logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Ejekan Aryo

Keesokan harinya, masih diruangan yang sama dengan kemarin. Hari ini tidak ada pertikaian antara mereka, cukup jarang ditempat ini suasananya tenang. Aryo dan Abraham terlalu sibuk untuk bertengkar. Sedangkan Alisa belum datang. Waktu berlalu dengan cepat dalam suasana hening. Ditengah kesibukan masing-masing Abra menyadari ketidakhadiran Alisa inilah yang membuat suasana dingin.
"Aneh, tak biasanya dia absen" celetuk Abra.
Celetukan itu terdengar oleh Aryo yang tengah memikirkan kebutuhan untuk menjalankan rencana mereka.
"Bisa-bisanya kau memikirkan dada perawan disaat seperti ini" goda Aryo.
Abra tak menjawab dan suasana kembali hening.
"Ku pikir sebaiknya kita meminta izin pak Zendi agar kita memiliki penanggung jawab atas hal ini, ku rasa ini terlalu berisiko jika dilakukan tanpa backing". ujar Aryo memecah keheningan
"Setelah kau menyusun rencana ini hingga akhir, kau baru terpikir hal ini? ayolah, ada apa dengan kepalamu?" jawab Abra dengan nada mengejek.
"Aku serius, setelah ku pikir jika dijatuhkan tuduhan malpraktek dan kita tidak memiliki cara menutupi barang bukti, bukan hanya karier kita yang tamat, tapi kita juga masuk kamar 4x4 tanpa kamar mandi."
"Lantas apa rencanamu?."
"Sedang ku pikirkan."
"Dapatkan yang terbaik." jawab Abra memberikan senyuman semangat.
Melihat itu Aryo memetikkan mata tanda setuju.
Angin yang bertiup dari luar jendela membuat rambut dan jubah kedua lelaki itu berlambai seakan saling sapa. Suasana hening kembali menyelimuti tempat itu. Abra yang tengah asik scrool beranda sosmednya tiba-tiba dikejutkan oleh berita penemuan jubah dokter penuh darah dan beberapa serpihan daging dengan potongan seperti pecahan kaca, lagi-lagi kejadiannya di area yang sama.
"aku keluar, kau pikirkanlah rencanamu."
"ada apa tiba-tiba?."
"Ada hal yang harus ku bereskan sebelum pergi."
Abra meninggalkan Aryo sendiri dari ruang pengap itu. Ia mulai berjalan melewati lorong rumah sakit dan sepertinya tidak ada tempat sepi. Ia pun berjalan lagi menuju parkiran. Hanya disana tempat yang bisa mengobrolkan hal-hal rahasia.
__
Abra sampai di parkiran, dia merogo saku dan mengambil ponsel miliknya. Dia mulai mencari nomor seseorang, tepat di kontak dengan nama 'Detektif Nabila' dia menekan tombol panggil.
Dua kali panggilan selalu ditolak, dokter muda ini mulai memaki.
"Sial menelfon orang ini seperti mau minta sumbangan."
Sekali lagi ia menekan tombol panggilan. Sambil menunggu panggilan dijawab, ia merabah kantongnya, mengambil satu batang rokok filter dan mulai menikmatinya. Satu hisapan yang kuat dan hembusan panjang, seperti nafas orang mengeluh.
Akhirnya panggilan terhubung.
"Ada apa bra?, saat ini aku sedang TKP, telefon darimu membuat semua orang dilokasi menyeringai, dan aku yakin kaulah pelakunya." terdengar suara tuduhan dengan nada mengejek dari speaker ponsel Abra.
Mendengar itu Abra sedikit tersenyum karena memang empat hari lalu dia iseng mengganti nada panggilan ponsel sang detektif menggunakan satu lagu Hits girlband korea.
"haha.. tak ku sangka kau baru menyadarinya, itu membuktikan bahwa kau ini gadis tua." jawab Abra menyeringai.
"Jika telfonmu hanya untuk mengejek hari ku yang menjengkelkan, sebaiknya kau akhiri saja, ada hal yang harus ku selidiki".
"Apakah itu jubah dengan coretan huruf SAAA?."
"Jadi kau sudah tau."
"Temukan pelakunya!." pungkas abra dengan nada memerintah.
"jangan bertingkah seperti atasanku." jawab nabila dengan nada sinis dan mengakhiri panggilan.
Abra terdiam sejenak dan membayangkan beberapa hari lalu.
Ingatan Abra*
"Hei hentikan, apa yang kau lakukan Al?!" teriak Aryo.
"Sudah biarkan saja" tegas dokter Samco.
"Hei ini hanya coretan kecil" Ucap Alisa
Aryo mengambil dan memperhatikan coretan Alisa di jubah itu "SAAA? Guyonan apa ini? sama sekali ga lucu". Aryo mengejek dengan nada kesal
"Hei ini bukan guyonan, ini lambang kita!." Rengek Alisa
"Samco, Abraham, Aryo, dan Alisa, bukan?" sambung Abra dari tempat duduknya.
"Salah!" Alisa setengah teriak.
"Lantas?" tanya Abra singkat.
"Samco, Alisa, Abraham, Aryo." jawab Alisa tegas.
"Hahahahaha.. uhukk.. uhukkk" Samco tertawa terbahak-bahak hingga terbatuk oleh asap rokoknya sendiri.
__
Abra masih mematung, ia telah menghabiskan dua batang rokok, berharap pihak kepolisian segera menemukan pelakunya. Abraham akan merokok dalam kondisi tertentu, tapi baru kali ini dia menghabiskan dua batang rokok dalam waktu berdekatan. Keningnya berkeringat dan berkerut, tangannya terkepal menahan amarah. Jelas ini adalah pukulan keras baginya mengingat dokter Samco adalah orang yang paling dekat dengannya melebihi Aryo.
"Apa yang kau lakukan pak tua!? apa yang kau cari disana?." Abraham bertanya-tanya dalam hatinya.
Drrrrttttt... ponselnya berdering, Abraham tak menanggapi, ia lanjut termenung. Tetap saja si penelfon tidak ingin menyerah. Abraham merogo sakunya dengan kening mengerut tanda kesal.
"Ada apa al?"
"kau sudah melihat berita?."
"Tentang jubah bersimbah darah?."
"iya, dan...,"
"dan?."
"Kau belum tahu?."
"Banyak hal yang tidak ku ketahui, katakanlah, ada apa?."
Alisa tak menjawab pertanyaan Abra.
"Al?" Abra mamasang ekspresi khawatir.
"lihat link yang ku kirim." Alisa menjawab dan itu membuat Abraham menarik nafas lega.
"itu saja, sampai jumpa" lanjut Alisa mengakhiri panggilan.
Abra memeriksa inbox email-nya terdapat pesan dari Alisa hanya berisi link yang langsung diklik oleh Abra.
Abra menggunakan ponsel model lama dan koneksi internetnya sangat lemot, ia tidak berniat mengganti ponsel kesayangannya itu, jelas saja, itu satu-satunya benda peninggalan Samco yang diberikan langsung untuknya.
Link sudah membuka laman berita, Abra mulai membaca, dia tercengang melihat bahwa isi berita bahwa adanya kecurigaan ritual sihir di area tersebut melihat potongan tubuh yang tersebar membentuk pola bintang enam atau dua segitiga berlawanan arah yang disatukan. ketika hendak memperbesar foto laman tersebut terefresh sendiri dan memunculkan tulisan "404 page not found".
"Sepertinya polisi sudah men-takedown laman ini." gumam Abraham.
Kaki Abra mulai menunjukkan tanda-tanda kesemutan, dia telah lama berdiri ditempat itu. Ia mulai bergerak untuk menemui Aryo.
__
Kembali ke ruangan pengap itu. Abra melihat Aryo bersantai seperti tanpa beban.
"Bagaimana?" tanya Abraham.
"Beres" jawab Aryo tersenyum licik.
"Ok" Jawab abraham sinis dengan raut curiga.
"Ada masalah?" tanya Aryo.
"Aku menyadari senyum licikmu, ntah kali ini apa yang jadi senjatamu hingga membuat beliau ciut" jawab Abra yakin.
"Hahaha.. itu tuduhan yang kejam" jawab Aryo menyeringai.
"Jadi besok kita akan berangkat" lanjut Aryo.
"Oke" jawab Abra singkat seraya mengecek kebutuhan yang akan dibawah besok.
"Kau tidak ingin berpamitan? kita akan kesana selama 2 hari loh, itu udah paling cepat dan hanya perginya saja, kita akan disana kurang lebih 3 hari, dan pulangnya seperti waktu pergi, jelas itu memakan waktu seminggu" jelas Aryo.
memang tujuan mereka kali ini tidak terlalu jauh namun karena akses jalannya yang tidak mendukung kendaraan, mereka harus berjalan kaki untuk sampai ke tujuan.
"Aku lebih mengkhawatirkan makanan kita disana daripada berpamitan, lagian pamitan dengan siapa? kau ikut denganku dan pak Samco belum tahu kabarnya" jawab Abra enteng.
"Aku mencium ketidakjujuran disini" Aryo merayu dengan ekspresi aneh.
"Apa maksudmu?" tanya Abra kesal.
"Lantas bagaimana nasib nona imut yang ada di walpapermu ini ditinggal kekasihnya seminggu?" Aryo mengeluarkan ekspresi mesum kali ini.
Melihat itu wajah Abra menyerupai udang rebus saking malunya, ditambah rasa kesal melihat ekspresi Aryo.
"Ohh.. lihatlah bibir yang sedang mengecup permen ini, kaum Adam mana yang tak tergiur untuk mencicipinya, apalagi seorang dokter lajang seperti keponakanku ini" Aryo semakin menjadi.
"Hentikan ucapan menjijikan mu itu, and touch my phone " jawab Abraham yang semakin kesal.
Aryo tidak peduli dengan ucapan Abraham, karna dia tau keponakannya mengetahui batasan candaannya.
"Lihatlah dokter yg bahunya disandari oleh perawan imut ini, ekspresinya tampak menyembunyikan muka mesum. hmmm... Seorang dokter senior menggoda mahasiswi magang seksi, setelah menidurinya, bukannya tanggung jawab malah kabur dengan rekannya ke tempat terpencil. pasti akan heboh berita ini" sambung Aryo yang semakin menjadi.
karena malu Abra hanya diam memandang sinis Aryo yang tak akan berhenti.

Comentário do Livro (178)

  • avatar
    AnjaniPutri

    makasih

    8d

      0
  • avatar
    SaraaNadya

    good

    26d

      0
  • avatar
    Xxy_lif

    bagus

    17/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes