logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Part 2

“Dia beneran enggak bawa apa-apa? Coba kamu cari barang berharga siapa tahu dia bawa,” ujar ayah Danu.
“Nanti saja lah, aku capek lagian dia juga enggak kemana-mana, aku enggak akan kasih izin dia pergi sejauh radius lima ratus meter dari rumah ini,” tutur Danu sambil menguap, pria yang berparas tampan itu memiringkan kepalanya ke kiri dan kanan seolah meregangkan lehernya yang sangat pegal.
Tidak sia-sia perjuangan Danu selama setahun mendekat Queenza, mengeluarkan uang untuknya demi bisa mendapatkan hatinya, kini Queenza bertekuk lutut kepadanya, hingga dia bisa membalaskan dendam orang tuanya. Masih teringat betapa kedua orang tuanya mengiba agar rumahnya tidak digusur dan diberi kompensasi yang sesuai, kepada para kontraktor namun apa yang didapat? Orang tuanya didorong oleh pria-pria berjas itu, bahkan sang ibu kala itu tengah mengandung anak ketiganya. Membuat Danu semakin marah mengingatnya, mereka harus tidur di emperan toko dengan memegang uang yang tidak seberapa.
***
Queenza merasa sangat pegal sekali berjongkok, hingga Tia yang semula mengambil minum itu menggeleng ke arahnya, dia sudah mendengar cerita orang tuanya tentang perusahaan keluarga Queenza yang membuat orang tuanya menderita, sehingga dia pun membencinya.
“Tuan Ratu, enggak bisa pakai dingklik ya? Kan ada di sana!” tunjuk Tia sambil mendengus. Queenza menoleh ke arah wanita yang bertubuh mungil itu, dia cukup terkejut dengan nada sinis yang diutarakan Tia, Tuan Ratu dia bilang? Bukankah gadis remaja itu sangat manja kepadanya sebelum Queenza dan Danu menikah, bahkan tak jarang Queenza membelikan barang-barang mahal dan bagus untuk Tia, tapi lihatlah kini?
“Kamu kenapa?” tanya Queenza, sungguh dia tidak bohong, foto-foto di galeri ponselnya yang jadi saksi betapa mereka pernah sangat dekat, Tia sering ikut ketika Danu mengajak Queenza jalan. Gadis mungil itu akan menempel pada Queenza sepanjang jalan, menganggapnya kakak sendiri karena dia berkata sangat ingin memiliki kakak perempuan.
“Biasa aja!” decih Tia, meletakkan gelas bekas pakainya di dekat teko air. Lalu meninggalkan Queenza yang masih berjongkok, betapa bodohnya Queenza karena tidak melihat dingklik, di rumah biasanya mbok memakainya ketika mencuci lap. Ah hal itu mengingatkan Queenza pada ucapan mbok malam ketika Queenza menata barang yang mau dia bawa.
“Jangan bawa semua perhiasan, Non, dan kalau bisa barang berharga sembunyikan di tempat aman, barangkali suatu saat Non butuh, non juga enggak perlu terlalu terbuka dengan simpanan itu ke suami, kita tidak tahu pikiran seseorang kan?” ujar sang mbok yang sudah bekerja di rumah Queenza bahkan jauh sebelum Raja lahir.
“Masa mbok curiga sama Mas Danu? Dia orangnya baik tau mbok,” sungut Queenza.
“Kita enggak tahu pikiran seseorang Non, percaya deh sama Mbok,” ucap Mbok seraya mengusap rambut lembut nan terawat milik majikannya itu.
“Iya iya,” tutur Queenza mengalah, meletakkan kembali sebagian perhiasan ke kotak perhiasan dan meminta Mbok menaruhnya di lemari seperti sebelumnya. Dia pun memasukkan celengan yang sudah terisi penuh itu ke dalam koper. Nasib, dia tidak diperkenankan membawa kartu apapun kecuali kartu identitas.
Mengingat itu membuat Queenza bergegas mencuci tangannya dan mengeringkan di kausnya. Dia masuk ke kamar Danu dan tak didapati suaminya di sana, sehingga dia langsung menutup pintu kamar itu dan membuka kopernya. Diambil celengan dan juga sebagian perhiasaannya, beberapa cincin dan satu kalung, memasukkan benda berharga itu ke dalam pouch make up yang make upnya dia keluarkan. menyisakan hanya dua cincin dan satu gelang emas yang memang dimilikinya di kotak perhiasan di koper.
Melihat sikap Danu dan Tia membuat dia berpikir ulang, apakah mereka sedang mengerjainya? Atau memang itu sikap mereka yang sebenarnya. Queenza sangat bingung meletakkan di mana? Sehingga dia melihat plafon yang terbuka, beruntung ada satu kursi tinggi, sepertinya cukup jika dia naik ke atas kursi itu. Dengan tergesa dia naik ke atas kursi dan meletakkan celengan besarnya, juga pouch berisi perhiasannya.
Celengannya memang tidak berat meski terisi penuh karena dia hanya meletakkan lembaran pecahan seratus ribuan di dalamnya. Namun dia tak bisa selamanya menyembunyikan di tempat itu karena khawatir terlihat. Nanti dia akan mencari tempat yang aman, untuk sementara akan dia taruh di sana.
Queenza kembali  meletakkan kursi di sudut kamar, lalu dia kembali ke dapur dan melanjutkan mencuci piring, meskipun jemarinya sudah membiru karena terlalu lama memegang air.
***
Queenza melihat ponsel keluaran terbaru yang dibeli seminggu sebelum mereka menikah, harganya mungkin sama dengan motor besar yang baru rilis. Perutnya sangat lapar namun dia tidak berani meminta izin kepada ibu mertuanya karena tadi saja dia sudah dihadiahi tatapan dingin. Sebuah pesan masuk ke ponselnya dari Amora, sahabat Queenza. Selain orang tuanya, Amora juga salah satu orang yang sangat tidak merestui hubungannya dengan Danu.
Amora berasalah dari kalangan konglomerat sama sepertinya, sejak kecil mereka sudah sekolah di sekolah yang sama, dia sangat cantik dan kini mewarisi perusahaan sang ayah di bidang meubel atau furniture yang sangat terkenal. Amora merupakan putri pertama dan satu-satunya, ketika kuliah mereka berpisah karena Amora memutuskan kuliah bisnis di luar negeri sedangkan Queenza memilih kuliah di Indonesia, hanya tiga kali dalam satu tahun mereka bertemu itu pun hanya saat liburan di luar negeri.
Queenza membuka pesan itu, dia tahu Amora sudah kembali ke Indonesia tapi wanita itu bahkan tidak menyempatkan diri datang ke acara pernikahan Queenza karena dia tidak mau melihat sahabatnya dipermalukan. Aneh memang?
“Aku ke rumah kamu, kata mama papa kamu enggak tinggal di rumah lagi, semua barang berharga kamu tinggal, debit, kredit. Aku mau kasih uang buat undangan kamu nih. Kamu pasti butuh. Cash aja ya, where are you now?” tulisnya.
“Di rumah mertua, it’s oke, aku belum perlu, aku kirim lokasi saja barang kali kamu nanti mau main, karena aku enggak diizinin ke luar rumah.”
“What the f**k Za! Kamu rela dipenjara? Ke luar sekarang, masih ada waktu untuk kamu membebaskan diri dari pria brengs*k itu!” tulis Amora dengan banyak icon marah berwarna merah.
“I love him Ra, please ... mengerti aku,” balas Queenza.
“Whatever!!”
“But ... kamu tahu kan ke mana kamu harus mengadu? Hapal nomor aku mulai sekarang! Wanita bodoh!” tulisan itu membuat Queenza tertawa, Amora tetaplah Amora wanita yang berapi-api namun sangat peduli terhadapnya, mungkin memang karena dia terlahir di rasi bintang Gemini. Sifatnya sangat sukar ditebak.
“Makan! Nanti kamu mati!” ujar Danu yang tiba-tiba masuk kamar. Queenza menghapus pesan dari Amora seperti kebiasaannya karena dia tidak suka ketika Danu mengecek ponselnya dan melihat dia masih berbalas pesan dengan Amora, Danu sangat membenci Amora karena Amora dinilai terlalu ikut campur hubungan Queenza dengan dirinya. Amora terang-terangan meminta mereka berpisah kala itu sehingga membuat Danu geram, hampir saja Queenza memutuskannya karena hasutan wanita itu!
Queenza keluar dari kamar, di ruang tamu sudah berjejer makanan dan ... sudah selesai di makan. Hanya ada sedikit lauk dan juga nasi. Piring kotor yang berserakan, dan ayah mertua yang mengangkat kaki ke atas seraya membersihkan gigi dengan tusuk gigi. Queenza paling tidak menyukai hal itu, namun tidak mungkin dia menegur ayah mertuanya di hari pertama tinggal di rumah itu kan.
Ibu Danu, terlihat duduk menghadap tempat nasi dan ada satu piring kosong di hadapannya. Queenza mencoba tersenyum namun wanita itu membuang wajahnya ke arah lain.
Ini pertama kalinya Queenza makan dengan duduk di lantai tanpa karpet atau apa pun juga. Reno, adik Danu tiba-tiba pergi setelah menghabiskan makannya.
Queenza ingin mengambil piring di hadapan sang ibu mertua namun ibu mertuanya menjauhkan piring itu dan menyerahkan piring yang sudah berisi makanan dan lauk, yang sepertinya bukan lauk yang baru diambil melainkan lauk sisa makan seseorang.
“Tia makan enggak habis, kamu habiskan. Sayang-sayang dari pada piring kotor kebanyakan! Habis itu cuci piring kotor, lauk taruh rak lagi, saya mau ke luar,” ujar ibu Danu. Danu tidak ada di sana, Queenza menoleh ke arah kamarnya yang tertutup pintunya, sepertinya Danu melanjutkan tidur.
“Nanti aku yang cuci piring, enggak apa-apa, Bu,” ucap Queenza merasa jijik makan makanan sisa seperti ini.
“Mubazir kamu tahu artinya? Tuan putri seperti kamu mungkin enggak tahu karena biasa membuang-buang makanan, tapi orang miskin seperti kami enggak terbiasa dengan hal seperti itu.”
“Lagian Ratu jijik makan bekas aku? Aku kan enggak penyakitan, ish!” cebik Tia yang langsung pergi dari sana dengan wajah terluka. Queenza tak bisa mencegah adik iparnya itu pergi, Tia membanting pintu hingga sepertinya dinding ikut terguncang.
“Bu ... kenapa kalian berubah?” ujar Queenza, menatap mata ibu mertuanya yang kemudian mendengus dan membuang pandangan ke arah lain.
“Kami memang seperti ini kok dari dulu, cepat makan dan bereskan sisanya!” ujar ibu Danu, mengambil piring lauk dan membawanya ke dapur, sehingga Queenza hanya bisa menatap ke arah piring dengan nasi dan lauk sisa Tia. Dia menoleh ke arah ayah Danu yang menyisikkan giginya hingga membuatnya benar-benar mual, ayah Danu pun bangkit dari tempat itu menuju kamarnya. Meninggalkan Queenza seorang diri.
Dia tidak biasa memakan makanan seperti ini, namun suara perutnya yang keruyukan memaksanya untuk menelan makanan itu. Memang lauknya tidak tercampur aduk namun ... tetap saja dia merasa jijik. Tanpa sadar air mata Queenza menetes, apa benar dia telah salah selama ini?
***

Comentário do Livro (64)

  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Menarik

    25/04

      0
  • avatar
    OlengPace

    good.👌

    01/10

      0
  • avatar
    SunarniEnar

    bagus ceritanya,

    28/09

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes