logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 Pergi

“Jangan pergi,, karena aku tidak tau harus mencarimu kemana?
Aku memang telah menyakitimu, namun tak bisakah kita mulai lagi semuanya dari awal?”
_Hilda putri sanjaya_
Hilda terbangun dari tidurnya, dengan refleks Hilda mencari Adnan, namun ternyata Adnan belum pulang. Hilda menelepon Stefani dan menanyakan apakah Stefani tau keberadaan Adnan atau tidak, namun Stefanipun tidak tau Adnan dimana. Hilda memutuskan untuk mandi agar tubuhnya lebih fress dan pikirannya lebih tenang.
Di tempat lain, Stefani sudah siap untuk pergi mencari Adnan. Stefani juga janjian dengan Arie untuk menjelaskan semua kesalahpahaman ini. Stefani ingin agar Arie tau apa alasan dibalik semua drama ini.
_Cafe Mellow_
“Jadi apa yang mau lo bicaraiin?” Tanya Arie to the point.
“Jadi gini kak, kakak harus tau bahwa semua yang terjadi hari kemarin itu sudah aku atur.” Ucap Stefani pelan, Stefani menghela napasnya dan kembali bercerita.
Stefani menceritakan semua kejanggalan yang dirasakan Arie, Stefani memberitahu Arie semua hal yang Stefani rahasiakan dari Adnan. Arie diam dan ternyata dia salah sangka pada Stefani dan Hilda, ternyata apa yang dilihatnya tidaklah sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Arie menyesal karena telah memarahi Stefani, yang seharusnya Arie membantu menguatkan Stefani agar kuat menjalani semuanya.
“Jadi gitu kak, sekarang kakak mengerti kan, mengapa aku harus menjauhi kak Adnan. Dan aku ingetin ke kakak, kakak jangan memandang orang lain dari luarnya saja karena tidak semua yang terlihat dari luar sesuai dengan apa yang ada di dalam. Satu lagi, kakak jangan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu yang belum tentu kebenarannya, kakak harus cari tahu bagaimana kebenarannya agar kakak tidak berburuk sangka pada orang lain.”
Arie mengangguk dan meminta maaf pada Stefani karena telah memarahinya. Stefani hanya tersenyum, Stefani mengerti mengapa Arie seperti itu dan Stefani memakluminya.
“Kak, jadi gimana? Kakak tau tidak kak Adnan dimana? Kak Adnan semalaman tidak pulang dan kak Hilda terus menunggunya hingga ketiduran di ruang tamu.”
“Sejujurnya aku juga tidak tau Adnan kemana, tidak biasanya dia menghilang seperti ini. Aku sudah mencari Adnan ke tempat biasa kita nongkrong namun tidak ada dan aku juga sudah menelepon semua teman Adnan namun sama saja hasilnya nihil.”
“Jadi kita harus mencari kak Adnan kemana kak? Aku khawatir terjadi sesuatu pada kak Adnan.”
“Aku juga tidak tau.”
Arie dan Stefani berpikir, kemana mereka harus pergi mencari Adnan. Hingga akhirnya mereka memutuskan pergi ke suatu tempat yang biasa Adnan datangi ketika sedih. Kebetulan tempat itu belum mereka datangi.
Di sisi lain, Hilda juga sudah siap untuk mencari Adnan, Hilda mengambil kunci mobilnya yang ada di atas nakas dan berjalan keluar.
Namun sesaat kemudian Hilda kembali berpikir “Aku nyari Adnan kemana? Semenjak lima tahun terakhir ini aku tidak tau dimana tempat nongkrong Adnan yang baru.”
Tiba-tiba Hilda teringat sebuah tempat yang sering Hilda datangi dengan Adnan, Hilda berpikir,
“Mungkin tidak ya Adnan ada di tempat itu.” Hilda menggelengkan kepalanya dan menyadarkan dirinya sendiri bahwa itu tidak mungkin, namun entah mengapa firasatnya mengatakan bahwa Adnan ada disana.
Sebelum pergi, Hilda menelepon dulu Stefani karena mungkin saja Stefani ataupun Arie sudah bertemu dengan Adnan. Namun setelah menelepon Stefani, Stefani bilang bahwa Stefani ataupun Arie belum bertemu dengan Adnan dan belum menemukan Adnan. Dengan jawaban itu, Hilda semakin yakin bahwa Adnan ada di rumah pohon. Tempat dimana mereka selalu bersama ketika masih menjalin hubungan. Hilda bergegas dan melajukan mobilnya menuju rumah pohon yang tempatnya cukup jauh dari rumah Adnan namun dekat dari rumah Hilda.
Sesampainya Hilda di rumah pohon, Hilda mencoba melihat-lihat suasana di sekitar rumah pohon itu yang sudah beberapa hari ini tidak ia kunjungi, Hilda melihat mobil yang terparkir disana dan Hilda berpikir bahwa itu mobil Adnan. Hilda menaiki rumah pohon itu dengan pelan, saat sudah sampai diatas, Hilda melihat Adnan yang sedang tertidur menghadap ke luar. Hilda menyentuh wajah Adnan yang dingin karena mungkin terkena angin semalaman. Hilda yang sengaja membawa jaket, menyelimutkan jaket itu pada Adnan yang terlihat kedinginan. Hilda melihat wajah Adnan dengan seksama, Hilda sedih melihat Adnan, hatinya sakit melihat keadaan Adnan.
“Maafkan aku, karena untuk kesekian kalinya aku menyakitimu.” Gumam Hilda pelan. Hilda melihat sekelilingnya dan dengan refleks memori kebersamaannya dengan Adnan berputar.
“Jangan disitu, bagus disini fotonya.” Kata Hilda dan menarik tangan Adnan yang ingin menempelkan foto mereka berdua dia atas langit-langit.
“Bagus disini dong, kan kalau kita berbaring kita bisa melihatnya.”
“Jangan Adnan iih, disini aja!” tunjuk Hilda pada dinding depan “kalau mau ya, lebih baik di langit-langit itu, di pasang bintang-bintang kecil aja sama bulan yang nyala. Betul gak?”
“Iya terserah kamu aja, princess.” Sambil mencubit hidung Hilda dan meninggalkan bekas merah pada hidungnya. Hilda cemberut dan mengacak rambut Adnan.
Hilda menatap Adnan, Hilda tidak mampu menahan air matanyaketika mengingat betapa bahagianya dia dulu. Air mata Hilda jatuh mengenai pipi Adnan. Alhasil, Adnan bangun dan shock melihat Hilda ada di depannya.
Adnan menatap Hilda. Namun, beberapa menit kemudian Adnan memalingkan wajahnya dan beranjak dari duduknya. Hilda menahan tangan Adnan, namun dengan kasarnya Adnan menepis tangan Hilda dan meninggalkan Hilda yang masih diam termenung melihat kepergian Adnan.
Adnan meninggalkan Hilda tanpa berkata sepatah katapun, Adnan merasa muak melihat wajah sok polos Hilda, Adnan pergi dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Adnan berniat untuk pulang namun tidak untuk benar-benar pulang tapi hanya untuk mengambil barang yang ia butuhkan. Adnan berniat pergi dari rumah dan menenangkan dirinya yang terasa sangat lelah.
Hilda masih diam dan belum beranjak dari tempat yang tadi, Hilda mengingat kejadian beberapa menit yang lalu saat Adnan dengan kasar menepis tangannya dan pergi tanpa meninggalkan satu patah katapun untuknya.
Air mata Hilda turun bersama dengan hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya. Hilda tidak mampu berbohong bahwa kini hatinya sangat sakit. Hati Hilda memang sakit karena diacuhkan oleh Adnan, namun baginya rasa sakit itu tidaklah seberapa dibanding dengan melihat Adnan yang begitu terpukul dan tersakiti karena keadaan ini.
“Maafkan aku Nan, karena untuk kesekian kalinya aku membuatmu sakit.”
“Mengapa Tuhan? Mengapa harus dia yang menanggung segalanya? Mengapa lagi dan lagi aku membuatnya sakit? Dan mengapa untuk kesekian kalinya aku membuat dia begitu terpukul. Aku memang egois, karena terlalu mencintainya. Apakah aku salah karena telah kembali kekehidupannya? Maafkan aku Nan. Jika mampu ku ulang lagi semuanya maka akan ku perbaiki semua salahku di masa lalu.”
Hilda terus menangis dan menenggelamkan wajahnya pada kedua lutut yang kini dia peluk. Setelah beberapa menit, Hilda akhirnya mengangkatkan wajahnya dan menghapus air matanya. Hilda berpikir bahwa seharusnya dia pulang dan mencoba untuk berbicara dengan Adnan. Hilda berpikir bahwa Adnan sudah pulang dan kini ada di rumah. Hilda menuruni rumah pohon itu dan bergegas pulang.
Disisi lain, Adnan sudah sampai di rumah. Adnan berjalan memasuki kamarnya. Di dalam kamar, Adnan mencari koper untuk memasukan barang-barang yang dia butuhkan. Setelah melihatnya, Adnan mengambil koper kecil yang berada di atas lemari kamarnya. Adnan memasukan baju-baju dan barang-barang yang dia perlukan untuk beberapa hari pergi dan menenangkan diri.
Adnan berniat untuk pergi ke Bandung dan menemui teman lamanya. Adnan berpikir untuk liburan disana sekaligus menenangkan diri, karena Adnan tau bahwa di Bandung banyak destinasi yang bagus untuk merefreshkan pikirannya. Setelah merasa cukup dengan semua barang yang akan dibawanya, Adnan keluar dari kamar tanpa berusaha untuk menghubungi ayahnya. Disaat Adnan sudah sampai pintu utama, terbersit dalam pikirannya bahwa bagaimana dengan ayahnya jika dirinya pergi? Sedangkan kini, ayahnya sering sakit dan Adnan takut ketika dirinya tidak ada, ayahnya kolep dan kembali harus di rawat di rumah sakit. Adnan memikirkan bagaimana baiknya, hingga akhirnya Adnan tau mengapa tidak menyuruh Arie saja untuk menemani sang ayah. Tanpa pikir panjang Adnan menghubungi Arie yang sedang bersama dengan Stefani.
“Nan, lo kemana aja? Gue cape nyariin lo tau,” Seru Arie dari ujung telepon.
Tanpa menunggu lama ataupun basa-basi, Adnan langsung mengutarakan niatnya menelepon Arie.
“Gue mau bilang sama lo, tolong jagain bokap gue selama gue nggak ada,” Ucap Adnan mengintimidasi
“Eh, lo mau kemana? Lo jangan pergi, jagain bokap lo. Bukannya akhir-akhir ini bokap lo sering sakit ya.”
“Gue bilang jagain bokap gue, selama gue gak ada.”
“Gue gak mau Adnan, bukannya sekarang lo udah punya isteri ya. Kenapa lo gak nyuruh isteri lo buat jagain ayah mertuanya.”
Adnan baru ingat bahwa kini ada Hilda yang mungkin bisa menjaga ayahnya meskipun dia tidak ada. Namun tidak lama Adnan menggelengkan kepalanya dan menolak saran hatinya. “Nggak boleh, nggak boleh Hilda. Gimana kalau nanti dia berusaha nyakitin bokap gue. Dan bahkan bagaimana jika Hilda berusaha ngebunuh bokap gue.” Gumam Adnan.
“Gue gak mau gadis itu yang jagain bokap gue, gue mau lo jagain bokap gue. Kalau lo gak mau lo tau apa yang akan gue lakuin sama lo Arie Alpard.” Ancam Adnan dan langsung memutuskan sambungan telepon.
Disaat Arie sudah menutup teleponnya, Stefani berkata, “Itu kak Adnan? Kak Adnan udah bisa dihubungi? Syukurlah kak Adnan udah pulang.” Ucap Stefani senang.
“Adnan belum pulang, Adnan malahan pergi dan dia pulang hanya untuk mengambil koper dan baju-bajunya. Adnan nitipin Om Husein sama gue.”
“APAAA?? Kak Adnan pergi, kak Adnan pergi kemana?”
“Gue juga nggak tau dia pergi kemana, yang gue tau bahwa Adnan pergi untuk menenangkan dirinya. Gue yakin Adnan nggak kan lama kok. Dan gue yakin Adnan bisa ngejaga dirinya sendiri. Lo yang sabar aja.”
Hilda baru sampai di kediaman keluarga Husein. Hilda melihat-lihat mobil Adnan, namun tidak ada. Hilda berpikir positif mungkin saja mobil Adnan dipinjam Stefani yang berkunjung kesini atau saja dipinjam Arie. Hilda memasuki rumah Adnan yang kini mungkin sudah menjadi rumahnya. Hilda mencari-cari Adnan ke segala penjuru rumah bahkan sampai ke kotak pensil yang berada di kamar Adnan, namun hasilnya nihil. Adnan tidak ada di rumah. Hilda bertanya-tanya, sebenarnya Adnan kemana? Bukankah tadi dia baru saja pulang. Hilda penasaran dan Hilda berpikir kembali mungkin saja Adnan tidak pulang kerumahnya namun pulang ke rumah Arie atau Stefani. Karena penasaran, Hilda langsung menelepon Stefani dan menanyakan keberadaan Adnan. Setelah ditanyakan, ternyata Adnan tidak bersama Stefani ataupun Arie. Bahkan Stefani berkata bahwa Adnan pergi dan Stefani tidak tau Adnan pergi kemana.
Hilda kembali khawatir dan memegang kepalanya yang terasa pening. Hilda ingat bahwa dirinya belum makan apapun semenjak tadi pagi. Sebelum maagnya kambuh, Hilda cepat-cepat mencari makanan. Hilda mengambil buah apel yang berada di meja makan. Hilda tidak berniat untuk makan apapun. Namun hanya berniat untuk mengganjal perutnya agan tidak terasa lebih sakit. Hilda mulai merasakan perutnya sakit namun Hilda masih berusaha menahannya, Hilda mengambil air putih dan berbaring di sofa ruang tamu. Hilda tidak mampu lagi menahan sakit perutnya dan memilih untuk tidur. Hilda berharap dengan tidur sakitnya akan lebih tidak terasa. Dalam tidurnya Hilda kembali teringat akan Adnan, hingga Hilda akhirnya mimpi buruk dan dalam mimpi itu Hilda melihat mobil Adnan tabrakan dengan truk yang menyebabkan Adnan meninggal di tempat.

Comentário do Livro (288)

  • avatar
    SuhaeniEni

    cerita nya bagus

    10d

      0
  • avatar
    SalsasabilahSalsa

    seruu bngettt 😭

    23/06

      0
  • avatar
    CmsTuser77

    sangat menarik

    06/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes