logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 6

Arba melangkahkan kaki menuju ruang UTS. Sesekali dia melirik kartu ujiannya untuk mencocokan ruangan. Tak sampai tiga menit, cowok itu sudah menemukan ruangan yang akan dia tempati. Terlihat sepasang masa melihatnya dari dalam kelas, Arba pun memasuki kelas dan menghampiri temannya.
"Udah belajar?" tanya Juki, basa basi.
"Udah. Lo sendiri?" Arba merangkul temannya erat. Baru beberapa hari dia tak bertemu dengan teman-temannya, ada rindu yang bersarang. Bagaimana lagi, sekarang dia akan menjalankan misinya di kampus saudara kembarnya. Apapun itu, niatnya baik membantu Arman supaya tidak direndahkan teman-teman kampusnya.
"Udah." Juki membalas rangkulan Arba.
"Menurut lo, pintar itu ukuran buat dihargai orang nggak?" Arba tiba-tiba melontarkan kata itu. Dia hanya ingin tahu pendapat Juki tentang ucapannya.
"Orang pintar pasti dihargai orang, tapi buat apa pintar kalau nggak bisa hargain orang," ucap Juki. Perkataan Juki memang benar adanya. Arba hanya mengangguk bertanda paham.
Ya, seharusnya teman Arman berpikiran demikian, menghargai orang walaupun tidak pintar. Sebenarya, manusia semua sama, hanya beda nasib dan tingkat usaha yang berbeda-beda. Arba sebenarnya yakin kalau Arman tak bodoh−hanya saja usaha belajarnya kurang, tapi hanya saja dia tak berani mengucapkan pada Arman−takut saudaranya tersinggung.
"Kenapa lo tiba-tiba nanya gitu, Ba?" Juki bertanya lagi.
Arba menggeleng, "Nggak, nanya aja."
Waktu menunjukkan pukul delapan tepat, pegawas ujian memasuki ruangan. Yang ada di kelas langsung duduk di kursi mereka masing-masing. Pengawas ujian langsung membagikan soal dan kertas jawaban ke semuanya.
"Waktu kalian hanya 65 menit," kata Pengawas ujian.
Mereka serempak mengangguk.
Arba yang pertama kali mendapat soal langsung membacanya dan langsung mengerjakan. Materi yang dia pelajari keluar semua dalam ujian. Sesekali cowok itu mengingat jawaban dari materi yang dipelajarinya tadi malam. Cukup mudah bagi Arba untuk mengingat jawaban karena dia pandai dalam menghapal. Tak berselang lama, pengawas ujian menghampiri mejanya sambil menyodorkan sebuah kertas untuk tanda tangan ujian. Arba menerima kertas itu dan menandatangani, setelah itu Arba memberikan kartu ujian pada pengawas ujian untuk ditandatangani.
Setengah jam berlalu, Arba masih berkecimpung dengan soal ujian mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi. Dilihatnya teman lain sangat serius mengerjakan soal. Arba hanya tersenyum tipis melihatnya. Tiba-tiba ada seseorang temannya yang memanggilnya dengan lirih.
"Ba," ucap Hilman lirih.
"Apa?" Arba berbisik.
"Lihat jawaban no.5, gue nggak ngerti," kata Hilman sambil melihat ke depan, takut pengawas mengetahui kalau dia sedang menyontek jawaban.
Arba langsung melihat kertas jawabannya dan menuliskannya dalam secarik kertas buram yang disediakan, kemudian dia memberikan pada Hilman dan Hilman menerimanya. Cowok berambut keriting tesebut mengacungkan kedua jempolnya.
"Thanks, Bro."
Arba mengangguk.
Secepat kilat Hilman menyalin jawaban ke dalam ketas ujiannya−takut kepergok pengawas.
Setelah selesai menyalin, Hilman langsung merobek kertas hasil contekannya dan memasukan ke dalam celana jeans-nya.
Tanpa terasa waktu ujian sudah selesai, pengawas ujian mengintruksi untuk mengumpulkan soal dan jawaban. Semua peserta ujian yang ada dalam ruangan satu demi satu maju ke depan menyerahkan kertas dan soal, kemudian berjalan keluar ruangan ujian, begitu pula dengan Arba.
Hilman yang melihat Arba keluar kelas membuntuti temannya itu dan menyamakan langkah.
"Ba, gue traktir, yuk," ajak Hilman.
"Lo ulang tahun?" Arba mengangkat kedua alisnya.
"Nggak. Sebagai rasa terima kasih karena lo tadi udah nyontekin jawaban." Hilman merangkul Arba menuju kantin. Sesampainya di sana, mereka memesan makanan dan duduk kursi. Tak berselang lama, pesanan mereka datang dan melahapnya. Selesai makan, Hilman menuju ke kasir untuk membayar. Keduanya meninggalkan kantin, berjalan menuju parkiran. Buat apa lama-lama di kampus, toh jadwal ujian mereka sudah selesai.
***
Arman menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana tidak, hari ini ada kuis mendadak dari dosen mata kuliah Pengenalan konten web. Ya, berhubungan dengan program. Kelemahan Arman memang di program. Kadang ada rasa penyesalan kenapa dia memilih jurusan Teknik Informatika. Awalnya, dia pikir kalau memilih jurusan tentang IT mudah, ternyata sebaliknya. Arman hanya membaca soal kuis itu sambil membolak-balikkan kertas jawabannya. Dia belum menjawab apapun. Irhas yang mengetahui jawaban Arman masih kosong malah meledeknya seperti biasanya.
"Lo belum ngerjain?" tanya Irhas, meledek.
"Gimana gue bisa ngerjain, ngerti aja nggak!"
"Lo aneh, ya, kemarin aja waktu praktikum aja, lo bisa," Irhas mengernyit, ada rasa aneh pada diri Arman.
Iya lah, itu kan si Arba, bukan gue.
"Kebetulan, Has," gumam Arman, berusaha tetap tenang.
"Buruan dikerjain, bentar lagi waktunya habis," Irhas mengingatkan.
Arman mengangguk. Kadang ada rasa kesal pada diri Arman, kenapa teman-temannya tak ada yang mau membantunya saat dia tak bisa mengerjakan soal. Hanya ada rasa egois dalam diri mereka, selalu ingin menjadi yang terbaik dan bersaing satu sama lain.
Rasa pusing datang pada Arman, dia butuh inspirasi. Akhirnya, dia berpamitan pada dosen untuk izin ke kamar mandi. Padahal tidak, dia mengirimkan pesan untuk Arba untuk membantunya mengerjakan kuis.
Ba, tolongin gue. Gue ada kuis dadakan.
Arba yang mengetahui ada pesan masuk segera membacanya dan kebetulan sekali dia lewat kampus Arman. Dengan cepat, dia menunggu di depan kampus, lalu membalas pesan Arman.
Gue udah ada di depan kampus lo yang ada ATM BNI-nya.
Arman membaca pesan dari Arba langsung menuju lokasi. Dilihatnya Arba sudah menunggu di sana. Arman menepuk bahu Arba dan Arba menoleh.
"Butuh bantuan?" tanya Arba.
"Iya. Sial banget gue hari ini," Arman mendengkus kesal. "Lo pake jaket gue, biar nggak ketahuan."
"Oke." Arba memakai jaket yang dipake Arman yang sudah dilepasnya beberapa menit lalu. Sekarang Arman hanya menggunakan baju kotak-kotak berwarna cokelat.
"Gue balik, ya." Arman menaiki motor sambil membawa helmnya meninggalkan lokasi.
"Ba, ruangan gue di S.3.3, gue duduk di sebelahnya Irhas. Ini kunci motor gue sama kartu parkir gue," Arman menyodorkan kunci motor dan kartu parkirnya pada Arba, Arba mengangguk dan dia berjalan menuju ruang kelas sedangkan Arman pulang ke rumah.
Sesampainya di kelas, Arba langsung duduk tepat di sebelah Irhas. Irhas menatapnya dengan aneh.
"Ngapain lo lihatin gue kayak lihat setan gitu?" Arba mengangkat bahunya acuh.
"Nggak. Soal lo kerjain, waktunya tinggal dua puluh menit lagi," jawab Irhas.
Arba hanya megangguk. Dia membaca soal demi soal dan mulai mengerjakannya. Hanya perlu waktu sepuluh menit, Arba sudah selesai mengerjakan soal dan dia maju ke depan mengumpulkan pada dosen sambil berkata, "Pak, kalau sudah selesai boleh keluar dari ruangan?"
Dosen itu mengangguk, "Silakan."
Arba tersenyum kemudian menuju mejanya untuk mengambil tas.
"Lo udah selesai?" tanya Irhas.
"Udah. Gue cabut duluan, ya." Arba berjalan keluar kelas sambil membawa tasnya.
Irhas yang masih di dalam kelas merasa ada yang ganjil. Dia mulai curiga dengan Arman yang tadinya tidak bisa mengerjakan soal menjadi bisa dan keluar kelas terlebih dahulu.

Comentário do Livro (210)

  • avatar
    Leni Meidola Putri

    cerita nya sangat menarik

    28/05/2022

      0
  • avatar
    channelBASRI PUTRA

    semangat dan semoga ke depannya akan ada terus cerita cerita yang lebih menarik.!!!

    22/12/2021

      0
  • avatar
    JuniantoRizki

    bgs

    22d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes