.
"Makanan buatan Bunda enak ga Nek Buyut?" tanya gadis kecil itu kepada Nenek Buyut yang lahap memakan sop buatan Bu Misa.
"Enak, bundamu pintar masak ya Nak," ucap Nenek Buyut memuji masakan Bu Misa.
"Engga ko nek, saya hanya mengetahui bumbu itu saja, yang lain nya saya belum belajar," ucap Bu Misa sembari salah tingkah.
"Si Liam, pulang kerja nya kapan? bukanya kalian mau merombak rumah ini?" sembari masih mengunyah nasi didalam mulutnya itu.
"Mas Liam pulang kemungkinan malem Nek, soalnya tadi ngirim pesan ke saya dia lembur di pabriknya" balas Bu Misa sembari menaruh centong nasi ke tempat asalnya.
"Ohh,, begitu ya. Yasudah gapapa, untuk merombak rumah ini, Nenek setuju saja, mau dimulai dari yang mana Mis?" tanya Nenek Buyut kepada Bu Misa.
"Kalo saya maunya dari atap dulu aja Nek, biar kalo waktu hujan ga banjir karena atapnya bocor," ucapnya Bu Misa.
"Iya kamu bener, yaudah besok kamu suruh si Liam beli atap buat rumah sama batu-bata buat nambahin dinding yang bolong." ucap nenek sembari menunjuk pojok ruang tamu yang sudah bolong digerogoti rayap.
"Iya nek" mengambil piring-piring kotor untuk di cuci dan disimpan ketempat asalnya.
"Masalah uang, kalo ada yang kurang bisa Nenek bantu. Kamu gausah khawatir lagi Mis," ucap Nenek, karena melihat raih wajah Bu Misa yang sedikit ragu untuk merombak rumah itu.
"Alhamdulillah, makasih ya Nek. Tadinya saya ragu mau berniat merombak rumah, karena melihat gaji bulanan mas Liam pendapatannya 400ribu perbulan," ucap Bu Misa menahan Air mata yang akan keluar di pipinya.

Comentário do Livro (139)

  • avatar
    NurNur mujizatin

    baguss👍🏻👍🏻

    18d

      0
  • avatar
    RiadyAgung

    Good

    24d

      0
  • avatar
    IshaqMaulana

    bagus video nya

    15/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes