logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 12 Dua Lelaki

The Holywings Foods and Bar.
Suara live music terdengar menggema di tempat itu. Hampir semua kursi terisi penuh. Di sudut ruang, tampak dua orang lelaki yang sedang menikmati sajian mereka sambil bercerita.
Lelaki yang berbaju putih terlihat santai sambil sesekali tertawa. Sementara yang satunya tidak bersemangat sama sekali. Padahal menu makan malam kali ini spesial, aneka menu rekomendasi restoran dan beberapa botol beer. 
"Temen dapet musibah malah diketawain." Reza meneguk minuman beralkohol, lagi. Entah ini sudah gelas yang ke berapa, yang penting malam ini hatinya harus senang. 
"Gila! Gue nggak bisa bayangin waktu dia nendang itu. Sakit mama." Kevin tertawa sambil memegang perutnya. 
"Sekali lagi lo ketawa, gue timpuk pake' ni botol," ancam Reza. Rasa kesal di dalam hatinya belum juga hilang. 
"Jangan, dong. Nanti sakit." gelak tawanya semakin menjadi. 
"Shit!" Reza menuang segelas lagi. 
Sejak tadi, Reza menceritakan semua kejadian di kantor kepada Kevin. Siapa lagi tempatnya bercerita kalau bukan kepada sahabatnya ini. Kedua orang-tuanya sibuk. Adik satu-satunya tinggal di luar negeri.
"Cukup! Lo udah minum banyak." Kevin menarik botol yang isinya hendak Reza tuang kembali.
"Biarin, gue pusing." Reza balik menepis tangannya.
"Gue tau lo suka minum, tapi jangan mabok. Ngerepotin." 
Tepukan dibahu menyadarkannya. "Biarin. Sekali ini aja." Reza meremas rambut kemudian mengusap wajahnya. Mengapa rasa sakit hatinya belum juga hilang sampai saat ini. Penolakan dan sikap kasar Hani membuatnya malu. Harga dirinya runtuh.
"Cewek masih banyak, tinggal tunjuk. Beres. Lo ganteng, tajir. Mana ada yang bakalan nolak?"
"Buktinya Hani nolak gue."
"Cewek kampung gitu enggak usah lo pikirin."
"Tapi gue sayang," lirihnya.
Kevin menahan tawa saat mendengar kata-kata itu. Melihat wajah kusut di depannya, sepertinya Reza benar sedang jatuh cinta kali ini. Sama seperti dia dan istrinya dulu. Hanya kasusnya berbeda. Wanita yang disukai Reza tidak sebanding dengan mereka. Statusnya sudah menikah dan mempunyai anak. Ini cari penyakit namanya.
"Gue udah bilang dari awal. Mending cari yang single aja."
"Gue enggak selera." 
"Dari sekian banyak?"
Reza menggeleng. Ada banyak wanita single yang berusaha mendekatinya, baik yang sopan maupun yang terang-terangan. Anehnya, dia sama sekali tidak tertarik dengan mereka. Sikap mereka yang sibuk mencari perhatian, malah membuatnya geli. 
"Ntar juga ada yang cakep muncul. "
"Dia nampar gue." Reza tersenyum sinis saat mengingat perlakuan Hani kepadanya. 
"Dia cuma satu. Masih ada seribu lagi. Jangan kebanyakan milih. Inget umur, Za!"
"Kenapa kalian nyuruh gue nikah terus? Males." 
"Biar ada yang ngurusin lo, jadinya enggak kayak gini."
"Cewek tu rese' kalau udah jadi istri. Memang cuma enak buat ditidurin."
Kevin menggelengkan kepalanya. Sejak dulu, Reza memang paling susah diberi tahu. Egonya tinggi. Baginya hidup ini harus dijalani dengan sesuka hati. 
"Buang jauh-jauh pikiran negatif lo tentang pernikahan. Istri, anak-anak bikin kita lebih hidup. Menjalani pernikahan itu memang ga mudah, Za. Tapi bukan sesuatu hal yang lo harus takuti juga." 
"Banyak bacot lo."
"Ini udah ngerasain sama istri anak-anak gue."
"Beneran tobat lo?"
"Udah enggak masanya lagi. Dulu mungkin gue nakal. Sekarang enggak, mikirin masa depan anak-anak."
Reza menunduk menatap makanan dingin di hadapannya. Sudah tak berselera sama sekali, jadi hanya mengaduknya. Biasanya, setiap berkunjung ke tempat ini, dia akan menghabiskan beberapa porsi dalam sekejap.
"Percaya udah sama gue!" Tepukan Kevin kali ini dibahunya cukup menenangkan hatinya yang masih tak karuan. Ternyata, sekuat apapun laki-laki, mereka bisa menjadi lemah jika menyinggung soal hati. 
"Oke. Gue inget kata-kata lo."
"Lupain. Dia istri orang."
Mereka melanjutkan perbincangan hingga datang seorang wanita cantik menghampiri meja. 
"Hai."
Kedua lelaki itu saling berpandangan. Si cantik bergaun ketat merah menyala ini tersenyum. Dia memberikan kode, seperti ingin duduk bergabung di meja mereka. 
Kevin dengan cepat menarik kursi. Sebenarnya malam ini dia mereka tidak ingin diganggu oleh siapapun. 
"Gue Nita." Dia memperkenalkan diri dan mengulurkan tangannya ke arah ... Reza. 
***
"Za." Wanita itu mengeratkan pelukan, tak mau melepaskannya.
"Apa?" 
Anita memberi isyarat sesuatu, ingin mengulangi kembali apa yang sudah mereka lakukan tadi. 
Lelaki itu hanya tersenyum. Bangun dari tempat tidur, melepaskan tangannya, kemudian berjalan ke kamar mandi. 
"Kapan kita ketemuan lagi?" 
"Gue belum tau. Kerjaan gue banyak." Dia memang tidak pernah mengulang kencan dengan orang yang sama.
Reza menutup pintu, menyalakan shower. Dia tidak berniat menginap di apartment Anita, dan akan pulang ke rumahnya malam ini.
Hani. Begitu kuatkah pesona wanita itu? Hingga bersama dengan yang lain, pun, dia membayangkan sosoknya. Apa dia marah karena perlakuannya kemarin di kantor? Tentu saja, Reza. Tak perlu kamu tanyakan lagi jawabannya.
"Maafin gue."
Reza membiarkan tubuhnya basah oleh air hangat yang mengalir dari shower. Berulang kali dia meremas rambutnya. Ketika bayangan Hani menamparnya kembali melintas, tangannya meraih sesuatu yang ada di situ dan melemparnya ke dinding.
Semua hal berkecamuk di kepalanya. Hani, perjodohan, pekerjaan dan orang tuanya. Jika boleh meninta, dia ingin bebas seperti orang biasa. Bisa melakukan banyak hal tanpa harus patuh pada segala macam aturan. Tidak perlu memikul tanggung-jawab memimpin perusahaan dengan ribuan karyawan. 
Hani. Wanita biasa yang membuatnya merasa nyaman. Berada di dekatnya membuat Reza bahagia. Hanya dengan melihat senyum dan bercanda, semua beban di kepalanya hilang.
Sempat terpikir di benak, apa yang Hani lakukan dengan lelaki itu? Kenapa dia tidak terima, jika wanita pujaannya hatinya itu bermesraan dengan yang lain, sekalipun dengan suaminya sendiri.
Reza membuka pintu dan memakai pakaiannya dengan cepat. Mengabaikan panggilan Anita yang berusaha untuk menahannya. Cukuplah malam ini, dia tidak ingin dipertemukan dengannya lagi.
Kebersamaan mereka hanyalah untuk hiburan semata, bukan untuk dilanjutkan dengan hubungan yang serius. Bukannya wanita ini yang mendatanginya duluan?
Mobilnya memasuki halaman rumah pada jam dua belas malam lewat tiga puluh empat menit. Reza melenggang masuk dengan santai melewati mamanya yang sejak tadi duduk menunggunya pulang.
"Dari mana?"
"Jalan, lah."
"Bau cewek."
"Mama jangan sok tahu," katanya dingin. 
"Justru mama tau kelakuan kamu di luar, makanya mama bisa bilang kayak gini!" Nada suara wanita paruh baya ini meninggi. Mungkin dia lelah menasihati anak lelakinya. Bertahun-tahun dia bersabar, hingga Reza sepertinya sudah tak menganggap dirinya sebagai orang tua. 
Reza memilih diam, tak mau berdebat sama sekali. Membiarkan sang mama berbicara panjang lebar tanpa mendengarkannya.
Dia sudah tahu bahkan hafal apa maksud ucapan dari wanita itu. 
"Kapan kamu menikah, Nak?"
"Tak baik melajang terlalu lama."
"Mama punya kenalan, anak gadisnya cantik."
"Nanti kita ketemuan, ya. Mana tahu kamu suka."
Dan itu membuat Reza ... muak.

Comentário do Livro (11612)

  • avatar
    DITAPUSPAADYTIA

    fix perasan2 seperti di aduk2 antara baper bimbang di lema bingung dan sedih terus bahagia awal suami nya seperti idaman dan retak karna masalah ekonomi meski hubungan sudah lama gak menjamin keutuhan . patut di pelajari kehudupan cerita ini. seperti kayalan tapi terasa di dunia nyata best saya jujur terharu😢 apalagi awal keluarga sempurna masalah selalu ada dikehidupan di setiap cerita ❤

    17/08/2022

      0
  • avatar
    Yona Astuti

    saya suka bnget ceritanya ada kelanjutan gak..soalnya seru menginspirasi banyak bnget pelajaran yg dapet dipetik dari cerita ini..semangat ya semoga makin sukses dan ttap dalam lindungan Allah SWT aamiin☺️

    27/01/2022

      0
  • avatar
    lavoisierrz

    keren banget selalu bikin penasaran buat ngelanjutin ceritanya, bahasanya juga mudah dipahami, semangat kak

    21/01/2022

      1
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes