logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

8. Rasa Bersalah.

Arjuna menatap langit-langit kamar. Matanya memang terpejam, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Jiwanya masih sepenuhnya terjaga. Kembali teringat empat hari yang lalu di mana Julia mengusirnya dengan tatapan jijik campur benci.
Pria itu mengusap wajahnya gusar. Matanya kembali menatap nyalang. Ia bangun dan duduk bersimpuh di atas kasur, merenungi kesalahannya. Dengan keadaan gelisah ia menatap tanggalan di atas meja yang berada tepat di sebelah kasur. 
Tanggal tiga belas, tercoret dengan lingkaran merah. Arjuna menandai pada tanggalnya. Hari saat dia meniduri perempuan itu. Hari di mana kehormatan adik tirinya sendiri ia renggut.
Di tengah keterpurukan rasa bersalah itu, ponselnya berbunyi nyaring.
Klik. 
Arjuna menggeser tombol warna hijau. Mengangkat telepon dengan perasaan jengkel.
Siapa malam-malam begini yang berani menggangguku?
"Ada apa?"
"Arjuna, kau tahu …."
Arjuna menjauhkan ponselnya. Ia menatap nama kontak di layar ponselnya. Jonatan. Pria yang sekarang masuk ke daftar salah satu orang yang dibencinya.
“Jangan menghubungi aku lagi, Bajingan!"
Klik. 
Arjuna kembali menutup teleponnya. 
Baru satu detik berlalu, lagi-lagi ponselnya berdering. Itu dari Jonatan. Walau enggan, Arjuna tetap menggeser tombol hijau dan kembali mendekatkan ponsenya ketelinga.
"Hei, aku belum selesai bicara!" bentak Jonatan dari seberang. 
"Aku mengantuk, dasar pengganggu!"
"Hei dengar …." Jonatan terdengar menarik nafas. "Tadi aku melihat Julia, gadis sok suci itu."
Selalu saja. Julia ... Julia ... Julia yang selalu menghantui pikirannya. Arjuna tahu, hidupnya sekarang tidak akan tenang seperti dulu lagi bila Julia tidak segera memaafkannya, bahkan maaf saja tidak akan cukup. Dan sialnya Jonatan ikut membahas topik tentang Julia malam ini.
"Diam, Brengsek, dia memang suci, dan kau seharusnya bertanggung jawab karena sudah membuatku menodainya!" Ada rasa tidak terima ketika Jonatan mengejeknya dengan kalimat “gadis sok suci”.
"A-apaaa? Jadi waktu itu dia masih perawan? Tapi kenapa sekarang Julia bersama orang lain. Kalau dia gadis baik-baik maka kau pasti tidak akan percaya sekarang gadis itu benar-benar sudah menjual tubuhnya lagi."
"Apa … apa maksudmu?" Nada bicara Arjuna terdengar geram.
"Aku melihat dia bersama pria asing berjalan menuju kamar, dan gadismu itu sama sekali tidak memberontak. Dia ada di bar-ku kau tahu? Kalau kau tidak percaya, aku akan mengirimkan fotonya padamu."
"Kenapa kau tidak bilang dari tadi!" bentak Arjuna. 
Arjuna berdiri menyambar jaket kulit bewarna coklat tuanya. Ia berjalan gusar mencari kunci motornya tanpa mematikan ponselnya. 
"Aku sudah bercerita. Kau saja yang tidak mendengarkan ceritaku sampai selesai. Memangnya kau kenapa?"
"Dia masih di bar?" tanya Arjuna memastikan.
"Mereka menyewa kamar!"
"Sialan! Cegah mereka!"
Arjuna berlari menuju garasi setelah menggenggam kunci motornya dengan erat. Tidak ada waktu untuk mengendarai mobil, lebih cepat naik motor.
***
Brak. 
Arjuna melangkah dengan tatapan nyalang setelah berhasil mendobrak pintu. Arjuna masih menggunakan helm “full face” untuk menutupi wajahnya, sehingga orang-orang di sana tidak mengetahui kalau itu Arjuna. 
Arjuna maju dengan langkah lebar menghampiri lelaki yang tengah menindih tubuh Julia. Sekali hempas lelaki bertubuh gempal itu terpelanting jatuh ke pojok ruangan. 
Julia memekik ketakutan. Perempuan malang itu segera menutupi bagian tubuhnya yang terekspos, walau hasilnya tetap sia-sia. Ia menangis terisak dengan wajah yang terlihat berantakan.
Arjuna yang tengah meneliti keadaan Julia semakin geram ketika mendapati leher Julia yang memar bewarna merah, juga tatapan syok, dan kosong. 
"Berani-beraninya kau sentuh dia!" 
Satu pukulan berhasil mengenai rahang lelaki bertubuh gempal itu. Lelaki itu memekik kesakitan.
"Si-siapa kau?" tanyanya dengan marah sembari mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah. Lelaki bertubuh gempal itu menatap Arjuna yang masih memakai helm dengan marah. 
"Aku calon suaminya, Bedebah!" teriak Arjuna ikut marah. Berkali-kali ia nyalangkan tinju pada wajah lelaki itu. Lelaki itu hanya bisa menangkis pukulan Arjuna tanpa mampu melawannya lagi.
"Hei, apa yang kau lakukan ... hentikan! Aku tidak tahu kalau kau calon suaminya!" seru lelaki bertubuh gempal itu tak berdaya. Wajahnya babak belur, hidungnya patah, nafasnya tersedat-sedat. "Kumohon hentikan!" Lelaki itu terus memohon.
Arjuna menatap Julia prihatin. Perempuan itu berusaha menutupi tubuhnya dengan putus asa. Arjuna maju menghampiri Julia, ia menarik lengan perempuan itu. Menutupi tubuh Julia dengan jaket kulitnya. Lalu mengajaknya pergi. 
"Cepat ikuti aku!"
Arjuna melangkah lebar tanpa melepas genggaman tangannya pada Julia. Di belakang, Julia terlihat kesusahan untuk menyamai langkah lebar Arjuna. Langkah kakinya terasa kaku. Lelaki itu terus membawa Julia pergi dari tempat terkutuk itu.
Malam ini kebetulan pengunjung bar sangat ramai. Sesekali tubuh mereka bertabrakan dengan pengunjung yang asyik berjoget heboh. Arjuna menarik Julia, lalu lelaki itu mendekapnya untuk melindungi dari tangan jahil para lelaki yang terang-terangan menjawil tubuh Julia.
"A-aku takut," bisik perempuan itu sambil menyembunyikan tubuhnya di dalam dekapan Arjuna.
"Jangan takut. Kamu aman bersamaku."
Julia mengangguk. Berkali-kali menoleh kebelakang memastikan lelaki gempal tadi tidak mengikutinya.
"Apakah dia masih mengejar kita?"
Arjuna menatap Julia. Ia semakin menguatkan genggaman tangannya pada Julia. "Aku tidak tahu, tapi kemungkinan iya. Kita harus cepat."
Arjuna berhenti di depan montor ninja bewarna putihnya.
Julia menatapnya heran. Perempuan itu mengira Arjuna akan menyuruhnya pergi begitu saja setelah menolongnya lolos dari kejaran pria tadi. Tetapi ternyata tidak, Arjuna masih menggengamnya erat. 
"Kita akan ke mana?" tanya Julia menatap lelaki asing yang masih memakai helm di depannya dengan penasaran.
"Ke tempatku yang jauh lebih aman,” jawab Arjuna pendek.
"Kamu siapa? Kenapa menolongku sampai sejauh ini?"
Arjuna melepas helmnya. Dan saat itu juga Julia mundur selangkah, matanya melebar sambil menutup mulutnya yang menganga. Tubuhnya terasa lumpuh. Ia masih trauma dengan Arjuna. 
"Pak Arjuna?"
"Dengar, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menolongmu. Jadi jangan berburuk sangka dulu padaku," Arjuna menangkup wajah Julia yang tampak semakin ketakutan.
Perempuan itu merespon dengan penolakan, ia mendorong tubuh Arjuna. Membuat jarak di antara mereka lagi. Hendak berlari menjauh. Tetapi Arjuna segera menarik tangannya lagi. 
"Saya tidak mau dibantu oleh anda."
Arjuna mengusap rambutnya. Pandangannya menyapu pada sekitar parkiran memastikan tidak ada yang mengikutinya. Kembali menatap Julia dengan gusar. "Lupakan kejadian terkutuk itu. Lupakan rasa bencimu padaku, tolong jangan bersikap seformal itu bila tidak sedang bekerja padaku. Paham!" kata Arjuna dengan kedua tangan yang mencengkram bahu Julia erat.
Julia mengangguk ketakutan. Ia merasa Arjuna tengah mengancamnya. "Kamu mau apa? Aku mau pergi dari sini. Jangan ganggu aku lagi, please!" Julia berkata dengan menahan ketakutannya. 
"Hei, kalian!"
Arjuna dan Julia menoleh. Lima lelaki berbadan besar dengan setelan formal berjalan mendekat. Bisa ditebak mereka adalah bodyguard lelaki gempal tadi.
"Perintahkan sesuatu padaku. Kamu mau aku menghajarnya, atau kita kabur sekarang?" tanya Arjuna tegas.
"Hei, awas kalian!" Kelima lelaki itu berjalan semakin mendekat.
Julia menatap kaku. Ketakutanya bertambah berkali-kali lipat.
"Cepat perintahkan aku untuk menghajarnya Julia. Lagipula aku sudah lama tidak sesemangat ini!" Arjuna tersenyum miring setelah memberikan penawaran pada Julia. 
Perempuan itu sama sekali belum menjawab. Arjuna menarik Julia untuk mundur ketika para bodyguard tadi datang. Arjuna mulai melemaskan tangannya, dan bersiap mengambil ancang-ancang. "Baiklah, aku sudah lama tidak bertarung …. "
"Kita … kabur …."
Arjuna menatap kepalan tangannya yang digenggam oleh Julia. Hangat. Perempuan itu menatapnya penuh permohonan juga ketakutan.
"Kita kabur saja."
Arjuna mengangguk dengan senyuman tipis, lalu memakaikan helmnya pada Julia.
"Pakai ini!"
Dan Arjuna melajukan motornya dengan kecepatan penuh meninggalkan tempat terkutuk itu.
Bersambung. 

Comentário do Livro (68)

  • avatar
    PaculbaJames

    maganda

    23/08

      0
  • avatar
    Cpg Inol

    bagus

    22/07

      0
  • avatar
    letelaymarlina

    maniso

    21/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes