logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

3. PANEN.

Kalicilik adalah desa yang tak jauh dari Kota Demak. Jaelani dan Subiarsih memilih salah satu
dusun yang damai dan tenang meskipun jauh dari modernitas perkotaan. Penghuninya hidup dengan
rukun dan persaudaraan yang kuat. Kala itu, orang harus berjalan kaki dengan melalui jalan setapak
dan persawahan bila ingin menjangkaunya. Dusun itu berada ditengah-tengah areal persawahan
yang membentang luas. Sedangkan Sungai Kanal yang dipercayai sebagai buah karya Hindia-Belanda
yang sering disebut kawasan Alas Tuwo membentang di sebelah utara dusun yang hanya
berpenghuni kurang lebih 50 jiwa. Warga dusun juga dapat menjangkau Kota Demak dengan
mengambil jalur selatan dan timur dusun dengan melalui jalan setapak dan persawahan.
Dengan ketenangan dan kedamaian Kalicilik dengan mata pencaharian sebagai buruh bangunan,
Jaelani menghidupi keluarga. Rumah sederhana yang bersih dibuatnya untuk meneduhi Subiarsih
dan anak-anak lelakinya serta Sulastri -mertuanya.
Setiap Senin fajar ia berangkat menuju ke Semarang untuk bekerja dan sabtu sore kembali
berkumpul dengan keluarga. Kewajibannya sebagai kepala keluarga dipenuhi dengan membawa
pulang seluruh upahnya sebagai tukang bangunan. Subiarsih memberi peran penting hingga upah
kerja Jaelani dapat dikelola untuk menegakkan perekonomian keluarga bahkan dapat
mengembangkannya menjadi sebidang tanah sawah yang dibeli dari menyisihkan upah kerja itu dan
sebagian warisan Sapuan. Dalam kapasitas orang desa, keluarga Jaelani hidup berkecukupan. Peran
dan kolaborasi Jaelani-Subarsih menjadi kekuatan utama bagi kehidupan keluarga ini.
“Senin kita panen lho pak.“ kata Subiarsih pada Jaelani di malam minggu itu.
Mereka sedang menikmati malam minggu yang jauh dari keramaian dengan lampu minyak menjadi
penerangannya. Anak-anak sudah terlelap dalam senyap dan gelapnya malam tak berbulan.
Sulastri,sang mertua juga sudah merebahkan tubuhnya di kamarnya yang dibuatkan Jaelani.
“Lumayan pak. Meski sepetak, padinya dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.“ sambung
Subiarsih sambil menyuguhkan segelas kopi lalu duduk di dekat suaminya.
“Semoga Tuhan mengijinkan untuk panen.“ tambah Jaelani sambil nyeruput kopi buatan istrinya.
“Amin pak! “ sahut Subiarsih sambil menyandarkan kepalanya di bahu Jaelani.
“Bagaimana anak-anak bu?“ tanya Jaelani sebagai bentuk perhatian pada tumbuh-kembang
anaknya.
“Semua sehat. Mereka sudah mulai memiliki tanggung jawab yang bagus seperti ayahnya.“ jawab
Subiarsih dengan kemanjaannya pada suaminya.
“Apakah mereka semua membantumu?“ tanya Jaelani.
“Memang itu yang dilakukan seusai pulang sekolah.“ jawab Subiarsih.
“Bu! Apakah masih ingat pesan bapak tentang Biyanto?“ tanya Jaelani lagi.
“Masih Pak! Memang sudah saatnya, aku mewariskan ilmu bapak pada Biyanto.“ jawab Subiarsih
sambil ikut nyeruput kopi yang dinikmati Jaelani.
“Lalu?“ sergah Jaelani.
“Aku sedang mencari saat yang tepat supaya tidak mengganggu sekolahnya.“ jawab
Subiarsih.
“Baiklah. Ibu yang mengatur. Jangan lupa! Anak-anak diwajibkan sholat lima waktu.“ balas Jaelani.
“Baik pak! Aku akan menjalankan semua itu. Bapak juga harus hati-hati dalam bekerja.“ kata
Subiarsih sambil menyandarkan kepala di pundak dan melingkarkan tangannya di pinggul suami yang
disayanginya.
Jaelani pun membalas dengan membelai rambut istrinya dengan lembut lalu mengusap pipi dengan
kemesraan.
“Jangan di sini Pak. Nanti kalau ibu ke luar kamar.“ cegah Subiarsih ketika merasakan gairah Jaelani.
Jaelani memberikan ciuman mesranya di pipi Subiarsih sambil berucap, “Ibu ke kamar dulu. Aku akan
mengunci pintu depan dan belakang rumah.”
“Baik Pak! Jangan lama-lama ya pak!“ pinta Subiarsih.
Subiarsih segera menuju kamar yang dipergunakan untuk beristirahat dengan suaminya. Sedangkan
Jaelani menuju pintu depan dan pintu belakang untuk menguncinya. Malam pun kian larut dalam
derap kebahagiaan di hati Jaelani dan Subiarsih. Burung malam berkicau mengiring derap malam
yang beranjak menuju datangnya fajar.
Keesokannya seusai sarapan, Jaelani mengajak Sularso ke sawahnya. Ia ingin melihat hasil
usahanya empat bulan yang lalu. Ia memandang kuning tanaman padi yang siap untuk dituai. Dari
gubug, Sularso segera membantu untuk mengusir burung-burung yang berupaya mendapatkan
makanan dari tanaman padi yang menguning. Tali-tali yang dibentangkan di sepanjang petak sawah
dengan diberi kaleng-kaleng bekas, digerak-gerakkan. Hal itu menimbulkan suara berisik yang
membuat burung lari atau tak mendekat. Sedangkan Jaelani berjalan mengelilingi petak sawahnya
sambil mengamati tanaman padinya. Sesekali ia menjamah tanaman padi itu untuk memastikan
kualitas hasil tanaman tersebut serta melihat kemungkinan adanya serangga pengganggu. Lalu ia
duduk bersama Sularso di gubug itu. Hisapan rokok kreteknya segera mengepul sambil membantu
untuk mengusir burung-burung yang ingin mengurangi hasil tanaman padi itu. Di rumah, Subiarsih
yang usai membersihkan badan segera menyibukkan diri dengan membersihkan rumah. Dengan
dibantu Subiyanto, rumah yang tak terlalu besar disapu dan dihilangkan debunya. Subiyanto yang
sudah di kelas 5 SD, sangat gesit. Ia telah terbiasa membantu Subiarsih. Sulastri yang telah lanjut
usia, hanya duduk di bangku panjang memandang kolaborasi anak dan cucunya dalam membereskan
rumah. Sesekali ia memanggil Subiyanto untuk mengambilkan daun sirih. Daun sirih menjadi
komponen penting untuk menginang.
“Biyanto! Ke sini nak!“ seru Subiarsih setelah melihat Subiyanto selesai membuang sampah di luar
rumah.
“Ya bu.“ jawab Subiyanto sambil melangkah ke kursi yang terletak di sebelah jendela depan.
“Nak! Masih ingat dengan Mbah Sapuan?“ tanya Subiarsih.
“Masihbu! Biyanto tak akan melupakan Mbah Sapuan.“ jawab Subiyanto.
“Bagus nak! Ibu ingin menyampaikan pesan Mbah mu sebelum ia meninggal dunia.“ terus Subiarsih
sambil membelai kepala Subiyanto.
“Apa pesan Mbah buat Biyanto bu?“ tanya Subiyanto.
“Mbah Sapuan berpesan agar ibu mewariskan ilmunya padamu.“ terang Subiarsih.
Subiyanto hanya diam dan tak mengucap sepatah katapun. Ia memandang wajah ibunya dengan
mata tajam.
“Ibu suka mata tajammu. Tapi jangan lupa! Kamu tidak boleh meninggalkan sholat.“ ujar Subiarsih.
“Ya bu. Biyanto berjanji tak akan meninggalkan sholat.“ sahut Subiyanto dengan kebeningan hati.
“Untuk dapat menguasai ilmu warisan Mbah Sapuan, kamu tidak boleh meninggalkan sholat dan
mengotorkan diri dengan barang yang najis.“ balas Subiarsih.
“Baik bu.“ sanggup Subiyanto.
“Kemudian kamu harus menjalankan semua yang ibu perintahkan.“ lanjut Subiarsih.
“Insyaallah Biyanto akan bisa bu.“ balas Subiyanto.
“Minggu depan saat libur sekolah, ibu akan mulai mewariskan ilmu yang pernah dimiliki Mbah
Sapuan.“ kata Subiarsih sambil memegang bahu Subiyanto.
“Baik bu.“ jawab Subiyanto.
“Sekarang kamu ke sawah membawa makan siang ini untuk ayah dan adikmu.“ perintah Subiarsih.
Subiarsih memberikan nasi putih yang terbungkus daun pisang dengan sambal dan ikan asin serta air
putih sebagai penghilang dahaga. Subiyanto segera membawanya dengan langkah cepat menuju ke
sawah yang sedang dijaga ayah dan adiknya. Sedangkan Subiarsih segera membantu ibunya untuk
mandi karena ibunya sudah sangat tua dan sulit berjalan sendiri. Subiarsih menguatirkan Sulastri
terjatuh kalau dibiarkan mandi sendiri. Namun yang lebih dalam dari semua itu, Subiarsih memang sangat menyayangi ibunya. Empat kakak laki-lakinya sudah tak mempedulikan ibunya sedangkan
adik perempuannya tinggal cukup jauh dan hanya sekali-sekali menjenguk Sulastri.
Dalam beberapa menit setelah bekal itu siap, Subiyanto berjalan menuju ke tempat ayah
dan adiknya menjaga sawah. Di tangan kanan dan kiri tergenggam makan siang bagi ayah dan
adiknya. Kadang-kadang ia berhenti sejenak untuk menghilangkan pegal di tangan akibat beban yang
dibawanya. Namun, ia tak berlama untuk beristirahat. Ia segera melanjutkan tugas yang diberikan
ibunya. Ia melihat teman-teman sebayanya yang sedang bermain dengan permainan anak-anak
desa. Teman-temannya memanggil namanya untuk diajak bermain. Namun Subiyanto tetap
berjalan. Hatinya tetap teguh untuk membawa makan siang bagi ayah dan adiknya.
“Pak. Ini makan siangnya.“ kata Subiyanto setelah sampai di gubug yang dipergunakan menjaga
sawah.
Subiyanto segera menggantikan ayah dan adiknya untuk mengusir burung-burung yang mengincar
tanaman padi siap tuai. Ia menggoyang-goyangkan tali untuk membersihkan petak sawahnya dari
pengganggu.
“Biyanto!“ panggil Jaelani.
“Yapak.“ jawab Subiyanto.
“Besok sepulang sekolah, bapak dibantu ya.“ pinta Jaelani.
“Ya pak.“ sanggup Subiyanto.
“Sekarang, kamu makan dulu. Sini bapak gantikan mengusir burungnya.“ujarJaelani.
Subiyanto menyusul adiknya yang masih menikmati makan siang. Ia segera menikmati makanan
yang dibawanya dengan duduk di sebelah Sularso sambil menyuap nasi dengan ikan asin dan sambal
sebagai laukpauknya.
Ketika malam tiba, rumah Jaelani sudah dipenuhi warga dusun untuk melakukan pengajian
sekaligus selamatan untuk melakukan panen pada esok hari. Dengan alas tikar, para tamu duduk
melingkar dengan dua buah tumpeng di tengahnya. Kiai Jasiri segera memulai pengajian itu dengan
pembacaan ayat-ayat suci Alquran diikuti doa memohon selamat. Tak lupa kiai itu menaikkan doa
bagi seisi rumah Jaelani dan permohonan untuk dapat memanen padi dengan aman. Setelah itu,
tumpeng dipotong untuk dibagikan dan dinikmati oleh setiap tamu yang hadir. Kehangatan dan
guyub terasa dalam acara tersebut. Walau mereka hanya merupakan orang yang dusun. Tenggang-
rasa menjadi kekuatan yang hidup dalam warga dusun sehingga kebahagiaan satu orang atau
keluarga menjadi kebahagiaan seluruh warga desa. Apalagi dusun di Kalicilik itu tak luas kawasannya.
Dusun yang dikelilingi sawah dan jalan desa melingkari rumah-rumah warga, merupakan dusun kecil
dengan warga yang mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh. Kebersamaan dan rasa senasib-
sepenanggungan menjadi landasan kehidupan dengan nilai-nilai agama sebagai penguatnya. Acara
selametan menjelang panen padi merupakan salah satu perwujudan dari hal tersebut.
Aplikasi upacara selametan itu adalah tak sedikit warga desa yang ikut membantu Jaelani
dalam memanen padi pada keesokan hari. Subiarsih menyiapkan sajian yang disiapkan untuk semua
warga desa yang membantunya. Dengan ani-ani, padi dipetak sawah Jaelani dipotong lalu biji padi
dipisahkan dari tangkainya. Mereka bekerja dengan cepat dan penuh ketulusan. Subiyanto dan
Sularso ikut serta dalam menuntaskan panen padi itu. Walau Subiyanto masih anak-anak, namun
tangan kecilnya sudah pandai memainkan ani-ani untuk memotong batang padi itu. Jaelani
memandang dengan penuh rasa bangga karena Subiyanto dan Sularso memiliki hati yang benar-
benar peduli pada kehidupan keluarganya sendiri. Kedua anak ini juga sering membantu Jaelani dan
Subiarsih dalam menuntaskan semua pekerjaan di rumah. Mereka berdualah yang diharapkan dapat
membantu tegaknya tiang-tiang kehidupan keluarga.
Menjelang azar, seluruh pekerjaan memanen padi dapat diselesaikan dengan hasil yang
melimpah. Walau hanya sepetak, padi yang dihasilkan cukup memadai bahkan berlebih. Setiap
orang yang ikut-serta membantu proses memanen hingga membawa masuk ke lumbung, memperoleh tanda kasih dengan menerima padi hasil panen tersebut. Walau jumlahnya padi tak
banyak yang diberikan, tetapi ada nilai-nilai luhur yang hidup dalamnya. Padi yang diterima bukan
sekedar tanda mata atau pun upah. Ia merupakan perwujudan harmonisasi dan kebersamaan. Nilai-
nilai inilah yang mulai memudar dalam masyarakat desa di Jawa Tengah dan berganti dengan nilai-
nilai ekonomis. Upah menjadi tujuan dari setiap orang yang membantu menanam dan memanen
padi. Demikianlah Jaelani dan Subiarsih hidup dan membangun keluarga di Kalicilik. Jaelani yang
menjadi ujung tombak bagi tegaknya tiang kehidupan keluarga dengan Subiarsih sebagai pengelola
hasil yang diperoleh serta Subiyanto dan Sularso sebagai penunjangnya. Kebahagiaan hadir dalam
kedamaian di Kalicilik karena sikap hati yang bersyukur. Rejeki selalu diyakini sebagai takdir dan
ketetapan Allah. Keselarasan dalam hidup bersama warga desa yang lain membuat hidup terasa
nyaman dan tentram.

Comentário do Livro (273)

  • avatar
    Udinsarmi

    99+

    21/08

      0
  • avatar
    GustolibIlham

    keren bisa jadi dana

    14/08

      0
  • avatar
    AlfariziMuhammad

    sangat bagus

    02/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes