logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

MENUMPANG TIDUR

Nara tiba di kediamannya. Setelah dia terbangun dan meninggalkan Biru sendiri. Pria itu masih tertidur lelap ketika Nara pulang.
Mungkin hari ini dia tidak akan berangkat ke kantor, tentu dengan alasan karena dia sudah bekerja melebihi jam kerja kantor yang sepatutnya.
Lagi pula, besok lusa Xabiru akan mendapatkan sekertaris baru. Ini adalah momen yang paling dia tunggu, mengindari pria itu. Dan kembali bekerja dengan nyaman di divisi keuangan.
Tapi ada satu hal yang membuat dia sedikit heran, kenapa mendadak Biru berubah dalam hitungan hari. Dia bahkan terkesan seperti orang yang sangat lembut, padahal Nara tahu dia itu pria brengsek.
Sudahlah! Nara tidak ingin memikirkannya, dia ingin segera mandi dan istirahat. Biarkan saja Xabiru mengamuk nanti, karena Nara sudah memiliki jawaban yang tepat untuk itu.
Wanita itu membuka pintu apartemennya, lalu dia melepaskan sepatu dan menyimpan benda itu di rak. Lalu dia berjalan menuju kamar. Bersiap untuk membersihkan tubuhnya.
Setelah selesai berkemas, Nara memilih untuk pergi ke supermarket. Dia ingin belanja bulanan, mengingat persediaan di apartemennya sudah habis.
Nara mendorong trollynya, menyusuri rak-rak dengan semua kebutuhan sehari-hari tersusun rapi. Setelah selesai, dia pergi untuk membeli ikan segar. Tiba-tiba dia ingin memakan gurame asam manis, sepertinya itu sangat enak.
“Guramenya satu kilo ya,” ucapnya pada seorang pria penjaga stand ikan segar itu, “langsung dibersihin aja,” sambungnya lagi, sambil tersenyum ekcil.
“Baik Bu.”
Nara melihat-lihat ikan segar itu, mungkin saja ada yang membuat dia tergiur. Dia juga melihat-lihat resep-resep masakan yang di tempel di sana, siapa tahu dia tertarik.
Ketika dia sedang membaca resep, tiba-tiba seseorang menabraknya dari samping menggunakan trolly, hingga membuat dia terkejut.
“Eh, maaf Mbak. Saya enggak sengaja,”
“Mah, hati-hati dong. Biar Alen saja yang bawa trollynya.”
Tubuh Nara terpaku sesaat, tepat setelah mendengar percakapan dua perempuan itu. Suaranya sangat familiar di telinga Nara, dan nama itu. Alen?
“Mbak. Enggak apa-apakan? Maaf ya,” ucap gadis itu sambil menilik wajah Nara yang tidak kunjung menoleh ke samping.
“Mbak, ini guramenya.” Nara segera mengambil belanjaannya lalu dia segera pergi meninggalkan tempat itu, tanpa menjawab permintaan maaf mereka.
“Eh, dia kenapa Len?” tanya wanita itu kepada putrinya.
“Enggak tahu Mah, tapi dia agak mirip sama Kak Nay ya.”
“Hush! Ngaco kamu! Mana mungkin, postur tubuh Nara enggak kayak gitu.”
Percakapan mereka masih terdengar di telinga Nara, tapi dia dengan buru-buru segera pergi dari sana. Benar, ternyata mereka adalah Mamahnya dan Alen.
Sepanjang jalan pulang, Nara terus diam. Tatapannya terlihat kosong. Mendengar suara Mamahnya tadi, ingin sekali Nara memeluk Maya. Dia sangat merindukan wanita yang sudah melahirkannya itu.
Tapi, itu tidak mungkin terjadi. Dia bahkan sudah di buang oleh keluarganya dan di coret dari daftar keluarga. Dia kembali teringat kejadian lima tahun lalu, ketika dia di usir namun tidak satupun dari mereka yang mau mempertahankan Nara.
Nara tahu ini salahnya. Tapi dia benar-benar di perkosa, bukan karena sengaja atau berpesta hingga mabuk-mabukan. Namun, tidak ada yang mau mendengarnya.
Nara tiba di apartemnya. Dia mengenyahkan semua pikiran tentang masa lalunya. Sekarang, Nara hanya hidup untuk memperjuangkan putrinya dan juga Bu Ina. Tidak ada yang berharga baginya, selain mereka berdua.
Dia membawa barang belanjaan yang begitu banyak. Mungkin ini cukup untuk satu bulan ke depan, mengingat dia hanya tinggal sendirian.
Pintu lift terbuka, dan dia sudah sampai di unit apartemen. Betapa terkejutnya dia saat melihat Xabiru sedang berdiri di depan pintu. Dan masih memakai pakaian kantornya kemarin.
‘Apa yang dia lakukan di sini?’ tanyanya dalam hati.
“Pak Ray Smith?”
Menyadari ada orang yang datang, Biru segera menoleh ke belakang dan mendapati Nara sedang berdiri di depan lift bersama barang belanjaan di paper bag berwarna coklat dan di dekap di dadanya.
“Ah Nara, saya sudah menunggu kamu sangat lama.”
Nara mengerutkan keningnya, lalu dia berjalan menuju pintu dan menekan password keamanan. Biru sendiri masih berdiri di belakangnya.
“Ada urusan apa Bapak kemari?” tanyanya lalu mendoorng pintu dan masuk ke dalam, di susul oleh Xabiru. Nara melepaskan sandalnya, lalu memakai sandal bulu khusus untuk di dalam rumah.
“Saya ngantuk. Mau numpang tidur.” Nara berbalik, tepat setelah mendengar ucapan pria itu.
“Memangnya Bapak gak punya rumah? Kenapa harus numpang tidur di apartemen saya?” tanyanya dengan ekspresi jengkel, ayolah.
Xabiru melepaskan sepatunya, dia melihat deretan sandal di rak. Semuanya sandal wanita.
‘Bodo amatlah! Dari pada gak pakai!’ gumamnya lalu meraih sebuah sandal bulu berwarna ping dengan bentuk kepala babi.
“Malas pulang ke rumah,” jawab Xabiru, lalu dia berjalan menuju sofa dan menghempaskan bokongnya di sana, “lagi pula kamu meninggalkan saya tadi. Siapa suruh tidak bangunkan saya.” Dia merebahkan tubuhnya di sana, lalu menggunakan lengannya untuk menutup mata.
“Apartemen saya bukan tempat penampungan Pak Rey!” balas Nara dengan tegas. Tapi, memang dasar pria itu keras kepala, karena dia bahkan tidak mendengarkan ucapan Nara sedikitpun.
Nara berdecak kesal, percuma saja memarahi pria itu karena memang tidak akan ada gunanya. Dia memilih untuk pergi ke dapu, merapikan barang belanjaannya dan lanjut memasak.
Persetan dengan Xabiru, dia akan menganggap pria itu tidak ada di sini.
Ketika Nara sibuk memasak, dia tidak sadar jika Biru sedang memperhatikannya dari sofa. Alasan untuk menumpang tidur, itu hanya bualannya semata. Karena dia bahkan tidak mengantuk sama sekali, hanya ingin berada di samping Nara.
‘Benar-benar istri idaman,’ gumam pria itu, dengan senyum kecil yang menghiasi wajah tampannya.
‘Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku Nay. Apapun akan aku lakukan, biar kamu menjadi milikku.’
Biru berjalan mendekati Nara, dia benar-benar kagum melihat kelihaian wanita itu dalam memasak. Dia tidak menyangka akan jatuh cinta pada wanita yang sudah dia rusak lima tahun lalu.
“Kamu masak apa?”
Nara terlonjak kaget, ketika dia menyadari Biru berada di sampingnya. Mengintip dari balik pundaknya untuk melihat apa yang sedang di masak olehnya.
“Bapak ngapain?” tanyanya yang terlihat tidak senang, entah kenapa dia sangat jengkel jika sudah berurusan dengan pria ini.
“Mau lihat kamu masak. Memangnya gak boleh?”
“Gak!” balas Nara dengan sarkas.
Biru berdecak kesal, lalu dia mundur satu langkah ke samping dan terus memperhatikan wanita itu memasak.
“Pelit!” ucapnya namun terus melihat ikan gurame asam manis itu, sial dia jadi laparkan, “saya boleh numpang makan?” tanyanya yang sudah meneguk saliva dengan susah payah.
Nara meliriknya sesaat, masih dengan ekspresi tidak senang itu. Apa-paan dia ini, sudah numpang tidur dan sekarang malah minta makan. Tidak tahu diri sekali.
“Gak!”
“Nay, jangan pelit akh! Saya lapar loh, gak makan dari tadi malam.” Dia mengusap perutnya yang sudah keroncongan, memasang wajah kasihan agar mendapat iba dari Nara.
“Saya tidak peduli.”
Dan akirnya, Biru memilih untuk diam. Dia terus memperhatikan bagaimana Nara memasak. Bahkan sampai meneguk salivanya berkali-kali.
Sial! Nara malah kasihan padanya.
***

Comentário do Livro (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes