logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 4

(Pov Jihan)
Kata-kata Johan bikin hatiku sedikit berkedut kencang, mungkin karena aku terlalu khawatir. Mas Randi adalah lelaki sempurna, pasti banyak wanita akan tergoda padanya.
Aku harus mencari tahu kebenaranya sendiri, aku masih percaya bahwa Mas Randi masih setia padaku. Akupun keluar kamar perlahan untuk menemui Elisa secara langsung.
Terlihat, Elisa masih mencuci di kamar mandi umum depan rumahku. Ku dekati saja dia mumpung tak ada orang lain yang berada di sana.
"Elisa,.?" Sapaku langsung seraya berjalan mendekat.
Terlihat Elisa mengangkat kepalanya seraya tersenyum cerah "Eh kak Jihan, mau nyuci ya kak,.?? bukankah tadi Mas Randi sudah nyuci kak,.??" tanyanya langsung padaku, mungkin dia mengira aku yang membiarkan Mas Randi nyuci pakaian kami.
"Ya tadi Mas Randi sudah nyuci, saya kesini mau ketemu kamu El,." jawabku sedikit tegas, dan terlihat Elisa mulai gugub. Mungkin benar apa yang di katakan Johan, tapi Mas Randi tidak merasa gugub saat bertemu aku 'apakah mungkin Elisa yang mencoba cari kesempatan deketin suamiku,' batinku merasa tak enak dan jantungku semakin terasa sakit saat membayangkanya.
"I-Iya Mbak, ada apa ya Mbak,.??" tanyanya dengan gagab, sepertinya sedikit mengerti karena aku langsung datang menemuinya.
"Tadi saat Mas Randi nyuci, apakah ada hal lain yang dia lakukan disini,.??" tanyaku ragu sembari menggigit bibir bawahku. 'Ya Allah, apakah aku salah bertanya seperti itu pada tetanggaku,.' batinku merasa khawatir jika sampai menyinggung perasaan Elisa. Dia adalah gadis yang baik, tapi rasa cemburuku membuatku bertanya seperti ini, aku pasti salah.
"Tidak apa Mbak,. memangnya ada apa Mbak,.??" tanya Elisa sembati menatapku, aku sendiri bingung apa yang harus ku katakan selanjutnya.
"Tidak apa, hehe silahkan lanjutkan nyucinya El, maaf mengganggu,." jawabku sebelum berbalik pergi, karena takut Elisa akan curiga dan berfikiran yang tidak-tidak.
Aku menghela nafas berat seraya berjalan kerumah. Sampai dirumah terlihat Bapak sama Ibu sedang asik menonton televisi.
"Jihan, sini ikut nonton televisi bareng kita,." ucap Bapak seraya tanganya melambai padaku.
"Maaf Pak, nanti saja ya,.??" aku menjawab seramah mungkin.
"Iya, sana kamu berduaan sama suamimu saja,.!!" sahut Ibuku yang seperti tak suka bila aku lebih mentingin suamiku.
Aku tak berani menjawab karena tak mau berakhir ribut, dan hanya mengangguk sebelum berlalu meninggalkan Bapak dan Ibu.
"Itu lihat anakmu Pak, sekarang lebih memilih suaminya daripada orang tuanya, aku nyesel dulu ijinin mereka nikah,." ucap Ibu keras, aku yang mendengarnya hanya bisa mengelus dada.
'Ya Allah, kenapa ibuku sendiri bisa bicara seperti itu,' batinku merasa sesak sebelum berlari dan langsung masuk kamar, tanpa terasa bulir bening keluar dari mataku.
"Kenapa kamu nangis Han,.??" suara Mas Randi mengagetkan aku, dan aku hanya bisa mengusap mataku kerna tidak ingin suamiku khawatir.
"Ah tidak Mas, tadi cuma kelilipan debu,." elaku mencari alasan.
"Aku ini suamimu, jangan bohongi suamimu,." ucap Mas Randi ramah, ini membuatku terharu, karena hanya Mas Randi yang selalu bisa tahu dan peka terhadap yang sedang ku alami.
"Maaf Mas,..." jawabku seraya kembali mengeluarkan air mata.
Suamiku hanya diam tak menjawab, sebelum menariku kepelukanya. Kehangatan saat di peluk suami tercinta sangat membantu menenangkan hatiku.
"Kalau ada masalah cerita sama Mas ya Han,.!! Mas Randi selalu bicara dengan lembut, ini yang membuatku tak mau kehilanganya.
"Iya Mas, maafin Jihan ya,.??" ucapku meminta maaf sembari aku masih terisak dalam pelukan suami.
"Tidak ada yang perlu di maafkan, Mas akan usaha cari kerja agar kita punya pemasukan, karena saat ini sedang masa pandemi dan job kamu banyak yang di batalkan,." ucapan Mas Randi selalu bikin aku luluh. Ucapan tak seberapa tapi hatiku selalu merasa senang saat mendengar suara lembutnya.
Padahal aku tidak bahas soal uang, tapi kenapa Mas Randi ingin cari kerja. Apakah dia merasa bahwa aku menangis karena kurangnya uang??.
Tapi aku tetap diam tak mau bikin suamiku tambah khawatir.
"Mas maaf, jangan tersinggung ya,.??" ucapku pelan seraya memeluk suamiku.
"Iya, Mas gak tersinggung kok Han,." jawabnya dengan senyuman.
"Apakah tadi Mas nyuci bareng Elisa,.??" tanyaku pada Mas Randi, aku merasa harus saling terbuka dengan suami sendiri. Jadi aku harus memastikanya lebih lanjut.
"Iya, cuma barengan nyuci saja, lagian disana kan kamar mandi umum Han,," jawaban Mas Randi yang biasa saja membuatku merasa bahwa suamiku tak menyembunyikan apapun dariku.
"Ohhhh." ucapku singkat.
"Hahaha aku mengerti sekarang,." ucap Mas Randi sambil tertawa membuatku mendongak dan menatapnya dengan mengerutkan kening "Apakah kamu cemburu sayang,.?? kamu kan tahu, aku itu lelaki setia dari dulu sampai sekarang, masa gitu saja kamu masih curiga dan memikirkan yang tidak-tidak,." tambah Mas Randi meyakinkanku.
"Iya Mas aku tahu, maaf Mas," aku hanya meminta maaf, mungkin akibat cemburu buta aku melupakan sesuatu tentang suamiku. Dari dulu memang Mas Randi adalah lelaki idaman semua wanita karena dia tidak pernah mempermainkan perasaan seorang wanita. Mungkin ini alasan banyak wanita termasuk Elisa tertarik dengan suamiku, tapi suamiku sama sekali tidak tertarik dengan wanita lain selain aku.
Aku mengeluarkan nafas kasar sebelum kembali mendekap Mas Randi.
Kami berpelukan cukup lama, karena banyak job di batalkan, hari ini juga di batalkan, ini menjadi kesempatan untuk berduaan dengan suamiku.
"Sayang maaf, apakah Mas boleh pinjam uang,.??" tiba-tiba Mas Randi bicara saat aku menikmati pelukanya.
"Kok minjem Mas, buat apa,.??" kenapa juga bilangnya minjem, walaupun kebanyakan wanita akan bilang bahwa uang istri tetap milik istri, tetapi tidak denganku. Setelah aku menikah, uangku adalah uang suamiku juga. Tapi selalu saja Mas Randi tidak mau menerima uang dariku secara cuma-cuma. Dia akan melakukan pekerjaan untuku, baru mau menerima uangnya, kadang juga masih di bagi dua, separuh untuk kebutuhanya, dan separuh lagi di berikan kepadaku. Walaupun aku kadang tidak mau menerimanya, Mas Randi selalu memaksaku agar aku menerima uang itu.
"Jadi gini Han, Mas pengen usaha jualan kentang di pasar, kayaknya lumayan lah Han, Mas janji akan balikin uangnya setelah usahanya lancar Han,." ucap Mas Randi meyakinkan.
"Iya, memangnya Mas butuh berapa,.??" jawabku tanpa banyak basa-basi, lagian juga aku tidak terlalu berharap Mas Randi mengembalikanya. Bahkan jika Mas Randi memintanya langsung, tanpa embel-embel minjam, juga bakal ku kasih dengan cuma-cuma kok.
"Kok kamu main setuju saja Han, gak takut ya kalau nanti Mas gak mampu bayar,.??"
"Tidak ada yang perlu di takutkan, kamu itu suamiku Mas, jadi kita harus saling bantu,."
"Kamu memang wanita terbaik sayang, tidak salah aku nikahin kamu,."
"Mulai deh, pinter banget muji istri sendiri,." jawabku seraya menatap wajah tampan Mas Randi.
"Gak muji sayang, serius aku berungung banget miliki kamu di sampingku, sudah cantik, baik, pengertian, lembut, dan yang pasti selalu bikin kangen walaupun sedetik tak melihat,."
"Mulai deh alay nya muncul,." ucapku seraya mencubit perut Mas Randi karena gemas.
"Auw, sakit sayang...
"Biarin, salah siapa gombalanya kayak laki-laki buaya yang hanya membual,." ucapku seraya menjulurkan lidah.
"Yang penting kan aku setia sama kamu sayang,."
"Iya harus dong, kan Mas Randi suamiku, jadi berapa yang di butuhkan Mas,.??" tanyaku menatap Mas Randi.
"Haha iyaiya, cuma 500 ribu saja Han, buat modal pertama dari sedikit-sedikit dulu,."
Loh cuma 500 ribu aja pakai bilang minjam, tapi kalau aku kasih secara cuma-cuma, pasti dia akan menolaknya sih.

Comentário do Livro (244)

  • avatar
    ZafranHariz

    good

    25/08

      0
  • avatar
    Kazzim Kazzim

    good

    16/08

      0
  • avatar
    GohanAmo abu

    mantap

    11/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes