logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Setelah Penyerangan

          Suara pintu yang tertutup membangunkannya. Kepala Eiliyah terasa sangat pening ketika dia membuka mata. Pandangannya buram sebelum akhirnya dia mengedipkannya untuk beberapa kali dan bisa kembali melihat dengan normal. Dia sedang terbaring di atas kasur empuk king size di dalam sebuah kamar yang cukup luas dan memiliki interior yang klasik namun megah.
           Wanita itu langsung bangkit dari tidurnya dan melihat sekeliling dengan panik ketika merasa asing dengan ruangan yang ditempatinya. Dia kembali mengingat pemandangan terakhir yang dilihat sebelum akhirnya hilang kesadaran, yaitu sosok dari pria misterius yang tersenyum sinis dengan sorot mata tajam yang selama ini mengikutinya. Dari ingatan itu, dia menduga bahwa saat ini mungkin saja dia berada di kediaman lelaki itu.
            Eiliyah segera berdiri dan melawan rasa pening yang seketika menyerangnya dengan lebih brutal. Secara refleks dia memegang kepalanya dan merasakan adanya perban yang membalut kepalanya yang juga tertutup oleh kerudungnya. Dia ingat jika kepalanya memang sempat membentur dinding dan berdarah sebelumnya. Namun ia tak menghiraukannya karena dia mendengar suara dari luar kamar yang ditempatinya.
           "How is she (bagaimana keadaannya) ?" tanya suara pria yang terdengar familiar karena kedalaman suaranya yang khas dan mudah diingat. Eiliyah langsung mengenali suara itu sebagai pria yang dia ketahui namun belum dia kenal sampai sekarang.
           "She is fine (dia baik-baik saja) , but maybe she would feel an after shock when she wake up (tapi dia mungkin akan mengalami trauma setelah bangun nanti) ...." jawab suara pria lain yang terdengar lebih ringan dari nada bicara lelaki yang sebelumnya. Terdengar keheningan sesaat setelah pembahasan itu. Eiliyah cukup yakin bahwa kedua lelaki itu sedang membicarakan dirinya.
         " what are you planing to do with her (apa rencana mu kepadanya) ?" tanya pria kedua kemudian. Ada jeda yang cukup lama sebelum pria pertama menjawab pertanyaan itu, dia mungkin sedang menimbang jawabannya.
          "I will keep her with me for now (aku akan menahannya disini untuk sementara waktu) " jawabnya kemudian. Pria selanjutnya mengkonfirmasi jawaban itu dengan pertanyaan lain tentang berapa lama rekannya akan menahan Eiliyah untuk  terus bersamanya. Pria dingin itu juga tidak yakin sampai kapan batas waktu yang akan dia habiskan untuk mengawasi wanita muslimah itu.
          "What would you do with her then (lalu apa selanjutnya) ?" tanya pria kedua sekali lagi.
          "We'll see that (kita lihat saja nanti) ...." jawabnya tanpa kepastian.
         Eiliyah bergidik ngeri membayangkan apa yang mungkin pria itu lakukan kepadanya. Memikirkan bahwa lelaki itu akan segera masuk kembali ke kamar itu, Eiliyah mencoba mencari jalan keluar untuk kabur dari rumah asing yang entah ada dimana itu. Dia melihat ada jendela yang terbuka di sisi ruangan.
        Eiliyah segera berlari ke arah jendela itu dengan harapan bahwa ia bisa keluar darisana. Namun na'as, kamar yang dia tempati itu berada di lantai tiga dan terlalu tinggi untuk melompat dari jendela. Tidak hanya itu, Eiliyah menemukan banyak lelaki berseragam formal sedang berpatroli dan menjaga seluruh bagian gedung ini. Dia bingung bagaimana caranya dia bisa pergi dari tempat itu.
           "Do you plan to run away again (apakah kau berencana kabur lagi) ?" tanya suara yang terdengar begitu dingin dan mengancam dari balik punggung Eiliyah.
          Wanita itu sontak menoleh ke arah sumber suara tersebut dan menemukan ada dua orang laki-laki yang memasuki ruangan dan telah berdiri di tempat yang tidak jauh darinya. Wajah yang telah familiar di mata Eiliyah itu memandanginya dengan sorot mata yang tajam seolah marah sementara lelaki asing yang baru saja melepaskan kacamata yang berdiri di sampingnya tersenyum ramah kepada Eiliyah.
          Wanita asal Indonesia yang merasa terancam dan ketakutan itu berjalan mundur ke arah jendela sementara kedua lelaki itu terus berjalan mendekatinya.
          "relax miss (tenang nona) ... Don't be afraid (Jangan takut) . You are save here (kau aman disini) ..." ucap lelaki yang memiliki wajah ramah mencoba menenangkan Eiliyah. Nampaknya lelaki itu sudah terbiasa merawat dan menenangkan orang lain seolah hal itu adalah kegiatan keseharianya. Dia terlihat baik dan ramah, namun siapa yang bisa mempercayai kebaikan yang nampak dari sorot matanya? Setidaknya bukan Eiliyah.
            "How can I believe you (bagaimana aku bisa mempercayaimu)?" tanya Eiliyah sinis dengan sorot mata mengancamnya.
            Dia berbalik ke arah jendela dan langsung menapakkan kakinya di dasar jendela, siap untuk melompat dari gedung tinggi itu tanpa mempedulikan resikonya. Namun usahanya melarikan diri seketika gagal ketika ada tangan kuat yang dengan cepat menarik lengan Eiliyah sehingga wanita itu tersentak dan membalikkan badannya ke arah lain.
          "You really wish to die, aren't you (kau sungguh mau mati ya) ?" tanya seorang pria yang saat ini telah berada tepat di hadapan Eiliyah. Wanita itu mengangkat kepalanya dan langsung bisa melihat wajah pria tampan nan kejam itu tepat berada di hadapan wajahnya. Dengan sekuat tenaga dan gerakan kasar Eiliyah menarik tangannya sendiri.
          "You would kill me anyway, just like what you and your people did to my friend (lagipula kau akan membunuhku, sama seperti yang dilakukan orang-orangmu kepada temanku) ." ucap Eiliyah menatap dingin ke arah lelaki yang ada di hadapannya.
           "I never plan to kill you, but if you insist I could consider it (aku tidak pernah berencana membunuhmu, tapi jika kau bersikeras aku bisa mempertimbangkannya) " ucap lelaki itu dengan seringai kejam di bibirnya. Jantung Eiliyah dibuat berdebar kencang karena rasa horor yang menghantuinya, namun dia tidak ingin menunjukkan ketakutannya di hadapan lelaki itu. Dia memilih untuk menampilkan wajah tegas tanpa menunjukkan sisi lemahnya kepada pria kejam yang nampaknya ingin mencemoohnya.
          "Wooaah... relax Advent (santai saja) ... That's not the plan (itu bukan rencananya) ..." ucap lelaki di samping pria yang baru saja dipanggil Advent olehnya. Dia menarik lengan Advent pelan dan mengisyaratkan kepada temannya agar dia tidak bertindak kasar kepada wanita yang ada di hadapan mereka itu. Dia tidak ingin rencana awal yang disusun oleh sahabat karibnya itu menjadi berantakan karena tidak bisa menjalin hubungan baik dengan wanita asal Indonesia tersebut.
         "miss Eiliyah... I am sorry... I am sure my friend doesn't mean to threaten you... I am Sam, a doctor who assist you, and..... this is Advent (nona, maafkan aku, aku yakin temanku tidak bermaksud mengancammu, aku Sam, dokter yang akan merawatmu, dan... Ini Advent)" ucap Sam memperkenalkan dirinya kepada Eiliyah. Wanita itu sedikit mengangkat alisnya setelah mendengar ucapan Sam dan memandangnya penuh curiga.
          "how do you know my name (bagaimana kau tahu namaku) ?" tanya Eiliyah bingung dan penuh ragu.
          "Eiliyah Darra Ad Duriyyah, a muslim woman from Indonesia (seorang wanita muslimah asal Indonesia).  A student of master degree at Stanford University who study about creative writing (mahasiswi s2 di Universitas Stanford jurusan menulis kreatif) , her parents live on a small village and she is now currently enganged with Muhammad Ilyas (orangtuanya tinggal di kampung dan dia sekarang bertunangan dengan Muhammad Ilyas) ..." ucap Advent membongkarkan semua informasi pribadi yang dia temukan tentang Eiliyah. Wanita itu hanya melongo mendengar itu semua. Bagaimana mungkin orang asing itu tahu segala hal yang bersifat pribadi tentang dirinya? Dia tidak paham. Dia bahkan belum pernah membahas tentang perihal Ilyas kepada siapapun di California ini, termasuk Annisa.
            "I will report you to the police (aku akan melaporkanmu ke polisi) !" ancam Eiliyah yang merasa terusik dengan semua tindakan dan ucapan Advent yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Lelaki itu telah mengorek informasi tentang dirinya secara ilegal.
           "hey hey guys... Why don't we try to talk about it nicely (kenapa kita tidak membicarakannya baik-baik)? Would you mind (bagaimana) ?" Sam memberikan saran agar kedua manusia yang bersitegang di hadapannya mau untuk berkomunikasi dengan cara yang lebih baik.
          Eiliyah tidak menyukai ide itu, sejujurnya dia hanya tidak menyukai Advent. Lelaki itu telah memata-matainya dan bersikap brutal di hadapannya. Dia tidak menyukai apapun yang berhubungan dengan lelaki yang memiliki sorot mata dingin itu.
            Dia membenci lelaki itu karena berfikir bahwa Advent adalah penyebab datangnya rentetan kejadian buruk yang menimpanya sehingga dia kehilangan sahabatnya. Namun pada akhirnya, Eiliyah menerima usulan Sam sehingga ketiganya duduk berhadapan di atas sofa yang ada di kamar itu. Sam sedang menuangkan teh hangat ke dalam tiga gelas di meja dengan harapan bahwa minuman itu mampu digunakannya untuk menghilangkan tensi yang ada diantara mereka bertiga.
            "Explain everything (jelaskan semuanya) " tuntut Eiliyah menatap Advent dan Sam secara bergantian tanpa menyentuh teh yang telah disajikan oleh Sam.
          Dia hanya ingin fokus mencari jawaban atas segala teka-teki yang terjadi dalam hidupnya selama satu bulan terakhir ini. Kedua lelaki itu hanya diam kemudian Sam memberikan isyarat mata kepada Advent untuk menjelaskan segalanya. Lelaki yang memiliki garis rahang yang kuat dan tegas itu menghela nafas singkat sambil memandang lekat ke arah Eiliyah.
               "Shortly... If you wish to stay alive, you have to stay here (singkatnya, jika kau ingin tetap hidup, kau harus tinggal disini) " ucap Advent singkat tanpa memberikan penjelasan apapun.
             "since today onward you will live with me (mulai hari ini kau akan hidup bersamaku) ..." ucap pria dingin nan kejam yang telah membunuh banyak orang di hadapan mata Eiliyah. Advent memberikan penegasan dan penekanan terhadap hal yang diinginkannya dari gadis muslimah yang menatapnya penuh curiga. Wanita itu tidak mampu membayangkan bagaimana kehidupannya jika harus hidup bersama dengan lelaki asing yang bahkan baru dia ketahui siapa namanya itu.
             "I refuse (aku menolak) " ucap Eiliyah singkat dan tegas.
            "I guess so, but I have a strong reason to keep you with me (sudah kuduga, tapi aku punya alasan kuat untuk menahanmu disini) " jawab Advent tenang menghadapi penolakan dari wanita itu.
            "I don't care (aku tidak peduli) " tambah Eiliyah bersikukuh dengan pilihannya.
             "So do I, but you don't have a choice here (aku juga tidak peduli, tapi kau tidak punya pilihan disini) ... You are staying with me. That's all (kau harus tinggal bersamaku. Titik) ." imbuh Advent tegas kemudian berdiri dan meninggalkan kamar tanpa ingin mendengar protes lain dari Eiliyah.

Comentário do Livro (131)

  • avatar
    OctaEldo

    senang

    15d

      0
  • avatar
    LestariAyu

    cerita nya sangat bagus sekali

    10/08

      0
  • avatar
    TansaniLia

    kerennn bagus ceritanya menarik

    23/04

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes