logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

BOSS BRENGSEK

“Kalau ingin makan, lakukan sesuatu dulu.”
Ucapan itu sontak membuat Biru kebingungan. Dia menatap Nara dengan tidak percaya.
Maksudnya melakukan sesuatu apa? Dia tidak paham.
“Apa?” tanya Biru, sungguh perutnya benar-benar tidak bisa di ajak kompromi untuk saat ini.
Nara menatap wajah Biru yang tampak memelas, dia terpikirkan sesuatu untuk membalas sikap menjengkelkan pria ini. kemarin saja dia memaki-maki dia dan sekarang, malah seperti sedang bergantung padanya.
Nara melirik ke arah wastafel, ada piring kotor yang menumpuk di sana. dia terpikirkan satu ide.
“Cuci piring.”
Biru benar-benar syok mendengar ucapan nara, apalgi saat dia menatap jari lentik wanita itu mengarah ke wastafel.
“Jangan bilang kamu nyuruh saya untuk nyuci piring,” ucapnya dengan was-was.
Tidak lucu jika seorang CEO perusahaan terkenal malah menjadi pencuci piring sekertarisnya sendiri.
“Kamu bercanda ya?” tanya Biru sambil terkekeh, tidak mungkin Nara setega itu, menyuruhnya untuk mencuci piring kotor yang menumpuk. Bahkan dia belum pernah mencuci piring kotor seperti itu selama dia hidup.
“Tidak!” jawab Nara dengan cepat, lalu dia kembali fokus pada masakannya. Senyum licik terlihat jelas di bibir Nara, dia benar-benar menikmati ini sekarang. Memangnya, kapan lagi punya kesempatan untuk memberi pelajaran pada pria itu.
“Nay-“
“Lakukan kalau Pak Ray ingin makan.” Nara menghidangkan gurame asam manis itu di atas piring keramik bundar berwarna putih, lalu membawanya ke meja pantry.
“Tapi saya ini Boss kamu loh.” Dia masih berusaha mencari alasan, sebentar pria itu melirik wastafel dan dia langusng bergidik ngeri melihat piring-piring kotor itu.
“Tapi ini apartemen saya Pak Ray.” Nara menoleh kepadanya, “jadi saya bossnya di sini.” Dia tersenyum kecil, senyum menyebalkan yang benar-benar membuat Biru semakin kesal.
“Saya mandi dulu. Selesai mandi, semua ini sudah selesai. Oke!” Nara menyatukan Ibu jari bersama telunjuknya, membentuk simbol OKE. Lalu dia segera pergi meninggalkan Biru yang ingin protes, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
“Ck! Akh! Sialan!” umpatnya sambil melayangkan pukulan ke udara, tepat saat Nara sudah masuk ke dalam kamarnya.
“Ya sudahlah. Hitung-hitung latihan jadi suami Nara,” gumam pria itu, dia masih saja menatap horor benda-benda kotor itu.
Dengan berta hati, dia menggulung lengan bajunya hingga sebatas siku, lalu berdiri tepat di depan wastafel.
Biru menarik nafas, satu tangan meraih spons pencuci piring. Ingin sekali rasanya dia menangis, harga dirinya sebagai CEO SpecT Center Corporate hancur begitu saja, hanya karena menjadi babu di apartemen sekertarisnya.
“Gak apa-apa Bi. Gak apa-apa. Lakukan demi calon istri,” gumamnya untuk menyemangati diri, lalu bersiap untuk mencuci piring.
Diam-diam Nara mengintip dari celah pintu kamarnya, dia terkikik geli melihat Biru yang sedang mencuci piring.
“Rasakan. Siapa suruh selalu memakiku dengan umpatan,” gumam Nara lalu menutup pintu dengan rapat, dia berlalu ke kamar mandi untuk bersih-bersih.
Tidak lama kemudian, Nara keluar dari kamar. dia terlihat cantik hanya mengenak daster selutut berwarna krim. Pakaian seperti ini sangat nyaman untuknya.
Dia melenggang menuju meja pantry, dan sedikit terkejut melihat Xabiru yang sudah selesai mencuci piring tapi dia melepaskan kemejanya dan hanya memakai celana tanpa baju.
“Bapak kenapa telanjang di sini?! Mau berbuat mesum ya?!” Nara mundur selangkah ke belakang, dan dia snagat was-was melihat penampilan Biru.
Xabiru yang berdiri di pinggir meja pantry hanya menatap dia dengan datar. Dari sini, dengan sangat jelas Nara bisa melihat otot-otot perut Biru yang terpahat sempurna. Menandakan jika dia adalah pria gagah dan tangguh. Tidak ingin munafik, jika dia cukup kagum dengan bentuk tubuh Biru yang sempurna.
Menyadari tatapan takut dan juga kagum itu, Biru tersenyum jahat. Dia berjalan mendekati Nara. Wanita itu semakin panik, dia memilih untuk berjalan mundur ke belakang hinggga punggungnya membentur permukaaan dinding tembok.
“Bapak mau apa?” tanya Nara yang sudah panik, mengingat Biru dengan senyum setannya berjalan mendekatinya. Apalagi pria itu tidak memakai baju, hanya celana bahan hitam yang menutupi pinggang hingga ke bawah.
Drap!
Nara terhenyak dan menahan nafasnya ketika Biru menghimpit tubuhnya di antara tembok dan sebelah tangan pria itu mengurungnya. Sungguh, dia benar-benar ketakutan sekarang.
Dia menahan nafas, saat dia merasakan tiupan nafas Biru menyapu permukaan kulitnya. Jarak antara wajah mereka sangat tipis.
“Bapak jangan macam-macam ya!” pekik Nara dengan suara tertahan, dia benar-benar tidak habis pikir sekarang karena pria ini sepertinya sudah kehilangan akal sehat.
Xabiru tersenyum kecil, sebelah tangannya yang menganggur, dia gunakan untuk membelai pipi Nara dengan lembut.
“Kalau saya ingin macam-macam, kenapa Nay? Kamu keberatan?” tanya pria itu dan seakrang dia merapatkan bibirnya ke telinga Nara.
Tubuh Nara semakin tegang, dia bahkan mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Entah kenapa sekarang dia malah sulit untuk bergerak karena Biru semakin mengurung tubuhnya. Bahkan dada pria itu bersentuhan dengan dada Nara.
“Pak Ray jangan seperti ini!” Nara memperingatkan, tapi sepertinya pria itu sudah benar-benar kehilangan kendali dalam dirinya.
“Lalu kamu mau yang seperti apa Nay? Hm?” Suaranya terdengar parau, seperti orang yang sedang menahan nafsu. Bahkan sekarang, pria itu sudah mengigit kecil daun telinga Nara.
“Ahh!” Nara tersentak kaget, tanpa sadar dia malah mendesah karena perlakuan Biru. Spontan dia langsung membekap mulutnya sendiri menggunakan kedua tangan.
Xabiru yang menyadarinya hanya tersenyum kecil, sepertinya Nara menyukai apa yang dia lakukan sekarang.
“Kamu menyukainya?” tanya dia yang sudah mati-matian menahan nafsunya yang membludak. Jujur, dia sendiri benar-benar tidak kuat melihat Nara berpakain seperti ini. Sebuah daster mini, yang panjangnya di atas lutut.
Tiba-tiba Biru melepas kungkungannya, namun dengan cepat dia mendorong bokong Nara hingga tubuh mereka menempel.
“Atau menyukai yang seperti ini? Hm?”
Dari jarak sedekat ini, Nara mendongak dan melihat wajah Biru yang sudah di penuhi nafsu. Sialan! Dia tidak akan membiarkan pria ini melakukan hal buruk padanya.
Plak!
“Akh!”
Spontan Biru memekik karena tiba-tiba Nara memukul kepalanya. Suasana pun menjadi berubah, seketika kabut nafsu di matanya hilang begitu saja.
“Kamu kenapa pukul kepala saya?” tanya Biru yang terlihat kesal sambil mengusap kepalanya yang sakit.
Nara menatapnya dengan datar, lalu mendorong dada pria itu hingga menjauh darinya. Rasanya dia tidak hanya ingin memukul kepala pria ini, tapi juga menghajarnya sampai tidak berdaya lagi.
“Saya tidak sama dengan wanita-wanita anda yang lainnya. Jadi tolong jaga sikap Bapak!” ucapnya dengan tegas, lalu pergi begitu saja menuju meja pantry dan meninggalkan Biru yang masih mendengus kesal.
“Shit!” umpatnya dengan pelan, ketika dia melihat bagian bawahnya menegang, “bibir pedasnya itu benar-benar membuatku ingin melumatnya sampai habis,” gumam Biru lalu pergi menyusul Nara yang sudah duduk di kursi pantry.
Pria itu duduk di samping Nara, dengan wajah merengut yang benar-benar membuat Nara ingin menimpuknya menggunakan sendok.
“Pakai bajumu!” ucap Nara dengan ketus, lalu dia membalik piringnya.
“Baju saya basah gara-gara piring kotormu itu. Sudah masukkan ke dalam mesin cuci, jadi tolong cuci ya.”
Mendengar ucapannya itu, Nara mengerutkan keningnya. Kenapa pria ini terkesan sedang memerintah dia sih. Dan sialnya, dia berbicara dengan sangat santai. Benar-benar boss brengsek!
“Saya minta tolong Naraya,” ucapnya lagi setelah mendapat tatapan tajam dari Nara.
Wanita itu hanya bisa menghela nafasnya dengan panjang. Saat melihat Xabiru yang terkekeh dan menunjukkan deretan giginya yang putih.
Nara menyuduh nasi dan juga ikan gurame ke dalam piringnya, lalu meneguk air putih dan bersiap untuk makan. Tapi, tiba-tiba Biru menyodorkan piringnya yang kosong ke arah Nara dan itu membuat dia sendiri kebingungan.
“Mau apa?” tanyanya dengan kening mengerut.
“Tolong buatkan nasi saya,” ucapnya dengan santai.
“Anda punya tangan. Jadi silahkan lakukan dengan sendiri!” balas Nara dengan sarkas, lalu dia menyuapkan nasi ke dalam mulutnya menggunakan sendok.
Enak saja! Sudah numpang makan, masih saja menyuruh-nyuruh. Dia merasa, Bossnya ini memang tidak punya otak.
Xabiru mendengus kesal, entah kenapa sulit sekali mengambil hati Nara.
Dan akhirnya, dia melakukannya dengan sendiri. Menyendok nasi dan juga gurame asam manis itu.
Mereka makan dalam diam. Lebih tepatnya, Nara seperti memberi batasan antara mereka.
***

Comentário do Livro (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes