logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 26

"Lisha..." Suara lembut serta rasa dingin yang menyerang pipiku membuatku akhirnya bangun dan menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Kami masih berada dalam mobil.
"Nih, makan ice cream. Kamu juga belum makan kan?" Aku hanya menerima ice cream itu dalam diam dan memakannya. Tak pasti jam berapa tapi aku merasa sangat kelaparan, dan tubuhku menggigil. Mungkin karena cuaca atau aku yang masih merasa ketakutan seperti tadi, tapi tubuhku menggigil dan sekarang makan ice cream yang dingin.
Aku langsung menyandarkan kepalaku di dada Ayden. Dia mengelus kepalaku, aku masih merasa kedinginan.
"Dingin."
"Bangun sini." Aku bangun, dan langsung memeluk Ayden. Rasanya lebih baik dari tadi.
"Aku mohon, kamu bisa kerja sama. Kita nggak bisa gini terus Lisha. Kita juga harus sekolah, kamu kan harus fokus ujian nasional bentar lagi." Nyatanya ice cream lebih enak dari ocehan Ayden. Aku tak menghiraukan dirinya dan terus menjilati ice cream masih duduk di pangkuan Ayden yang memelukku.
"Jangan pergi tempat tadi lagi. Aku takut."
"Itu tempat yang paling aman Lisha. Tempatnya jauh, jadi nggak akan ada yang tahu. Kalau dekat-dekat sini pasti ketahuan. Kamu harusnya bisa mikir kesana. Jangan kekanakan!"
"Aku masih anak-anak!" jawabku tak mau kalah. Usiaku belum 17 tahun artinya usia belum legal untuk melakukan sesuatu, semuanya harus di bawah pengawasan orang tua. Walau bagiku aku tak punya orang tua. Memikirkan para iblis itu membuatku semakin pusing.
"Nah tuh tahu. Kamu masih anak-anak nggak pantas punya anak. Aku cari cara lain, kamu harus nurut jadi anak pintar. Demi kebaikan kamu, demi kebaikan kita." Aku hanya diam. Dan meletakan stik ice cream dalam kantong tadi. Ayden sudah membeli makanan dan akhirnya kami makan dalam mobil dengan Ayden yang mengambil kardus dari mana hingga bisa diletakkan di atas mobil dan kami makan.
Nasi kari dan ayam. Aku yang biasanya susah makan semenjak hamil mendadak jadi banyak makan. Bukan masalah hari ini lebih berat daripada harus memanjakan diri.
💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸
Ayden membawaku ke sebuah bukit tinggi dengan pemandangan yang luar biasa indah. Benar, mainku kurang jauh. Bahkan tempat-tempat seperti ini aku tidak tahu. Sweater kesayangan tidak mampu menahan dingin ketika angin bertiup.
Aku dan duduk berjongkok di pinggir jalan sambil melihat berbagai keindahan alam yang terbentang luas sepanjang mata memandang.
"Atau kamu mau makan nanas muda? Nggak yakin sih tapi kita coba aja." Ayden memijit kepalanya dengan dua jari yang mengapit rokok. Padahal aku pernah baca asap rokok tidak bagus untuk ibu hamil. Ya Tuhan, Delisha menjadi ibu hamil! Aku masih belum percaya kenyataan ini.
"Nanti kita beli nanas muda ya." Aku hanya diam. Entah kenapa, hatiku begitu yakin mau usaha seperti apapun tidak akan berhasil.
Kami sama-sama terdiam di atas bukit itu. Kami yang telah salah jalan berperang pikiran tentang apa yang harus kami lakukan. Beberapa bulan ke depan statusku berubah, 2 tahun mendatang ada anak kecil yang akan memanggilku ibu.
"Kita bisa melewati ini." Ayden menggenggam tanganku meyakinkan jika semuanya baik-baik saja walau ia yang terlalu banyak berpikiran. Ia masih tetap pada pendiriannya untuk mengugurkan anak dan aku telah mencoba apa yang sudah ia saranku.
Pertama, makan nanas muda. Aku bahkan sampai muntah-muntah makan nanas muda. Tapi hal itu tidak bekerja sama sekali. Katanya nanas itu panas dan bisa membuat keguguran. Bahkan pada tahap ekstream.
Ayden membawaku ke kos temannya dan merasuki diriku dengan makan nanas muda dan minuman soda. Katanya bisa berhasil, semuanya aku ikuti tapi aku tak pernah keguguran. Aku malah merasakan janin dalam perutku semakin kuat.
"Coba minum obat ini." Aku menerima pil. Sudah bosan dengan segala macam obat dengan berbagai bentuk, warna dan merk. Aku bukan membohongi Ayden. Aku memang meminum semua obat itu tapi aku tak pernah keguguran.
"Kamu sengaja nggak minum obat yang aku kasih kan?! Bodoh kamu! Ada apa-apa jangan cari aku! Capek aku ngurus kamu aja, tapi nggak pernah berhasil!"
Siang itu Ayden murka. Usia kandunganku makin membesar, walau aku sendiri yang tahu bagaimana perubahan dalam perutku. Tubuhku yang kecil dan memakai sweater semuanya jadi tersamarkan.
"Kamu pikir aku juga mau hamil?! Aku nggak pernah minta! Bahkan aku nggak tahu kalau aku hamil! Kamu! Kamu yang buat aku kayak gini!" Aku tak mau kalah membalas Ayden. Panasnya bulan September tak membuat kami jera tapi hati kami begitu panas terutama hatiku. Tak ada hal yang bisa kulakukan kecuali menerima takdir, jika aku harus menjadi ibu semuda ini.
Aku tak peduli pada Ayden mau dia kabur atau mati. Aku bisa mengurus diriku dan anakku. Walau aku belum memikirkan apa yang harus kulakukan setelah ini.
"Ini obat untuk terkahir kalinya. Aku nggak tahu lagi gimana kalau ini nggak bisa juga. Semua tak bisa!"
Aku hanya menerima tablet itu dengan pandangan kosong. Semuanya terasa sia-sia. Tak ada hasil sama sekali.
"Kalau nggak berhasil lagi? Jujur, aku udah muak lihat segala macam obat tiap hari. Semua obat pernah dicoba."
"Lisha! Semua uang jajan aku, semua uang tabungan aku habis buat beli obat-obat sialan ini! Ini terkahir kalinya. Setelah ini, kamu harus turun tangan sendiri, aku angkat bendera putih."
"Kamu pengecut!" Air mata ini turun tanpa diminta. Aku menatap Ayden tajam, ada rasa gentir di sana. Dia sebenarnya ingin bertanggung jawab, tapi usia yang begitu muda membuat kami harus terjebak seperti ini. Aku juga tak pernah minta untuk hamil seperti ini. Satu hal yang masih kusyukuri dari sekarang, tidak ada mencium kabar kehamilanku kecuali teman-teman Ayden yang bisa menyimpan rahasia karena mereka sama bobroknya walau aku juga sudah masuk dalam lingkaran setan tersebut.
Siang itu kami berpisah. Dan aku mencoba untuk terkahir kalinya obat yang Ayden beri. Bahkan aku bisa meminum lebih dari dosis yang dianjurkan. Satu keajaiban pada tubuhku, aku tidak keracunan obat karena terlalu banyak mengonsumsi obat.
Dan anak Ayden benar-benar keras kepala. Berusaha apapun untuk mengugurkan tidak berhasil sama sekali. Bahkan obat-obatan itu rasanya seperti obat penguat janin. Janin dalam perutku, makin tumbuh kuat di dalam.
Dan sejak saat itu Ayden benar-benar menghilang dari kehidupanku. Dia tidak bisa ditemukan, hingga aku harus mencari alternatif lain demi bertahan hidup.
Dan mungkin aku juga harus menerima takdir menjadi ibu muda dan merawat anak ini sendirian hingga tua.
Semoga aku bisa melewati ini semua.

Comentário do Livro (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

      0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini😍

    05/08

      0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes