logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

It's Love

It's Love

Liaaprilia


Capítulo 1 Bodoh

Masa putih abu seharusnya menjadi waktu belajar untuk beralih dari fase remaja ke dewasa, namun teori itu tidak berpengaruh pada kehidupanku. Faktor intern membuatku dewasa lebih dini. 2 tahun telah berlalu sepeninggal papa, satu - satunya orang yang sayang dan peduli sama aku. Namun sikap mama dan kakak laki - laki ku urung juga berubah. Mereka tetap saja dingin dan bersifat tak acuh padaku.
Hari itu cuaca mendung. Sangat mendukung dengan perasaanku yang tengah meredup. Sarapan monoton seperti biasa. Hanya aku seorang diri, karena kak Randy masih saja sibuk dengan pekerjaannya yang hanya berkutat pada pembuatan video game saja. Sedang mama sudah beranjak dari rumah sejak pagi - pagi buta untuk bekerja.
"Non Dinda, mobilnya sudah siap." Ucap kang Darsih membuyarkan lamunanku, bahkan sebelum aku sempat menyantap sarapanku.
"Iya kang, sebentar." Balasku lirih. Mengambil roti di piringku kemudian membawanya masuk ke mobil.
Perjalanan yang begitu hening nan syahdu, namun sangat berarti bagiku karna ada kang Darsih. Ya tentu saja karna lelaki tengah baya itu selalu bisa memahamiku di berbagai situasi.
SMA Wijaya sudah di depan mata, aku pun mulai berangsur. Menyusuri beberapa kelas dan akhirnya berakhir pada sebuah bangku di dalam kelas XII Ipa 2.
"Hai din gimana? Nanti malam lo ambil lagi kan?". Ucap Sherly ketika aku baru saja duduk di sampingnya.
"Ya iyalah." Balasku seadanya.
Yang kami perbincangkan adalah Narkoba. Barang haram itu setahun terakhir menjadi nyawa bagi kehidupanku. Aku mengenal barang haram itu dari Sherly, sahabatku sejak duduk di kelas XI dan juga Dandy pacarku.
Awalnya aku hanya mengusir rasa penasaranku dengan mencobanya sedikit, saat Sherly berkata padaku hidup dengan narkoba lebih menyenangkan. Karena semua beban bisa hilang dengan efek melayang yang sangat memabukkan. Dan akhirnya aku ketagihan dan berlanjut sampai sekarang.
Benar saja setelah mengkonsumsi barang haram itu, kehidupanku menjadi lebih berwarna. Perasaan melayang menjadi nikmat tersendiri bagiku.
"Selamat pagi". Sapa bu Ida tiba - tiba. Aku tersentak kemudian membenarkan posisi dudukku.
"Pagi". Balas seisi ruangan kompak. Setelah diawali dengan doa, pelajaranpun dimulai. Kemudian terdengar ketukan pintu beberapa kali. Seorang lelaki bertubuh atletis tengah berdiri di depan pintu menunggu ijin masuk dari bu Ida.
"Ya, silakan masuk." Ucap bu Ida. Lelaki berkulit putih itu kemudian melangkah mendekat pada bu Ida, dan akhirnya angkat bicara.
"Maaf bu, saya terlambat." Pekik Dandy lirih. Matanya memerah, dan suaranya agak berat.
"Ya, duduklah." ijin bu Ida. Beliau adalah guru paling baik diantara guru yang lainnya. Tak ayal membuat hampir seluruh siswa SMA Wijaya segan terhadap beliau.
Seharusnya memang begitu kan?. Orang besar yang sesungguhnya adalah bagi mereka yang dihormati dan disegani. Bukan yang ditakuti. Dan menurutku, bu Ida termasuk dalam salah satu orang besar tersebut. Sifatnya yang ramah dan baik membuat semua murid nyaman tanpa ada pengecualian atau perbedaan.
Pelajaran di mulai kembali, tapi tatapanku masih terfokus pada Dandy. Kurasa ada yang tidak beres dengannya.
"Buka halaman 67. Lalu kerjakan soal nomer 1-5. Sambil ibu bagikan hasil ulangan kemarin." Perintah bu Ida.
"Dandy, bantu ibu membagikannya." Lanjut beliau sekali lagi.
Dandy hanya mengangguk. Seraya menghambur ke arah bu Ida, mengambil hasil ulangan kami, kemudian berkeliling untuk membagikannya.
"Lo tadi pakai lagi ya?". Bisikku pada Dandy ketika dia tepat berada di depanku.
"Udah, lo liat aja nih hasil ulangan lo!". Cegahnya padaku. Aku hanya diam, dan mulai menuruti kata - katanya.
"Dapet berapa lo din?". Tanya Sherly padaku.
"80". Jawabku seadanya.
Pelajaran dimulai kembali, tapi mataku masih terfokus pada Dandy. Tingkahnya yang aneh membuat rasa cemasku semakin berkobar. Dia masih diam dan terlihat lemas. Biasanya dia sering menggodaku ataupun Sherly disaat pelajaran seperti ini. Tapi tidak untuk saat ini, gelagatnya membuat aku sukses besar menjadi penasaran.
7 jam telah berlalu. Bel tanda pulang sekolah akhirnya berdenting. Dan dandy pun langsung berhambur keluar sebelum aku berhasil menemuinya.
"Ayo pulang! eh gue tunggu lo nanti malem." Ucap Sherly saat melangkah melewati samping bangkuku.
"Iya gue tau". Balasku singkat. Aku langsung mengikuti langkah kakinya dari belakang.
Sesampainya dirumah, aku langsung bercengkerama dengan kasurku untuk sekedar memejamkan mata.
Tak terasa hari mulai berangsur malam, aku tersentak ketika ponselku bergetar. Terlebih ketika aku melihat nama yang ada di layar ponselku adalah Reno. Adik Dandy, aku langsung mengangkatnya untuk mengusir rasa penasaranku.
"Halo". Ucapku.
"Dinda? lo harus kesini sekarang Din, ini penting. Gue tunggu lo di RS. Bunda di ruang ICU." Jelasnya.
"Iya..tapi ken,...". Pertanyaanku terpotong karena Reno terburu untuk menutupnya.
Aku langsung menyambar mobil dan langsung pergi ke tempat yang di maksud Reno.
Ternyata Reno tengah terduduk di depan ruang ICU dengan ekspresi tegang. Aku semakin mempercepat laju langkahku dan bergegas menemui Reno.
"Kenapa Ren?". Tanyaku penasaran dengan nafas agak tersengal.
Reno menghela nafas panjang dengan sedikit mengerjapkan matanya.
"Dandy OD din." Akhirnya mulutnya mengeluarkan kata - kata.
DEGGGGG
Aku terdiam sejenak, mendengar penjelasan singkat dari Reno yang teramat pahit itu.
"Kenapa? kenapa harus dia yang kena OD?". Tanyaku dengan diiringi cairan bening yang keluar dari puting mataku yang kian membanjir.
"Kemarin dia kena marah sama papa, karena dia nggak mau kuliah. Papa marah besar dan akhirnya nampar dia. Papa selalu ngebandingin Dandy sama gue. Dan akhirnya Dandy pesta narkoba semalaman, tadi sepulang sekokah dia juga minum minuman keras. Awalnya dia manggil gue, dia marah sama gue dan dia cerita semua uneg - uneg dia ke gue, setelah dia diem gue kira dia udah bener - bener selesai dan gue tinggalin dia supaya dia bisa nenangin diri, tapi gue salah. waktu gue liat dia dari celah pintu kamarnya, ternyata dia udah terkapar nggak sadar gitu aja." Lanjut Reno menjelaskan.
Skali lagi aku terdiam. Fikiranku melayang jauh entah membayangkan apa.
Mataku membulat. Entah bagaimana tapi aku merasa menjadi pacar abal - abl bagi Dandy, aku hanya ada di tengah kebahagiaannya. Tanpa aku sadari bagaimana dia sebenarnya.
Rasa bersalah terus terngiang - ngiang di kepalaku, sampai otakku tak dapat berfikir jernih. Tubuhku lemas, sampai akhirnya aku terkulai di lantai.
"Keluarga saudara Dandy." Panggil dokter.
"Iya, saya." Sahut Reno sembari berlari menghampiri dokter.
"Maaf, saudara Dandy...". Kata dokter terputus.
"Dandy kenapa dok?". Tanya Reno penuh rasa cemas.
"Saudara Dandy tidak dapat kami selamatkan." Jelas dokter sedikit berat.
Reno terdiam, dan matanya mulai berkaca - kaca. Aku yang sedari tadi hanya mendengar percakapan mereka dari kejauhan, langsung memaksakan diri masuk ke dalam ruangan.
Dandy sudah terbujur kaku di pembaringan. Aku masih terdiam dan memandanginya untuk yang terakhir kali.
"Kenapa? kenapa lo nggak pernah cerita tentang kesedihan lo ke gue? kenapa lo harus ninggalin gue?". Ucapku tersengal dan mencoba mengatur nafas.
"Udah Din". Tegur Reno dari belakang.
Aku hanya menggeleng, kemudian memeluknya. Reno mengusap pelan kepalaku, dan akhirnya aku bisa mendapat sedikit ketenangan darinya.
Acara pemakaman berlangsung dengan khidmad dan penuh haru.
Keesokan harinya, sekolah digemparkan dengan berita meninggalnya Dandy karena over dosis. Sekolah juga turut serta mengadakan tes urine untuk para siswa.
Aku tertegun, rasa takut mulai menggerogoti perasaanku. Satu persatu siswa mulai diperiksa. Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhku. Dan aku mulai mencoba tenang dengan mengatur nafasku yang saling memburu.
Kini giliranku untuk diperiksa. Fikiranku mulai kacau dan rasa takutku mulai memuncak. Wajahku pucat dan tubuhku lemas. Aku dan beberapa siswa lainnya dipanggil ke kantor.
Dan benar saja, kami yang di panggil ke kantor adalah siswa yang hasil tesnya positive mengkonsumsi narkoba.
"Dinda, ibu nggak nyangka kalau kamu ternyata...". Tukas bu Ida terputus karena air matanya sudah tak dapat di bendung.
"Maaf". Ucapku lirih dengan kepala tertunduk.
"Siapa? siapa yang mengajari kamu mengkonsumsi barang haram itu? kamu itu anak yang cerdas, nggak mungkin kamu ngelakuin hal bodoh ini". Lanjut bu Ida.
"Sherly dan Dandy". Balasku seadanya.
"Sherly? kamu yakin? tapi hasil tes dia negatif". Pekik bu Ida kemudian pergi entah kemana.
Tak lama bu Ida muncul kembali. Disusul dengan Sherly di belakangnya.
"Sherly apa benar kamu yang mengajari Dinda mengkonsumsi barang haram itu?". Bu Ida menegaskan.
"Enggak bu. Dia bohong". Bual Sherly.
"Sherly...kenapa? kenapa lo bohong? bukannya lo yang ngajarin gue? elo yang ngenalin gue sama barang haram itu". Ucapku membela diri.
"Oke. Ya itu bener bu. Waktu itu saya yang mempengaruhi Dinda buat ngonsumsi barang itu. Saya hanya membual, karena saya ingin menghancurkan Dinda. Dia yang udah membuat saya selalu di bawah dia. Saya selalu mendapat peringkat ke 2 setelah dia. Semenjak kami masuk kelas akselerasi, dia jadi rival berat buat saya. Dan karena itu saya harus menghancurkan dia." Jelas Sherly santai.
Aku terdiam, dan hanya mampu menelan ludah. Menatap mata Sherly yang berbinar penuh kemenangan dan seringaian senyum liciknya. Aku tak menyangka dia bisa berbuat sejahat ini. Dia terlalu manipulatif dari apa yang aku pikirkan. Atau aku yang terlalu bodoh untuk dikelabui. Sial.
Akhirnya orang tua kami di panggil dan kami di introgasi satu persatu oleh kepala sekolah kenapa kami bisa mengkonsumsi barang haram itu. Dan mayoritas alasan kami adalah karena kami kurang kasih sayang.
Mama dan kak Randy sontak memelukku dan meminta maaf. Begitu juga dengan siswa lain.
Kami dikeluarkan dari sekolah. Setelah itu aku harus masuk pusat rehabilitasi. Barang haram itu sukses besar menghancurkan kehidupanku. Semua cita - cita dan rencana yang sudah aku susun hilang mengudara. Kini duniaku luluh lantah tak bersisa.
Hari - hari berat aku lewati di pusat rehabilitasi. Dari mulai menggigil hebat sampai gemertakan menahan kengiluan di setiap inch tulangku. Tapi Reno, Mama dan kak Randy senantiasa berada di sampingku dan mensuportku dari belakang. Aku dan Reno pun semakin dekat. Ada cinta yang berbalut rasa nyaman yang diam - diam menyusup walaupun aku sempat berkelit dengan perasaanku sendiri karena Reno adalah adik Dandy. Tapi perasaanku menolak untuk berbohong.
Hingga saat itu tiba. Tepat di hari kasih sayang itu, Reno mengajakku ke sebuah ruangan dengan tebaran lilin berbentuk hati. Dan juga mawar yang bertebaran berbentuk hati kecil.
Reno berlutut dan seketika berkata 'I Love You Dinda'. Mataku terbelalak. Aku pun tersipu malu, membandingkan Dandy dan Reno mengungkapkan cinta dengan cara yang sangat berbeda. Dandy yang secara blak - blakan langsung mengungkapkan cintanya di taman sekolah dan reno dengan romantis menyusun butiran lilin. Tapi aku segera sadar bahwa mereka adalah 2 insan yang berbeda.
Akhirnya masa rehabilitasi ku berakhir. Aku harus memulai kehidupan yang baru. Mulai dengan home schooling misalnya. Impian itu harus tetap aku kejar, meskipun akan jauh lebih susah. Tapi sebagai manusia tetap harus berusaha sembari berdoa kan?.
Dunia tetap berjalan meskipun duniaku sempat runtuh. Jadi bagaimanapun juga aku harus menopangnya kembali. Duniaku harus kembali meskipun ada banyak luka yang harus ditutupi.
Semua tampak indah jika berjalan normal, dan semua ini nggak akan pernah terjadi kalau Mama, Reno dan Kak Randy nggak ngasih support ke aku. Narkoba itu crime without victim. Karena korban adalah pelakunya. Jadi kita harus bergelut dengan diri kita sendiri untuk mengakhiri rasa ketergantungan itu. Ya, semua berakhir bahagia karena kasih sayang. Dan semoga ini hanya terjadi padaku tidak untuk anak cucuku kelak.
End

Comentário do Livro (62)

  • avatar
    AhmadHisyam

    apakah bisa menghasilkan diamond

    6d

      0
  • avatar
    syafiqAiman

    good

    06/07

      0
  • avatar
    Aris Radex

    Sangat menyukai

    01/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes