logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 4 Dasar cewek

Sepanjang malam Riko memikirkan Feby sembari mengecek ponselnya. Ia berharap jika Feby menghubunginya duluan.
"Dasar cewek, yang salah siapa yang musti minta maaf siapa," gumam Riko.
Riko berkali-kali memikirkan cara bagaimana membuat Feby tidak marah kembali padanya.
Ke esokan paginya
Feby yang terbiasa di antar mang Ujang pagi itu ternyata sudah di tunggu di depan rumah.
"Tumben gak semangat neng," sapa mang Ujang memberikan helm pada Feby.
"Kesiangan mang, agak ngebut ya," ujar Feby.
Mang Ujang memacu motornya tanpa bertanya lagi. Setelah sampai di ujung jalan mang Ujang berhenti.
"Kok berhenti mang?" tanya Feby.
"Lah biasanya minta di anter sampe sini neng," jawab mang Ujang.
"Untuk hari ini sampe sekolah mang, gas," intruksi Feby.
"Oke neng,"
Lima menit kemudian Riko sampai di tempat biasa ia menjemput Feby. Namun ia tak mendapati Feby di sana. Hingga sepuluh menit Riko menunggu, tetapi Feby tak kunjung datang. Akhirnya Riko berangkat ke sekolah dengan keadaan telat.
"Pagi pak," ucap Riko di depan pintu kelas.
"Pagi pagi, udah siang ini, kamu kenapa telat?" tanya guru.
Feby yang mengetahui Riko telat hanya melirik ke arah Riko.
"Maaf pak tadi ban motor saya bocor," ucap Riko berbohong.
"Sana ke guru piket," suruh guru.
Alhasil Riko pun di hukum membersihkan toilet oleh guru piket. Dengan perasaan kesal Riko pun membersihkan toilet. Hingga jam pelajaran pertama usai ia belum selesai membersihkan toilet. Riko terduduk di samping wastafel dan tak terasa memejamkan matanya.
"Hei,"
Riko terkejut dan mulai membuka matanya perlahan. Di lihatnya Feby telah ada di hadapannya membawa botol minum yang di sodorkan padanya.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Riko mengucek matanya.
"Mau liat kamu di hukum," Feby duduk di sebelah Riko.
"Oh," Riko meminum air dari Feby.
"Gimana? enak?" tanya Feby menatap Riko.
"Aahh, biasa aja rasa air putih," jawab Riko.
"Bukan airnya,"
"Lalu?"
"Enak di hukum?" Feby tersenyum.
"Yaa, itung itung olah raga kali ya,," jawab Riko tersenyum.
Wajah Feby berubah, ia mengahadapkan tubuhnya di depan Riko.
"Riko,"
"Yaaa," jawab Riko tanpa menatap Feby.
"Kamu masih sayang sama aku?" tanya Feby.
"Kalo aku nggak sayang, nggak mungkin aku di hukum gara-gara telat nungguin kamu di jalan," jawab Riko.
"Jadi kamu,"
"Udah lah nggak usah di bahas, kamu masuk lagi sana udah bel ganti mapel kan?" Riko berdiri.
"Apa kamu akan cemburu ke semua cowok yang ngobrol sama aku?" tanya Feby yang kini berdiri di hadapan Riko.
Riko tak menjawab pertanyan Feby, ia tersihir oleh tatapan Feby yang begitu cantik di depannya. Kini wajah mereka hanya berjarak sepuluh senti. Napas yang membjru di rasakan Riko begitu dalam. Ketika bibir mereka hampir bertemu, tiba-tiba Riko mengucapkan sesuatu.
"Emm, kamu balik ke kelas deh mendingan, bentar lagi aku nyusul," ujar Riko membereskan sikat dan embernya.
Jantung Feby yang berdegub tak karuan hanya bisa mengikuti ucapan Riko. Perasaannya sangat bercampur kala Riko akan mencium bibirnya.
"Hhuuhh anjrit apaan sih ini," Riko memegang dadanya yang berdegub kencang.
Ia tak mampu lebih lama lagi bertatapan dengan Feby. Nyalinya hilang sesaat bak bertemu dengan sosok wanita yang ia harapkan selama ini.
Riko berjalan menuju kelasnya dengan perasaan yang mulai tenang. Sesaat ia melirik ke arah Feby yang tertunduk di depan buku pelajaran.
Hingga bel istirahat berbunyi, Riko tetap tak berani menghampiri Feby. Di lihatnya dari tempat duduk Riko yang berada di ujung belakang, Feby sibuk membaca novel dan sesekali menulis diari. Ketika Riko akan menghampiri Feby, beberapa siswa OSIS terlihat mendatangi Feby.
"Feb, kamu nggak sibuk kan?" tanya Ana.
"Enggak, ada apa tumben," jawab Feby menutup novelnya.
"Jadi gini, kan bulan depan ada pensi kakak tingkat buat kelulusan, nah kita anak OSIS yang pegang acaranya, kira-kira kamu mau bantu kita nggak?" tanya Ana yang mengambil bangku untuk duduk di sebrang Feby.
"Mm aku bisa bantu apa kira-kira," ujar Feby.
"Gini, kamu kan aktif di mading kita, kita mau kamu bikin puisi perpisahan, bisa nggak?" tanya Bella.
"Mm, bisa aja sih, ntar aku bawa ke ruang OSIS kalo udah jadi ya," ujar Feby.
"Tapi Feb, puisinya kamu yang bawain ya, tapi di musikalisasikan gitu, bisa ya," pinta Ana.
"Aduh aku gak biasa di atas panggung, yang lain aja deh, lagian suara aku jelek," jawab Feby.
"Tolong banget ini, kita nggak tau lagi minta tolong ke siapa, kalo kamu siap langsung dateng ke aula ya, sekarang kita latihannya tiap hari soalnya udah mepet sebulan lagi, pliss yaaa," pinta Ana.
Feby terdiam dan memikirkan permintaan Ana. Di sisi lain ia sangat menyukai drama musikal, namun ia tidak terlalu percaya diri untuk tampil di depan banyak orang.
"Ya udah pokoknya kamu pikirin dulu ya, nanti sore jam tiga kumoul di aula, kita mau balik lagi ke ruang OSIS masih banyak kerjaan ya Feb, makasih banyak sebelumnya," ucap Ana.
"Oke,"
Feby berkali-kali memijit kepalanya meski tidak merasa pusing. Ia bingung bagaimana cara menolak permintaan Ana itu.
"Udah terima aja, kamu kan jago di bidangnya," ucap Riko yang tiba-tiba berada di sampingnya.
"Eh copot, ih ngagetin aja deh," ucap Feby memukul lengan Riko.
"Ngangenin bukan ngagetin," ledek Riko.
"Tapi kan suara aku jelek, dan gak biasa juga nyanyi di tonton banyak orang, bisa pengsan aku," jawab Feby.
"Kan belum nyoba, tau dari mana nggak bisa?" Riko tersenyum di depan Feby.
Feby berpikir keras tentang tawaran itu.
"Ntar aku ajarin deh nyanyi doang," ujar Riko.
"Oh nggak usah aku bisa sendiri, kamu pendam dulu aja ya suara kamu," Feby menyeringai.
"Ehmm...hmm...," Riko mengambil suara.
"Udah udah skip dulu aja bagian nyanyi yah, iya aku bisa kok oke," Feby menutup mulut Riko.
"Ya elah bi, aku bisa nyanyi kok serius," ujar Riko.
"Iya percaya kok kamu berbakat, tapi lebih baik di pendam aja dulu ya oke,"
Feby yang mengetahui Riko tak bisa bernyanyi pun segera mengiyakan tawaran itu agar ia tak harus mendengar suara sumbang Riko.
Akhirnya bel pulang pun berbunyi. Feby bersiap untuk menuju ke aula bergabung dengan anak OSIS yang tengah latihan untuk pensi sekolah nanti.
"Febyyyy, aaaa akhirnya kamu gabung juga, welcome to pensi SMA Nusa Bangsa," ucap Ana yang begitu senang melihat Feby.
"Terus sekarang aku harus ngapain? aku belum selesai sih bikin puisinya, aku bikin dulu aja kali ya," ucap Feby.
"Bagian kamu jam tigaan Feb, soalnya sekarang gladi buat seremonialnya, kamu mau nunggu di mana bebas," ujar Ana.
"Oke aku perlu menyendiri keknya, di sini lumayan bising jadi nggak konsen nulisnya, nggak apa-apa kan kalo aku di taman belakang?" tanya Feby.
"Oke oke, nanti gue wa aja ya kalo udah giliran kamu," jawab Ana.
Feby yang awalnya akan menuju ke taman dekat kolam renang, akhirnya melihat tribun kolam yang sepi. Ia pun memutuskan untuk menulis di sana.
Feby duduk di tengah tribun dengan di temani angin dan air kolam yang tenang. Ia mulai menggores tinta di atas buku diarinya. Di tengah konsentrasi penuhnya bukan kata-kata perpisahan yang muncul dalam kepalanya. Melainkan kata-kata indah tentang Riko yang berlalu lalang di dalam kepalanya.
Berkali-kali ia mencoret dan merobek kertas diarinya. Tak ada inspirasi sedikitpun yang muncul tentang topik perpisahan sekolah yang harusnya ia tuliskan.
"Aaaa Riko kenapa kamu mulu sih yang di otak aku," teriak Feby sembari membenamkan wajahnya dalam buku.
"Cieee bucin,"
Riko tiba-tiba datang entah dari mana. Ia duduk di sebelah Feby yang tengah frustasi memikirkan puisi perpisahan sekolah.
"Astaga, kamu kenapa sih datang selalu ngagetin, bisa permisi dulu kek," ucap Fwby sedikit kesal.
"Aku akan datang kapan pun kamu butuh aku bi," ujar Riko.
"Kok belum pulang?" tanya Feby.
"Lah nungguin kamu lah, mana tega abang ninggalin pacar abang sendiri gini," jawab Riko.
"Oh," jawab Feby singkat.
Riko menyandarkan tubuhnya dengan kaki bersandar pada kursi tribun di depannya.
"Oh iya menjawab pertanyaan kamu tadi pagi di toilet, aku nggak akan cemburu kok ke semua cowok yang ngobrol sama kamu, cuman ya beberapa cowok tertentu aja sih," jelas Riko.
"Yang tertentu itu yang gimana?" tanya Feby.
"Ya yang kayak Jodi,"
"Emang Jodi kenapa?" tanya Feby.
"Ah nanya mulu kek wartawan, udah itu cepet tulis puisinya,"
Riko menyandarkan kepalanya di bahu Feby. Matanya terpejam seiring angin berhembus pelan. Feby mulai menuliskan puisinya tanpa membangunkan Riko yang tertidur pulas.

Comentário do Livro (492)

  • avatar
    Ndrii

    ditunggu kelanjutan ceritanya yaa kaa😍 seruu bngeet😊, smpee kebawa suasana aku bacanya:)

    19/01/2022

      1
  • avatar
    HOMEGREA

    hidup adalah proses, dalam proses ada kenyataan yang terjadi kadang tidak sesuai harapan dan harus di jadikan pelajaran hidup, pelajaran hidup memberi pengalaman yang membuat kita bijak membuat keputusan yang tepat dalam memilih jalan terbaik untuk masa depan rumah tangga yang di idamkan.

    30/12/2021

      2
  • avatar
    Annisa Febri

    baguss dan menarik,karena mewakili hati seorang perempuan di sayang oleh pacarnya..dan tidak ada yang seperti dia

    22/12/2021

      1
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes