logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 8 Maaf

“Maaf memang tidak mampu mengembalikan sesuatu yang hilang,
Maaf juga tidak mampu memperbaiki sebuah kesalahan
Namun, maaf mampu menyembuhkan sedikit sakit yang dirasakan.”
“Bang Adnan,,” Teriak Stefani dan berlari menghampiri Adnan yang sudah sadarkan diri. Adnan yang melihat kedatangan Stefani, memalingkan wajahnya dan enggan untuk bertemu dengan Stefani.
Adnan tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa, karena bagi Adnan, kini tidak ada satupun orang yang bisa dipercaya. Bahkan Arie sahabatnya sendiri. Adnan merasa bahwa Arie juga telah bersekongkol dengan Stefani dan juga Hilda.
“Bang, abang sudah sadar?”
Adnan bingung mengapa Stefani memanggilnya abang? Ada apa? apa yang terjadi selama dia tidak sadarkan diri?
Stefani yang melihat kerutan di wajah Adnan baru sadar bahwa Adnan belum mengetahui bahwa Stefani adalah adik kandungnya. Stefani mencoba menjelaskan agar Adnan tidak bingung, namun Arie menahannya dan mengalihkan pembicaraan.
“Gue bersyukur lo udah sadar Nan, lo tau? Lo udah satu bulan koma.”
Adnan tidak menggubris omongan Arie. Adnan menyuruh agar suster mengusir mereka, Adnan ingin sendiri tanpa siapapun yang menemaninya. Adnan merasakan kembali kepedihan hatinya. Adnan berpikir “Mengapa gue gak mati aja? Biar rasa sakit ini hilang dan lenyap dari hidup gue? Mengapa Tuhan mengembalikan gue pada rasa sakit ini? Mengapa Tuhan?” Adnan marah dan berniat mencabut infus yang menempel pada tangan sebelah kirinya, namun dengan sigap Hilda menahan tangan Adnan dan mencoba menenangkan Adnan.
“Kamu tenang, kamu baru sadar, kamu jangan menyakiti dirimu sendiri.”
“Apa hak lo ngelarang-larang gue?”
“Adnan, aku tau kamu marah atas semua ini, tapi aku mohon jangan sakiti diri kamu sendiri.”
“Gue nggak ada urusan sama lo, gue harap lo pergi dari ruangan gue dan lebih bagus kalau lo pergi dari kehidupan gue.”
“Sampai kapanpun aku nggak akan pernah ninggalin kamu Nan, aku isterimu. Aku akan menjagamu dan merawatmu hingga kau sembuh.”
“Apa lo bilang, isteri?” Adnan tertawa mengejek ketika Hilda mengucapkan kata isteri “Lo bukan siapa-siapa gue HILDA PUTRI SANJAYA,” Ucap Adnan dengan penuh penekanan. “sebaiknya lo pergi, sebelum gue bener-bener marah dan nggak mau bertemu lagi sama lo.” Teriak Adnan dengan suara keras.
“Aku nggak akan pergi.” Ucap Hilda, namun disaat Adnan akan mengeluarkan kata-katanya yang pedas, Stefani datang dan mengajak Hilda untuk keluar.
“Kakak harus biarin bang Adnan dulu, kakak pasti tau, sekarang bang Adnan sedang emosi. dan dia pasti akan terus memarahi kakak.”
Hilda hanya diam dan tidak menghiraukan Stefani, Hilda tidak berhenti memikirkan Adnan. Hilda sangat takut Adnan nekat dan melukai dirinya sendiri. Hilda berdiri dan berusaha untuk kembali masuk ke ruangan Adnan, namun Stefani menahannya dan melarang Hilda untuk kembali masuk ke ruangan Adnan. Stefani takut abangnya akan menyakiti Hilda, Stefani juga takut karena terus marah-marah kondisi Adnan jadi kembali memburuk. Hilda yang tidak mampu berpikiran positif malah marah kepada Stefani. Hilda menyangka bahwa Stefani melarangnya masuk karena Stefani cemburu. Stefani yang mendapat sangkaan dari Hilda seperti itu, sangat sedih dan pergi meninggalkan Hilda. Stefani berlari ke luar dan duduk di bangku taman rumah sakit.
“Dulu aku memang sangat menyayangi dan mencintainya sebagai seorang kekasih namun mengapa kak Hilda nggak ngerti bahwa sekarang aku sudah benar-benar merubah perasaanku pada bang Adnan. Karena aku tahu, mau bagaimanapun aku menginginkan untuk bersama bang Adnan sebagai seorang pasangan. Itu tidaklah mungkin, karena darah yang mengalir di tubuhku dan tubuh bang Adnan tidaklah bisa dihilangkan ataupun dipisahkan.”
Hilda yang melihat Stefani pergi karena ucapannya, Hilda merasa bersalah dan menyusul Stefani dengan segera. Hilda sadar bahwa barusan Hilda emosi dan tidak memikirkan bagaimana perasaan Stefani. Disaat Hilda melihat Stefani yang duduk di bangku taman, Hilda ingin segera menghampiri Stefani dan meminta maaf. Namun ketika sudah beberapa langkah lagi untuk sampai pada Stefani, Hilda mendengar Stefani berkata sambil menangis.
“Dulu aku memang sangat menyayangi dan mencintainya sebagai seorang kekasih namun mengapa kak Hilda nggak ngerti bahwa sekarang aku sudah benar-benar merubah perasaanku pada bang Adnan. Karena aku tahu, mau bagaimanapun aku menginginkan untuk bersama bang Adnan sebagai seorang pasangan. Itu tidaklah mungkin, karena darah yang mengalir di tubuhku dan tubuh bang Adnan tidaklah bisa dihilangkan ataupun dipisahkan.”Hilda tertegun mendengarkan capan Stefani. Ada rasa sakit yang menjalar pada sekujur tubuh Hilda, Hilda berlari dan memeluk Stefani. Stefani yang sadar ada yang memeluknya. Hanya diam dan merasakan kehangatan pelukan yang didapatkannya.
“Maafkan kakak Stef, kakak tadi emosi, kakak tidak bermaksud untuk mengatakan itu padamu,” Ucap Hilda dengan rasa sangat menyesal dan merasakan bersalah.
Stefani diam dan membalikan tubuhnya. Stefani menatap Hilda dan tersenyum. Stefani mengangguk dan kembali memeluk Hilda dengan sangat erat.
“Aku tahu itu kak, kakak tidak perlu minta maaf. Aku mengerti, bahwa kakak cemburu padaku. Karena bagaimanapun, aku adalah orang yang mencintai bang Adnan. Namun kakak harus tahu, dulu aku memang mencintai bang Adnan sebagai seorang kekasih. Namun kini, aku mencintainya hanya sebatas adik kepada kakaknya. Dan aku juga tahu, kakak bertingkah seperti itu karena kakak sangat khawatir akan kondisi bang Adnan.”
“Aku tidak cemburu ya Stefani, aku hanya khawatir,” Ucap Hilda sambil melepas pelukannya.
Stefani terkekeh melihat tingkah Hilda, Stefani sangat tahu bahwa kakak iparnya ini cemburu.
“Udah deh kalau cemburu bilang aja, kan cemburu tanda cinta.”
“Aku nggak cemburu Stefani sayang.”
“Oh, jadi kakak nggak cinta sama bang Adnan? Yaudah kalau kakak nggak cinta, biar aku aja yang cinta sama bang Adnan. Aku mau nikah sama abang aku sendiri. Karena bagaimanapun aku sangat mencintainya dan belum bisa melupakannya,” Ucap Stefani dan mencoba memancing Hilda. Stefani tertawa ketika melihat wajah Hilda memerah, hilda mencoba pergi namun, Stefani menahannya dan kembali memeluknya. Stefani membisikan sesuatu pada Hilda sehingga Hilda tersenyum kecil dalam pelukan Stefani.
“Tuhkan kakak cemburu.”
Hilda melepaskan pelukan Stefani dan mencubit pelan pinggang Stefani. “Kakak bilang, Engga.” Sambil pergi meninggalkan Stefani yang tertawa melihat kakak iparnya seperti itu.
“Jaga abang baik-baik ya kakak ipar,” Teriak Stefani. Hilda yang mendengarkan kata-kata Stefani dan panggilan baru Stefani untukknya hanya terkekeh dan terus berjalan.
Hilda kembali ke ruangan Adnan. Hilda masuk dan melihat di ruangan Adnan sudah tidak ada siapa-siapa. Hilda mencari-cari Adnan, ke toilet, jendela, bawah kasur dan semua tempat yang terdapat di kamar Adnan. Namun hasilnya nihil. Adnan tidak ada. Hilda panik dan memanggil suster lalu menanyakannya pada suster, namun suster juga menggelengkan kepalanya. Hilda menelepon Stefani dan mengatakan bahwa Adnan hilang. Stefani yang panik dan khawatir langsung berlari ke ruangan Adnan. Saat Stefani sampai, Stefani melihat Hilda sedang menangis dan memeluk lututnya.
“Kakak udah cari bang Adnan?”
“Aku udah cari di semua tempat yang ada di kamar Adnan, tapi Adnan tidak ada. Bahkan aku sudah mencarinya di dalem laci tapi tetep hasilnya nihil.”
Stefani menggelengkan kepalanya. Stefani ingin tertawa tapi keadaannya tidak mendukung, apalagi saat ini abangnya hilang dan tidak tau kemana.
“Yaudah sekarang kita cari bang Adnan, ke sekitaran rumah sakit ya kak.”
Hilda mengangguk dan mulai mencari Adnan bersama dengan Stefani. Hilda dan Stefani menyusuri rumah sakit yang sangat besar, namun Adnan tidak di temukan. Mereka kelelahan dan berniat untuk istirahat sebentar. Stefani mencoba menelepon ayahnya dan memberitahukan bahwa Adnan, abangnya kabur dari rumah sakit.
Ayah Stefani yang baru saja sampai di ruangan Adnan, menerima telepon dari putri bungsunya. Ayah Stefani tertawa mendengar Stefani berkata bahwa Adnan kabur.
“Pah, papah kok malah ketawa sih? Bang Adnan hilang pah, papah bukannya khawatir putra tampannya hilang malah tertawa.”
“Hilang kemana sayang? Toh abangmu ada di kamarnya dan sekarang sedang istirahat.”
“Papah aku serius, bang Adnan hilang, aku dan kak Hilda udah menyusuri seluruh tempat di rumah sakit ini namun tidak menemukan bang Adnan.”
“Stefani sayang dengarkan papah. Abangmu ada di kamarnya dan sekarang sedang tidur. Jika kamu tidak percaya, kamu sekarang kesini.”
Stefani mematikan teleponnya sepihak dan langsung menarik tangan Hilda untuk kembali ke ruangan Adnan. Hilda yang sedang istirahat karena kelelahan mengelilingi rumah sakit yang sangat besar, kaget karena tiba-tiba Stefani menarik tangannya. Hilda tidak banyak bertanya, Hilda hanya mengikuti arah tarikan Stefani. Saat sampai, Stefani membawa Hilda masuk ke ruangan Adnan dan mereka melihat Adnan sedang tidur di ranjangnya. Hilda dan Stefani heran kok bisa Adnan ada di ruangannya dan kini enak-enak tidur. Arie yang baru saja masuk, hanya tertawa melihat Hilda dan Stefani. Arie tahu bahwa tadi Stefani dan Hilda mencari Adnan yang dikatakan hilang, Arie mendapat kabar itu dari pak Husein ayah Stefani dan juga Adnan. Arie yang mengetahui kebingungan Hilda dan Stefani mencoba menjelaskan dan berkata, “Maaf ya Hilda, maaf ya Stef tadi gue bawa Adnan keluar, biar Adnan gak jenuh di dalem mulu. Dan mungkin saat kalian nyari keluar, gue dan Adnan udah kembali ke kamar rawat.” Kekeh Adnan. Hilda dan Stefani yang merasa di prank oleh Arie, langsung berbalik dan menatap Arie. Arie yang tahu bahaya mengancamnya, langsung berbalik dan memasang kaki seribu. Arie berlari keluar ruangan dan Stefani mengejarnya. Hilda tertawa melihat Sefani dan Arie. Hilda tidak ikut mengejar karena Hilda sangat khawatir pada kondisi Adnan. Hilda menghampiri Adnan yang sedang tidur dan duduk disamping Adnan. Husein yang sedang berada di kamar Adnan keluar dan mengijinkan Hilda untuk berdua dengan Adnan. Hilda duduk dan menggenggam tangan Adnan dengan perlahan, Hilda tidak ingin membangunkan Adnan. Hilda mencium tangan Adnan dan bergumam “Maaf, karena aku begitu mengkhawatirkanmu.” Hilda tertidur di samping Adnan, sambil menggenggam tangan Adnan yang bebas dari selang infus.

Comentário do Livro (288)

  • avatar
    SuhaeniEni

    cerita nya bagus

    10d

      0
  • avatar
    SalsasabilahSalsa

    seruu bngettt 😭

    23/06

      0
  • avatar
    CmsTuser77

    sangat menarik

    06/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes