logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Pemberian Tedi

Dering ponsel menyadarkan lamunannya. Sheril segera melihat ponselnya, ia pun duduk karena kakinya mulai terasa pegal.
[Siapa yang mau menunggumu?]
Sheril menatap layar ponsel di genggamannya. Ia menerka nerka, apakah tebakannya salah? Atau Alnonim sedang pura-pura? Jarinya kembali menari di atas keypad ponselnya.
[Bukankah kamu mau pulang denganku? Lebih baik kamu jangan menungguku, bahaya!]
[Aku tak perlu menunggumu. Bahkan aku selalu melihatmu meski tak pernah kau anggap.]
Sheril mencebik, hatinya semakin yakin kalau Alnonim itu adalah Tedi. Ia mengabaikan pesan terakhirnya, lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku celana kembali. Sheril membuka pintu hendak keluar dari gudang. Saat pintu di buka, yang Sheril dapati adalah Vero. Keduanya saling tatap dalam waktu cukup lama.
Deg
Debaran halus itu membuat Sheril mengedipkan mata. Ia mengumpat-umpat dalam hatinya. Mata itu, tatapannya selalu membius Sheril.
"Aku kira kamu kenapa-napa, soalnya lama di gudang," ucap Vero. "Syukurlah kalau kamu nggak kenapa-napa," ucapnya lagi, kini ia mengacak rambul Sheril. Membuat Sheril mendengkus kesal dan beranjak pergi dari hadapan Vero.
"Sudah kubilang, jangan rusak rambutku!" gerutunya.
Vero tertawa sambil mengikuti Sheril menuju meja kasir.
pada jam makan siang, Vero pamit sejenak untuk pergi ke kedai. Sementara Sheril berjaga di meja kasir. Pembeli di siang ini hanya ada beberapa anak sekolah yang sengaja makan siang di sevenmart.
Uap dari mie cup yang sedang diseduh, membuat rasa lapar yang dirasakan Sheril semakin menjadi.
''Jangan dulu makan apapun!'' Itulah perintah Vero sebelum pergi. "Meskipun minum air putih!" Sheril mencebik. Baru kali ini ada orang yang melarangnya, sementara perutnya sudah melakukan demonstrasi?
"Hah." Sheril mengempaskan napas kasar. Ia duduk sambil melirik ke arah luar. "Dia ngapain ke sini lagi?" gumam Sheril saat matanya menangkap sosok Tedi.
Pria itu kini sudah berganti pakaian. Mengenakan hoodie hitam dan celana jeans panjang berwarna senada. Di tangannya ada tote bag berwarna krem. Tedi membuka pintu, mata Sheril tak berhenti menatap pria itu yang semakin mendekat ke arahnya.
"Apa kamu sudah makan siang?" tanya Tedi sambil menatap Sheril.
"Mm. Belum," jawab Sheril. Ia curiga atas pertanyaan Tedi.
"Baguslah. Aku membawakan makanan untukmu." Tedi meletakan tote bag yang dibawanya ke atas meja kasir, tepat di depan Sheril.
"Um. Makasih, dan maaf merepotkan," ucap Sheril sambil mengalihkan pandangannya.
"Aku akan melakukannya setiap hari, kalau kamu suka. Jadi, makanlah!" titah Tedi.
Sheril menatap Tedi, ia tidak percaya atas apa yang diucapkan pria di depannya itu.
Kenapa baru saat ini ia menyadari bahwa Tedi seorang pria gagah? Sheril menunduk sambil menggigit kuku, ia gugup menerima pemberian Tedi. Sampai suara perutnya menyadarkan dirinya dari pikiran-pikiran yang berjalan jauh.
"Sher!" panggil Tedi.
Sheril mendongak. "Ya," jawabnya.
Di sisi lain, Vero yang baru saja tiba dari kedai, langkahnya terhenti di balik pintu kaca. Ia berdecak setelah melihat pemuda yang sedang berbincang dengan Sheril. Lalu, ia melangkah dengan percaya diri menghampiri Sheril.
"Sher, kamu suka makan ebi?" tanya Vero tiba-tiba. Ia berjalan menuju ke sisi kanan Sheril.
"Um. Aku alergi ebi," jawab Sheril gugup. Ia kembali menatap Tedi. "Makasih, Ted. Aku akan memakannya."
"Aku akan menunggumu," ucap Tedi. "Selamat makan siang!" ucapnya lagi. Lalu pamit keluar dari sevenmart.
Vero yang duduk di samping Sheril menatap tajam ke arah punggung Tedi. Lalu ia menatap Sheril lagi. Gadis yang ditatapnya itu kini sedang melamun.
"Aku juga belikan kamu daging," ucap Vero.
"Ah, iya, makasih," ucap Sheril seakan sudah disadarkan dari lamunannya.
Vero menatap tingkah Sheril, ada rasa penasaran namun ia tak bisa menanyakan banyak hal. "Ayo kita makan!" seru Vero sambil menggeser kursi lalu duduk lebih dekat dengan Sheril.
Sheril melirik ke arah Vero, ia menatap pemuda di dekatnya itu dengan tatapan tajam. Lalu Sheril menggeser tempat duduknya.
"Jaga jarak, aku nggak suka makan terlalu dekat dengan orang," ucap Sheril sambil membuka kantong plastik yang diberikan Vero.
Di dalam kantong plastik itu terdapat mangkuk yang ditutupi plastik transparan pada bagian atasnya. "Kenapa nggak minta mangkuk plastik sekali pakai saja?" tanya Sheril sambil menoleh ke arah Vero.
"Nanti diambil sama kurir, kok. Tenang saja," jawab Vero.
Sebelum mulai menyuap makan siangnya, Sheril menatap ke arah luar. Di seberang jalan, tepatnya di sebuah cafe. Tedi sedang duduk dengan dua temannya di kursi luar.
'Pasti Alnonim itu Tedi. Aku harus memastikannya supaya jelas.'
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Vero saat membuka plastik penutup mangkuk makanan.
"Um. Tidak. Hanya memikirkan teman."
"Teman? Yuri?"
"Aku tidak akrab dengan Yuri," jawab Sheril dengan cepat.
"Apakah Rey?" tebak Vero lagi.
"Ukhuk!" Sheril terbatuk saat ia tak sengaja menelan makanannya. Ia lalu mengambil botol air mineral dan meneguknya. "Rey, aku juga kurang akrab, sih," jawab Sheril terbata-bata.
Tote bag pemberian Tedi segera dibukanya. Isinya dua mangkuk makanan, makanan itu semuanya kesukaan Sheril. Ada dimsum ayam juga pempek Dos. "Waw. Makan siangku lengkap sekali," gumam Sheril. Ia lalu melirik ke arah Vero. "Apa kamu suka dimsum ayam dan pempek?" tanya Sheril. Ia memamerkan dua mangkuk yang ditutupi plastik transparan.
Vero melihat sekilas ke arah makanan yang dipamerkan Sheril. Lalu menatap lama wajah Sheril, membuat pipi Sheril bersemu merah. Sheril pun memalingkan wajah sambil menggerutu. "Jawab aja, apa susahnya, sih!"
Vero tertawa kecil. Ia mendekatkan wajahnya ke dekat telinga Sheril. Membuat Sheril enggan menoleh sambil menahan napas. "Aku sukanya, kamu," bisik Vero.
Apa? Sheril menjerit dalam hatinya. Apa kata-kata itu tidak salah didengarnya? Entahlah, kini wajah Sheril semakin merah.
Vero sudah kembali ke tempat duduknya, ia tertawa kecil sambil mengaduk makanannya supaya tercampur.
"Kamu tuh kalau becanda jangan kelewatan," ucap Sheril sambil menyuap makanan.
"Aku nggak becanda, tuh!" jawab Vero singkat.
Sheril mendengkus, lalu berdiri saat seorang pembeli hendak membayar belanjaannya.
"Semuanya 1 pound, Dek." Sheril membungkus belanjaan milik pembeli sambil menyerahkan kepada pembeli.
*1 pound kira-kira 20.000 rupiah.
"Terima kasih," ucap Sheril saat menerima uang bayaran.
Sheril kembali duduk, lalu melanjutkan kembali aktivitas makannya.
"Terima kasih traktirannya," ucap Sheril sambil menggeser mangkuk yang sudah kosong. Kini ia membuka bekal yang diberikan Tedi. Dimsum ayam itu satu per satu masuk ke mulut Sheril.
"Apa kamu belum kenyang?" tanya Vero.
Sheril menoleh ke arah Vero. Pria di sampingnya itu menatapnya penuh keheranan. Ia berpikir, gadis kecil di depannya hanya cukup makan satu porsi makanan. Namun, pikirannya salah.
"Sayang aja kalau nggak di makan sekarang," ucap Sheril. Ia menyuap kembali satu dimsum ke mulutnya. "Mau?" tawar Sheril dengan mulut penuh makanan.
"Nggak, aku sudah kenyang," ucap Vero. Ya, selain gengsi, ia tidak ingin memakan makanan dari rivalnya.
Vero beranjak menuju lemari minuman, ia mengambil dua botol air mineral. Lalu kembali berjalan ke arah Sheril. Menyimpan satu botol air di depan Sheril. Vero duduk sebentar untuk meneguk minumannya. Setelah itu, ia berjalan menuju tempat lain karena seorang pembeli sedang memerlukan bantuan.
"Ada yang bisa saya bantu, Nek?" tanya Vero.
"Oh, iya, Nak. Kenapa teh celup kamu letakan di atas, aku susah mengambilnya," gerutu wanita tua itu.
"Maaf, Nek," ucap Vero sambil mengambil tiga kotak teh celup.
"Aku hanya butuh rasa leci, terima kasih, Nak. Lain kali kamu letakan di bawah!"
"Baik," ucap Vero. Setelah kepergian nenek itu, Vero menatap rak di depannya. Ia menimbang-nimbang usul dari wanita tua tadi.
Sheril sudah selesai dengan makan siangnya. Ia meletakan mangkuk yang diberikan Tedi pada tote bag bekasnya tadi. Seorang wanita tua itu datang menghampiri Sheril di meja kasir.
Sheril dengan ramah melayani wanita tua itu. "Totalnya 10 pound, ya, Nek." Sheril menyerahkan bingkisan belanjaanya itu kepada pembeli.
"Anak muda itu pegawai baru?" tanya wanita tua itu. Sambil menyerahkan selembar uang.
"Ah, ya. Baru saja kemarin masuk," jawab Sheril dengan ramah.
"Pantesan," gumamnya. Wanita itu segera pamit.
Sheril menatap ke arah Vero, di kepalanya penuh pertanyaan. Namun, lamunannya itu tak bertahan lama. Karena dering ponsel kebali menyadarkannya.
"Siapa sih?" tanya Sheril sambil membuka kunci layar ponselnya.
[Semoga harimu menyenangkan!]
Sheril tersenyum. Pesan yang diterimanya adalah dari akun bernama Alnonim.

Comentário do Livro (824)

  • avatar
    Carlos Santaro

    best plot story ever

    09/05/2022

      0
  • avatar
    zunzun

    penasaran bangetttt sama ceritanya.. tiap hari selalu cek apa udah update belum.. secepatnya mungkin ya.. soalnya bikin penasaran banget sama ceritanya sheril.. 😍😍🥰🥰

    28/12/2021

      1
  • avatar
    MimiAzli

    sorg pmpn yg jomblo..disukai tiga pria.

    27/07/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes