logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 10. Toping Tambahan Bubur.

"Tak apa, jika nasi telah menjadi bubur. Tinggal tambahkan topingnya saja, plus kuah kental dan sambal cabai saja. Enak kok"
[ Arman - MATA CUAN]
***
Asoka POV:
Nasi telah menjadi bubur, aku yang tak memiliki banyak pengalaman menjalin hubungan dengan seorang pria harus rela menelan pahitnya pengkhianatan.
Nyatanya seseorang yang dibuat buta oleh cinta justru akan merasakan kekecewaan yang begitu mendalam.
Dadaku sesak, kakiku lumpuh, mataku buta, telingaku tuli, otaku sadar namun mulutku terlalu kelu untuk mengucapkan barang sepatah kata. Pengkhianatannya begitu menyakitkan, seharusnya aku sadar sejak awal namun aku enggan.
Nyatanya watak dan karakter seseorang tak mampu di ubah secepat kita mengaduk nasi.
Jangankan aku, orang tuanya atau bahkan Tuhannya sekaligus akan angkat tangan dan menyerah untuk menyadarkan dirinya, bagaimana dengan aku?
Ternyata kata-kata cintanya selama ini hanyalah bualan semata, puaskah kau menyakiti hatiku?
Janji untuk tak mengkhianati ku nyata PALSU!
Sekali brengsek mengapa tetap brengsek? tak bisakah kau berpura-pura didepanku?
Pasang topeng baik mu, pasang!
Aku benci kamu Xyn, aku benci setiap detik yang kuhabiskan untuk mengingatmu.
"Mau sampai kapan loe akan sok bisu" Arman, iya itu suara Arman.
Aku yang sedang termenung sembari menatap gulitanya malam pada akhirnya memilih bungkam.
"Loe udah baikan, pulang nggak loe dari apartemen gue! Benci gue seatap sama cewe bisu! " Keluh Arman cerewet, sikapnya sungguh sangat berbanding terbalik dengan Lukman, kembarannya yang kalem itu.
"Heh! Ditanya tuh di jawab, bukan melotot" Kesal Arman, saat ini ia telah berada di samping tempat ku berdiri.
"Lagian si Lux, ngapain sih dia bawa cewe bisu ke sini. Lukman juga nggak mau nampung loe, heran! Gue deh yang di tumbalin" Keluh Arman lagi, ia menatapku yang sekarang tertarik menyimak mimik mukanya.
"Apa loe liat-liat! Maksih?! " Kesalnya, entah mengapa rasa kesalnya justru menjadi moodboster tersendiri untukku.
"Heeh! Setelah 3 hari bungkam, 1 hari pingsan, dan 2 hari triak-triak ketakutan sekarang loe Senyum-senyum gini? SEREM AMAT" Katanya masih dengan wajah yang lucu, entah mengapa dimataku lucu.
Entah darimana datangnya niat dan tujuan ingin memeluk Arman, nyatanya tanpa dapat ku tahan dorongan itu sangat kuat dan aku memeluknya.
"Ehhhh!!! bener-bener ni cewek gila, sama gilanya kayak si Lux! " Kata Arman namun tak berusaha menolak saat pelukanku kian kuat.
Aku tersenyum sembari merasakan betapa hangatnya pelukan ini, rasanya seperti dipeluk almarhum ibu. Nyaman, dan menenangkan.
Sebuah bayangan masa lalu entah milik siapa muncul seperti hologram, disana aku melihat seorang anak lelaki tengah berdiri menunggu penjual ice cream memberikan pesanannya, wajahnya tersenyum bahagia saat pe jual ice cream itu berhasil memberikannya 2 cup ice kream.
"Dapat! " Kata anak lelaki itu, dibaca dari gerakan bibirnya jaraknya yang begitu jauh membuat aku tak tahu sedang bersama siapa ia bicara.
"Sudah cukup! Lukman sebentar lagi akan kemari, cepat habiskan makananmu sebelum Lukman membuangnya ketempat sampah. Gua harus kebawah, wanitaku sudah menunggu di kedai kopi" Arman memberi tahu, meskipun berat rasanya mengurai pelukannya.
"Gak usah jadi sok kenal dan manja, Arimbi aja nggak semanja ini" Omel Arman sembari menarik tanganku untuk ikut masuk bersamanya.
"Ayo masuk! Makan yang banyak abis itu besok gua antar loe pulang ke kandang! Males gue nampung loe mulu. " Katanya mengomel namun tetap dengan cekatan tangnya mempersiapkan segala sesuatu keperluanku.
"Aku bisa ambil sendiri! " Kataku kesal, lihat saja Arman terlihat seperti seorang ibu yang tengah merawat anaknya yang sakit.
"Gak usah ngeliatin, gue baik sama semua orang. Lagian ya heran banget sama anak muda jaman sekarang. Perkara putus doang udah heboh banget kayak menang lotere.
kalau gue mah, putus satu ya numbuh sejuta dong. Nangis-nangis? buat apa? buang-buang waktu" Tambah Arman, saat ini ia tengan menuang segelaa susu coklat dingin kedalam gelas kosongku.
'Makan! malah ngeliatin" Kata Arman, ia manusia bukan sih?! Seperti tak ada lelahnya saja ia terus mengomel. Aku saja berisik dan lelah mendengarnya bicara.
"Ya udah, ibarat kata Nasi telah menjadi bubur ya terus kenapa? hidup loe jadinya ancur gitu? ya kagak lah bego kali ya loe. Kurang kreatif kurang inspiratif kurang kulineran" Kata Arman, mataku melirik sekilas.
Makan malamku pada akhirnya lebih menarik daripada ocehan Arman yang kian rancau, apa hubungannya coba Nasi bubur, sama kreatif dan inspiratif? ya nggak nyambung lah. Ngawur!
"Gak usah melotot gitu, mata loe jelek sumpah!" Omel Arman, sementara bibirku mulai kian mencebik dan bergumam tak jelas.
"Apa hubungannya Nasi bubur sama kulineran dan lainya? Ngaco anda ini" Kataku yang tak tahan untuk membuka mulut.
"Nah! Ini nih, yang nggak gue habis fikirin dari Luk. Dari selera Luk nemuin cewek lola plus bodoh kayak loe. Wajah kalau laki loe selingkuh, ya loe nya kampungan"
"Kenapa jadi nyinyir sih! " Kesalku.
"Ya loe nyadar aja, kalau hidup loe hancur ya
tugas perbaiki dong bukan malah ngancurin. Ibarat Nasi telah menjadi bubur, ya tinggal di tambahin topingnya aja. Enak to? " Jawabnya Jumawa.
"Sejak kapan bisa bahasa Jawa" Cibirku pada akhirnya.
Tak lama setelah itu, Arman pergi meninggalkanku sendiri. Ia ada janji dengan kekasihnya, ia menyuruhku untuk tidak takut di apartemennya sendirian sebab sebentar lagi Lukman akan datang, menggantikannya menjagaku sementara Lux? entahlah.
Hampir satu minggu ini, semenjak hari dimana aku hampir tidak sadarkan diri di tangga darurat. Lux sosok misterius yang entah mengapa berhasil ku sebut namanya tak pernah sekalipun muncul di hadapanku. Sebab sesaat setelah Lux datang malam itu, aku jatuh pingsan dan tak sadarkan diri untuk beberapa waktu yang lama.
Ketika aku terbangun, aku sudah terbaring cantik dirumah sakit.
Apa aku harus menceritakan kedua tanganku yang terikat?
Katanya, tanganku memang sengaja diikat agar aku tidak melukai diriku. Lux yang memberikan titah dan ijinya.
Lalu setelah itu, muncul Arman dan Arimbi, juga Muncul Lukman yang katanya diperintahkan oleh Lux secara khusus jika mereka tidak menuruti titah Lux maka Lux akan menghancurkan karir mereka.
Lalu seperti apakah rupa Lux?
Aku tidak tahu. Sungguh!!
Tiba-tiba saja semua orang-orang asing yang tak pernah dekat denganku silih berganti merawatku, mereka tak pernah absen.
Apakah ini ulah Lux?
Tapi, dimana teman-temanku?
Dimana Arifin?
Dimana Ika?
Dimana yang lainya?
Apakah kedua orang tuaku tahu jika anaknya sakit?
Lux? Siapakah sosok itu?
Apa maunya?
***
Tuk..
"Awhhh.. " Pekikku terkejut, entah sejak kapan dia ada di hadapanku. Bisa-bisa ia menatap mataku tajam setelah dengan kurang ajarnya menjitak keningku kasar.
"Ih, lembut dikit kek kayak Kak Arman" Keluhku menatap Lukman tak kalah juteknya.
"Pintu sudah saya ketuk sejak 15 menit yang lalu, kursi sudah saya banting 1menit yang lalu. Dan mengapa harus kening yang saya ketuk sampai kamu tersadar dari lamunanmu? Dan lihat makananmu? sudah basi! " Kata Lukman tajam, ah benarkah dia kembaran Arman?
"Mau dibawa kemana!" Pekikku saat melihat Lukman menarik semua makananku, marilah aku.
"Jangan!!! " Teriakku keras.
***
Bersambung. ...

Comentário do Livro (161)

  • avatar
    PerwatiNunu

    good

    23d

      0
  • avatar
    LakambeaIndrawaty

    👍👍👍

    26/07

      0
  • avatar

    mais ou menos

    07/05

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes