logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 25

Aku merasa seperti banyak kegelapan menyelimuti hidupku. Suara-suara asing yang berlari dalam kepalaku membuatku pusing, aku takut, aku ingin berlari sejauh mungkin dari sini. Aku tak tahu, apa yang menimpa hidupku sebenarnya.
Aku bisa menetralkan napasku, ketika membuka mata dan melihat Ayden berhenti di sebuah rumah besar walau dari luar terlihat menyeramkan. Selama perjalanan aku sudah menduga ada yang tak beres di sini.
"Aku nggak mau turun!" Aku jadi merajuk. Bukan merajuk-merajuk manja, tapi aku memang tak mau turun dan masuk dalam rumah sarang hantu tersebut, aku yakin di dalamnya banyak penghuni.
"Ayo turun! Dua jam kita pergi sejauh ini." Aku hanya menggeleng dan memeluk lututku sendiri. Tak mau turun demi apapun, aku ingin hidup tenang walau hidupku selalu dipenuhi dengan bencana, setidaknya aku tidak mengundang bencana yang lain.
"Aku mau pulang!"
"Lisha ... Aku masih manggil baik-baik, jangan sampai aku main kasar." Aku hanya memalingkan wajahku. Cuaca mendung, semakin menambah kesan horor di keadaan sekitar.
"Ayo."
"Aku nggak mau! Please, aku nggak mau!" Aku masih bersikeras.
Ayden langsung berpindah ke belakang dan duduk di sampingnya walau aku tak menghiraukan dirinya. Ia memegang bahuku, aku malas untuk melihat wajahnya. Dulu aku percaya padanya, tapi semua kepercayaanku hancur karena ia telah merenggut habis masa depanku tak bersisa. Walau aku mengusahakan tetap sekolah dengan status yang tidak seperti anak-anak lainnya, menjadi ibu muda. Terkadang tubuhku masih merinding jika mengingat aku menjadi ibu semuda ini. Jarak usiaku dan anakku hanya 15 tahun, bisa dibilang seperti kakak-adik.
"Lisha aku tahu kamu bodoh! Tapi ini demi kebaikan kamu. Kamu itu hamil, dan jadi seorang ibu tidak mudah. Kamu belum pantas jadi ibu, kita gugurkan! Kamu bisa sekolah dengan tenang dan melanjutkan cita-citamu. Mental kamu belum siap, kasian anaknya nanti. Lebih baik ia tak merasakan pahitnya dunia. Kamu tahu hidupmu seperti apa, jangan sampai anakmu merasakan hal yang sama!"
Anakmu! Memangnya laki-laki ini pikir aku hamil karena dari balon udara? Dia yang menghamiliku sialan!
Aku hanya menunduk dengan air mata yang terus mengalir, tetap pada pendirian aku tak ingin mengugurkan anak ini. Walau hidupku kacau, tapi aku ingin mempertahankan anak ini. Terlalu munafik jika aku menyebut naluri seorang ibu, tapi hatiku bersikeras tidak ingin mengugurkan. Dan aku sudah tahu resiko apa yang akan terjadi jika aku mengugurkan anak ini.
"Lisha ..." Aku menggeleng dan menangis semakin kuat. Jika Ayden memaksa maka aku juga bisa melakukan hal yang sama. Aku tak ingin mengugurkan kandungan ini walau aku meyandang predikat ibu termuda.
"Aku mau pulang, aku mau sekolah!"
"Kamu bodoh Lisha! Jika sekolah tahu, kamu akan dikeluarkan dan kamu tak punya lagi masa depan. Ini buat kebaikan kamu sendiri. Mau ya." Aku tetap keras kepala tak mau mengugurkan. Aku tak ingin bicara dosa, karena bagiku dosa itu hanya ada bagi orang yang percaya pada Tuhan. Lagi-lagi aku mempertanyakan eksistensi Tuhan, jika hidupku terus menderita tak ada habisnya.
Bullshit! Jika orang mengatakan Tuhan memberimu ujian karena Tuhan sayang padamu. Aku tak pernah merasakan kasih sayang Tuhan, atau Tuhan mengulurkan tangannya di saat-saat seperti ini.
Aku hanya ingin mempertahankan anak ini, tanpa punya alasan yang pasti.
"Ayo. Belum lagi kita pulang nanti, masih panjang perjalanan kita. Aku tahu kamu takut, kita coba dulu. Semua demi kebaikan kamu Lisha, coba bayangkan perutmu besar dan kamu harus bawa kemana-mana. Itu tak mudah, belum lagi masa SMA, pelajaran semakin sulit, bagaimana kamu ngurus anak dan sekolah?"
Aku hanya menggeleng. Walau aku tak punya pengangan pasti, tapi aku yakin aku bisa melewati ini semua. Sedari kecil, hidupku memang sudah keras.
"Mau ya. Jangan pikirkan macam-macam dulu, fokuskan masa depan kamu mau jadi seperti apa kalau jadi anak." Aku hanya menggigit bibirku sambil menangis. Ayden mengusap lembut rambutku. Aku lemah dengan sentuhannya, dan malah menyandarkan kepalaku di dadanya.
"Ayo! Kita coba dulu." Aku keluar. Walau rasanya masih berat.
Kami memasuki pekarangan rumah yang banyak rumput tinggi. Rumah ini benar-benar tidak terawat, walau aku bisa melihat jika direnovasi rumah ini akan menjadi rumah mewah yang sangat luas. Aku curiga, pemiliknya sudah lama pergi meninggalkan rumah ini dan penyewa berbuat sesuka hati, menambah kesan angker.
Pintu langsung dibuka. Di dalamnya memang tak banyak perabot walau rumah itu besar. Hanya ada lemari TV yang besar, terlihat lemari kuno walau kayunya terlihat begitu kokoh.
Kami berjalan lurus dan memasuki sebuah kamar. Ada wastafel do dalamnya, ada ranjang kecil seperti ranjang pasien dan alat-alat yang membuatku merasa horor duluan.
Sepertinya dokter ini sudah tahu kedatangan kami. Aku hanya diam, ketika Ayden menjelaskan semuanya. Tubuhku merinding, sebenarnya apa yang terjadi pada hidupku sekarang? Apa yang sebenarnya kulakukan?
"Coba berbaring dulu. Jadi nanti kita USG, prosesnya nggak lama. Nanti USG lagi mastiin bayinya udah nggak ada. Nanti pemulihannya sendiri, pas haid." Tubuhku lagi-lagi merinding. Saat aku berbaring dan dokter itu menggosokan gel dingin di perutku dan aku bisa melihat gumpalan kecil di layar itu, entah kenapa rasanya dadaku membuncah. Tega kah aku membuang bayi ini? Aku memandang gugup ke arah Ayden yang menganggukkan kepalanya. Aku memberi kode menggeleng.
"Nah, nanti mungkin agak sakit. Kita masukan sendok dingin ke rahimnya jadi nanti bisa mengerus bayinya." Aku merasa ngilu. Membayangkan bagaimana sendok itu bisa masuk sampai perutku.
Tubuhku mendadak menggigil, aku juga merasa mual. Aku tak ingin ini terjadi, please aku ingin kabur.
Aku menatap Ayden dengan air mata penuh.
"Nanti kita pakai bius jadi nggak akan sakit. Nanti dimasukan obat penghancur bayi lewat vagina. Nah sendok buat meyakinkan benar-benar bersih."
Aku merasakan keringat dingin yang sangat hebat. Saat diberi bius, aku sadar benar-benar sadar. Saat dokter ingin memasukan obat itu, aku menjerit sejadi-jadinya membuat semua orang dalam ruangan menjadi panik.
Aku langsung meloncat dari tempat tidur dan berlari keluar.
"Kalian semua iblis!" Sebelum menjauh aku berteriak pada orang-orang itu dan berlari keluar. Aku tak peduli pada apapun, ini sangat mengerikan. Aku memang belum tentu bisa mengurusnya, tapi apa harus membuangnya dengan cara seperti ini?
"Lisha!" Aku terus berlari, tanpa alas kaki. Ayden mengejarku dan akhirnya berhasil menangkap tubuhku.
"Aku nggak mau!" Aku masih terisak dengan tubuh gemetaran. Merasa ketakutan yang begitu hebat. Ya Tuhan ini lebih menyeramkan dari mimpi buruk atau bertemu hantu.
"Okay! Kita pulang dan cari solusi dari ini. Tapi ingat Lisha, kamu tak bisa punya anak sekarang." Aku hanya menangis. Tak tahu harus bereaksi seperti apa. Sejujurnya, pikiranku buntu untuk memikirkan selanjutnya.
Setelah lama menenangkan diriku, akhirnya kami pulang dengan tubuhku yang terasa lelah. Aku tertidur dalam mobil.

Comentário do Livro (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

      0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini😍

    05/08

      0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes