logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 KKN DI TANAH SUNDA

Siang pun tiba, sebagian anggota telah berkumpul di balai desa. Devina dan anggota kelompok wanita bertugas untuk stand by di posko. Kesempatan itu pun dimanfaatkan Devina untuk meneruskan menyelesaikan laporannya. Ketika Devina Tengah sibuk dengan laptopnya, terdengar suara beberapa temannya sangat bising di luar.
Vina keluar untuk memastikan Apa yang terjadi. Ketika menuju ke ruang tamu ternyata anak laki-laki telah berkerumun di depan kamar Lisa.
"Loh Ada apa ini? " tanya Devina.
"Itu Lisa kesurupan lagi, " jawab salah satu teman kelompoknya.
Beberapa anak laki-laki berusaha menahan pintu kamar Lisa dengan sekuat tenaga. Pasalnya kesurupan Lisa kali ini terbilang menakutkan. Ia berteriak histeris saat siapapun mendekatinya. Namun karena Devina penasaran, Ia pun mencoba untuk masuk ke dalam kamar Lisa. Beberapa temannya yang lain mencegah Devina untuk menemui Lisa, mereka khawatir akan keselamatan Devina.
"Dev Jangan masuk, bahaya, " ujar Beno.
Tanpa memperdulikan perkataan Beno, Devina tetap maksa untuk masuk ke dalam kamar Lisa. Setelah Devina berada di dalam kamar Lisa ternyata kini Lisa Tengah berbaring di atas kasurnya. Namun anehnya ia tidak lagi histeris seperti tadi. Bisa gini terbaring dengan kepala menoleh kearah Devina, tatapannya sangat tajam dengan tetap tersenyum menyeringai menatap Devina. Perlahan Devina menghampiri Lisa di samping tempat tidurnya. Jantung Devina seketika berdegup kencang kala ia terduduk di samping Devina.
"Lisa kamu enggak papa, "
Lisa tidak menjawab sedikitpun pertanyaan Devina. Karena merasa jika Lisa berpura-pura kesurupan demi mencari perhatian, Devina pun sedikit kesal.
Ia kemudian bersandar ke bilik kayu yg ada di belakangnya.
Bbrraakkkk
Betapa terkejutnya Devina menyaksikan sebuah pouch yang berisikan peralatan mandi terlempar ke depan tubuhnya. Seketika ia menengok ke arah Lisa yang kini menyeringai menatapnya.
"Ku bilang juga apa kan? Hahahaha,"
Lisa tertawa keras sambil tetap menatapnya. Suara tertawa itu di dengar pula oleh teman-temannya di luar. Mereka yang khawatir meneriaki Devina dari luar. Aneh nya pintu kamar terkunci rapat dan menyisakan Devina yang ketakutan di hadapan Lisa.
"Dev! Dev! Buka pintunya!"
Kepnikan itu berlangsung cukup lama. Hingga akhirnya pintu dapat terbuka. Devina yang masih ketakutan hanya mampu terduduk memegangi lututnya. Ia tak mampu berkata apa-apa sampai teman-temannya yang lain menariknya keluar dari kamar Lisa.
Cukup lama Lisa mengalami kesurupan itu, namun ia hanya terbaring di kasurnya dan hanya menatap siapapun yang mencoba menghampirinya. Semua temannya saling membacakan doa sebisa mungkin agar Lisa segera sadar.
|
|
|
|
Sore pun kini berlalu. Seluruh anggota kelompok yang ada di rumah kini berkumpul di ruang tengah. Mereka berjaga-jaga jikalau Lisa kesurupan kembali. Sebisa mungkin suara ayat-ayat suci alqur'an berbunyi memenuhi seisi rumah. Canda tawa kini terdengar lagi setelah keadaan benar-benar aman tanpa gangguan makhluk halus.
"Assalamualaikum,"
Seru Rayhan yang telah kembali dari acara di balai desa sore tadi. Namun ada yang aneh dari gelagat Rayhan petang itu. Ia terlihat tersenyum tanpa sebab. Hingga ia menghampiri Devina dan langsung memeluk erat.
"Beb kamu kenapa sih, lepasin ih nggak bisa napas," ucap Devina mencoba melepaskan pelukan erat Rayhan.
Tanpa menjawab apapun Rayhan tetap memeluk erat Devina. Hingga salah satu temannya berkata.
"Oh iya tadi Ray nyawer bu lurah di balai desa Dev, merasa bersalah kali tuh hahah,"
Mereka tertawa seiring pelukan Rayhan yang semakin erat. Namun itu dirasa bukannlah pelukan penyesalan. Devina merasa ada hal aneh yang tengah menyelimuti Rayhan. Hingga perlahan Rayhan melepaskan pelukannya dan terduduk bersila di tengah-tengah ruang tamu.
Senua anggota kini sadar jika Rayhan benar-benar tengah kesurupan. Tanpa ada suara sedikitpun mereka mengurumuni Rayhan yang kini tertunduk.
"Assalamualaikum," ucap salah satu teman Rayhan.
"Waalaikumsalam,"
Rayhan menjawab salam tersebut dengan suara mirip seorang kakek-kakek. Suaranya berat, punggungnya kini membungkuk persis seperti kakek-kakek pada umumnya. Di rasa ini bukanlah bercandaan, satu persatu membaca doa sebisa mereka dengan lirih.
Saat itu Rayhan berbicara menggunakan bahasa sunda halus yang benar-benar tidak di pahami oleh Devina. Namun inti dari pesan tersebut adalah sebuah wejangan atau nasehat-nasehat khas orang tua kepada anaknya.
Jika di artikan dalam bahasa indonesia kurang lebih akan berbunyi seperti ini.
"Kalian sebagai anak muda harus saling membantu satu sama lain, harus saling menghormati, jangan tinggalkan solat dan selalu ingat dengan gusti Allah ya, Aki cuma mampir saja ke sini, nengokin cucu-cucu Aki semua, kalian jaga diri baik-baik ya,"
Setelah ucapan itu selesai, sosok kakek itu pun keluar dengan mengucap salam. Seketika Rayhan yang lemas tubuhnya hampir terjatuh ke lantai. Namun ia segera sadar dan heran dengan semua orang yang menatapnya. semua orang kini menatap dengan kengerian ke arah Rayhan. Pasalnya Rayhan bukan orang yang bisa atau gampang kerasukan seperti Lisa.
"Heh kenapa pada bengong," ucap Rayhan menatap mereka satu persatu.
"Ah enggak, nggak papa Ray,"
Akhirnya semua membubarkan diri untuk segera mengambil air wudhu. Entah mengapa setelah kejadian Rayhan kerasukan tersebut, semua anggota kelompoknya menjadi rajin beribadah.
Devina yang tertinggal sendiri di ruang tamu seketika tersentak saat melihat ke arah kamar yang berpintu gordyn tersebut.
"Asstagfirullah!"
Teriaknya tatkala melihat sesosok kakek-kakek berpenampilan serba hitam. Sosok itu mengenakan baju khas suku pedalaman berwarna hitam ditambah celana pangsi hitam. Namun kaki sosok tersebut tak terlihat menapak pada lantai. Badannya pun seolah tranparan karena Devina mampu melihat jelas semua benda di belakangnya. Suaranya tertahan tak mau keluat sedikitpun. Ingin rasanya teriak sekencangnya untuk mengobati ketakutan itu.
Kakek tersebut tersenyum lebar ke arah Devina dengan jenggot panjang berwarna putih. Ketika Devina mampu menggerakkan tubuhnya, ia segera meraih kamera digital yang memang tengah berada di dekatnya. Kamera tersebut tengah dipindahkan filenya sebagai bahan laporan kelompok Rayhan.
"Dev kenapa?" tanya Astrid sesaat setelah Devina berhasil mengambil satu foto menggunakan flash kameranya.
Tanpa menjawab Astrid segera ia melihat hasil jepretannya tersebut. Meski tak nampak sosok kakek tersebut, tetapi tampak jelas beberapa orbs yang ada di spot tersebut. Hal itu membuat Devina sadar jika itu bukanlah halusinasinya semata. Ia menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya.
"Dev kenapa?" tanya Astrid kembali.
"Nggak kok, asma kambuh tadi, aku masuk dulu ya," jawab Devina.
Semenjak rentetan kejadian petang tersebut, Devina memilih untuk menyendiri di kamarnya. Ia makin sering berdoa dan memfokuskan pikirannya pada laporan di dalam laptopnya. Sudah tak ia hiraukan lagi gangguan-gangguan yang masih saja terdengar bahkan terasa di sekelilingnya. Seperti hembusan napas yang tiba-tiba terasa di tengkuknya. Tiupan angin di belakang telinganya hingga suara samar-samar tengah berbincang dari arah luar kamarnya yang ternyata berasal dari hamparan sawah di sekeliling rumahnya.
Bersambung...

Comentário do Livro (193)

  • avatar
    ramadaniAlya

    lanjut kk

    04/08

      0
  • avatar
    fitrianihestiani20

    keren

    18/07

      0
  • avatar
    ToroBejo

    bagus sekali

    15/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes