logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

3. Mungkinkah Aku Jatuh Cinta

Dua minggu pelatihan rasanya sedih karena mendekati perpisahan. Seminggu lagi, aku akan kembali dengan aktivitas menganggurku. Juga, meninggalkan tempat ini, teman-teman, lalu tinggal kenangan yang akan terkenang.
Rasanya menyenangkan sekali berada disini. Berbeda dengan masa sekolahku yang hambar, pelatihan ini penuh warna dan setiap momennya terasa mengesankan. Aku memiliki banyak teman dari kalangan emak-emak beranak dua. Memiliki teman cowok seperti Ilham yang kuanggap sebagai 'bapak' kedua ku setelah bapakku di rumah.
Mungkin karena umur dan sifat dewasanya yang membuatku memberikan title itu kepadanya.
Aku suka tingkah cepat tanggapnya, sikap berserah dirinya, saat peserta lain gak mau menyapu lantai, dan dia dengan ikhlas melakukan itu.
Selain itu, aku memiliki teman seperti Tino, yang kutau dia adalah tipe cowok paling suka cari perhatian. Dapat ku simpulkan dari gerak geriknya yang dia lakukan kepadaku. Tapi, dia baik. Suka membelikanku minuman, saat yang lainnya membeli minum, sementara aku tidak karena hemat uang.
Dia juga paling sering menawariku tumpangan saat pulang, meski dia tau kalo aku membawa motor sendiri.
Juga cowok yang lain seperti Andri, Bagus dan juga Barikli si ketua kelas. Cowok itu memiliki nama yang bagus ternyata. Tiga kata namanya berasal dari bahasa arab semua. Aku tau, karena dia bercerita kepadaku saat kami berbincang lewat chatting Facebook.
Saat peserta lain memanggilnya dengan Barik, aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan, "pak ketu".
Gak ada yang spesial, hanya saja panggilan itu mengingatkanku dengan temanku SMK dulu yang menjabat sebagai ketua kelas juga.
"Cerita yang kamu posting di fb itu karya kamu sendiri Sab?" tanya Pak Ketu begitu kami duduk bersebelahan. Aku menoleh, tersenyum dan menjawab singkat, "Iya."
Gak banyak. Mungkin sekitar dua atau tiga cerita yang kubuat, kupublikasikan di beranda Facebook milikku. Aku menulis cerita itu hanya untuk mengisi kekosonganku dikala waktu menganggurku masih lama hingga menjelang waktu tidur tiba.
"Bagus. Tata bahasa kamu lucu," komentarnya. Mengelap sisa minuman di bibirku, usai menenggak minuman ekstrak teh langsung dari botolnya, aku menatapnya lagi.
"Biasa aja. Kamu kok tertarik baca yang begituan. Padahal kan kamu cowok,"
Dan setauku, cowok itu paling malas dalam dunia baca membaca. Dan paling semangat dalam urusan game.
"Ya karena lucu. Kalo gak lucu, aku juga males,"
Aku ber oh ria. Dan setelah itu hening. Gak ada yang kami bicarakan lagi, hanya terdengar suara ricuh dari emak-emak yang tengah berbincang.
Rasanya canggung sekali kalo berinteraksi langsung seperti ini. Padahal kami sering bahkan bisa dibilang selalu berbalas pesan sepulang dari sini.
Membicarakan apapun yang bisa dibicarakan, dan kesimpulannya dia cowok yang mengasyikkan.
"Lanjutin aja. Bagus kok,"
katanya kemudian. Kembali aku menatapnya, lalu mengalihkan pandang saat manik matanya tepat menusuk mataku.
"Kalo ada ide, kalo enggak, apaan yang mau aku tulis,"
"Kamu kok bisa sih nulis cerita kayak gitu. Gimana caranya?"
Tanpa menatapnya, aku menjawab, "Bisa. Bayangin aja dulu. Banyakin berkhayal terus tuang ke kalimat,"
"Jadi intinya, banyakin berkhayal?"
Aku menerawang, mengembangkan senyum, dan menatapnya. "Iya. Karena mengkhayal itu asyik,"
"Rik, ikut yok. Ke kantor ambil nasi,"
Kami berdua menoleh. Sosok yang bersuara tadi datang mendekat. Gak berkata apa-apa, Barikli bangkit dari duduknya, berlalu bersama Tino menuju kantor untuk mengambil makan siang kami.
Mengiringi kepergiannya, mataku menatap punggung tegapnya, menyaksikan bagaimana kedua kakinya yang panjang melangkah dengan begitu maskulin. Bokongnya tampak begitu seksi, terbalut celana Chino ketat, terlihat menggairahkan saat bagian itu ikut bergerak seiring kaki panjangnya menapak.
@@@
Menjadi anak bapakku rasanya gak enak banget. Banyak larangan yang gak masuk akal yang gak boleh dilanggar. Salah satunya adalah larangan bagiku untuk memakai celana. Celana apapun kecuali celana dalam. Jadi intinya, Bapak hanya memperbolehkanku untuk memakai rok panjang, gamis panjang, atau pun kain panjang yang lain, yang pokoknya harus menutup hingga mata kaki.
Aneh memang. Meskipun aku tau kalo berpakaian ketat sama saja dengan memperlihatkan aurat, tapi apa salahnya kalo aku memakai celana jinsku lalu kupadupadankan dengan tunik panjang selulut.
Toh, pantatku juga gak kelihatan ketat.
Memakai rok panjang disegala aktivitas itu gak efektif banget. Susah gerak kalo yang kulakukan adalah aktivitas dengan banyak gerak. Berhubung jadwal pelatihan hari ini adalah membuat sate dan gulai, aku memutuskan untuk melanggar larangan Bapak tapi tanpa sepengetahuan beliau.
Harusnya ini gak dosa, karena aku memakai tunik panjang selutut. Gak ada yang terlihat menonjol, dan gak ada lekukan tubuh yang bisa membuat para cowok tergoda. Ini aman, dan insya Allah halal.
"Bakar satenya diluar Mbak?" tanyaku pada Mbak Rita yang baru saja masuk ke kelas.
"Iya dong. Kamu ngapain disini. Sana ikutan bakar-bakar,"
"Gak kamu suruh pun, aku mau keluar Mbak,"
jawabku lalu pergi.
Ternyata di luar ramai banget. Bahkan para cowok kelas sebelah pun ikutan andil dalam proses memanggang sate. Baik sih, tapi kasihan nanti kalo mereka gak dapat jatah satenya, karena habis dimakan anak sekelas.
Sementara kelas lain, tambah menyedihkan karena hanya mendapat aroma satenya saja. Semoga mereka gak menelan ludah karena iri.
Aku gak mendekat, karena tepat disekeliling alat pemanggang, banyak orang. Kebanyakan cowok, dan yang gak kalah penting ada guru pembimbing. Alhasil aku hanya menyaksikan dari depan pintu, sambil scroll beranda Facebook. Gak lupa foto sana sini, dan yang paling penting adalah mengunggahnya di akun Facebook milikku.
"Mau Ca?"
Mendadak Tino sudah ada disampingku. Padahal cowok itu tadi ikut kipas-kipas di samping alat pemanggang.
"Enggak Mas," kataku berlagak gak peduli. Aku mulai menjauhkan diri dari sesi capernya Tino. Gak mau jadi baper gara-gara diperhatikan lebih sama cowok seperti dia.
Mungkin karena aku gak menunjukkan ketertarikanku dengan kehadirannya, dia beranjak pergi. Kembali bergabung dengan para cowok yang sibuk dengan tugasnya masing-masing.
Ilham yang tukang kipas-kipas, Andri yang hanya jongkok sambil melihat-lihat, Bagus yang sibuk membolak-balikan sate agar matang merata, sementara cowok-cowok kelas sebelah hanya pasang mata dan hidung. Gak menyia-nyiakan aroma seenak ini.
Gak melihat kemunculan Barikli, aku melongok ke dalam kelas, dan menemukan bahwa sosok itu lagi rebahan di atas kursi yang disusun memanjang. Disebelahnya ada Mbak Kar yang menjadi teman berbincangnya.
Mendadak hatiku terasa sedikit sesak. Menyaksikan kedekatan kedua sosok itu, sepertinya menjadi pemantik darahku hingga rasanya mulai mendidih. Ada rasa gak suka saat melihat Barikli dekat dengan cewek lain, padahal aku sadar, kalo gak ada hubungan serius diantara kami.
Pesan yang dia kirim setiap hari, membuatku senang bukan kepalang. Menjadikan dia sebagai prioritas saat aku pertama kali membuka menu pesan di Facebook. Kukira, chattingan yang kami lakukan, adalah sebagai bentuk ketertarikannya padaku. Tapi melihat dia begitu asyik mengobrol berdua dengan Mbak Kar, menyadarkanku bahwa aku terlalu kepedean.
Pertama kali melihatnya, aku menganggap dia adalah cowok dengan raut wajah yang aneh. Garis wajahnya menggambarkan keasingan, juga tatapan matanya yang sayu menggambarkan sosoknya yang lemah lembut.
Aku gak tertarik. Menginjak seringnya interaksi kami di dunia maya, memunculkan rasa ketertarikanku dengannya. Mulai memperhatikan dia dari jauh, menatapnya diam-diam sosoknya yang sibuk dengan game di handphonenya. Lalu aku tersadar, kalo dia mempesona.
Semua bagian tubuhnya sangat mempesona menurutku. Aku menyukai dia saat memakai kaos hitam, dengan celana Chino ketat warna krem. Betisnya yang ramping tampak indah, dengan sepatu Converse hitam putih sebagai alas di kakinya.
Entah sejak kapan aku mulai menyadari ini. Hingga lupa, kalo jangan-jangan dia memiliki pacar diluar sana. Masuk akal memang. Dengan wajah seperti dia, gak sulit menemukan pujaan hati. Lalu denganku? Bagaimana?
Berharap kalo rasa yang ada hanya sekedar kekaguman saja. Aku gak boleh sampai jatuh cinta. Meskipun hal itu sangat mudah terjadi padaku.
"Bye bye Mbak Kar," Sapaku kepada Mbak Kar yang beranjak pulang mengendarai motornya bersama Mbak Rita yang duduk diboncengan.
"Yoi," jawabnya singkat. Aku meneruskan langkah, menuju motorku yang terparkir di timur mushola. Menggeser tubuh ke pinggir jalanan, agar orang lain yang lewat gak terganggu, langkahku lalu terhenti saat ada dua cowok tengah sibuk menyisihkan motor lain agar ada akses untuk mengeluarkan motor miliknya.
Berdiri agak jauh, aku hanya menyaksikan mereka. Gak berniat membantu meski motorku juga terjebak dibagian sana.
Hingga mereka berdua berhasil mengeluarkan motornya, dan hendak berlalu, aku berseru saat mereka melewatiku, "Bye bye Bagus... "
Yang kusapa hanya diam, begitu juga Barikli yang berada dijok belakang. Aku tersenyum getir. Mungkin Bagus malu untuk menyapaku balik, sama juga dengan Barikli. Meskipun cowok si ketua kelas itu sangat akrab kepadaku dichatting, aku sadar kalo di dunia nyata memang berbeda.
"Gak pulang Ca?"
Melepas kepergian Bagus dan Barikli yang kini sudah gak kelihatan lagi, aku terhenyak dengan kemunculan Tino yang sudah siap dengan Scoopy miliknya.
"Pulang," jawabku singkat.
"Boncengan sama aku apa gimana?" tawarnya yang langsung kutolak cepat. Cowok itu langsung pergi usai aku mengucapkan selamat tinggal.
Bisa panjang urusannya kalo Tino memboncengku sampai ke depan rumah. Ibu pasti langsung mencak-mencak gak karuan begitu melihat anak gadisnya dibonceng sama cowok bukan mahram. Bapak pun pasti geleng-geleng kepala, lalu segelintir kalimat ceramahnya keluar khusus untukku.
Dan aku hanya manggut-manggut karena sudah hafal dengan celotehan Ibu yang bunyinya, "Ingat Ca, Bapakmu itu Kyai. Panutan warga disini. Tukang ceramah yang baik ke orang-orang. Kalo anaknya saja 'ndugal' gimana warga bisa percaya sama Bapakmu. Tolonglah, jaga derajat Bapakmu,"
Setelah itu, aku akan menghela nafas kasar.

Comentário do Livro (854)

  • avatar
    Puspita SariAlisa

    cerita ini sangat ser

    10d

      0
  • avatar
    Ivan Vandex

    ok ok ok ok ok ok ok

    11/08

      0
  • avatar
    RhmdtyScy

    menurut ku ini bagus tapi lebih ke terlalu panjang karna susah untuk di ikuti

    31/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes