logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Secret Mother

Secret Mother

Dekha Wardana


Capítulo 1 Perempuan Asing di Pesta Ulang Tahun

Selamat ulang tahun …
Kami ucapkan ….
Selamat sejahtera ….
Kita kan doakan ….
Suara keramaian orang yang sedang menyanyikan lagu ulang tahun memenuhi rumah mewah dan megah milik keluarga kaya raya, Bram. 
Agha, bocah tampan yang sedang merayakan pesta pertambahan umur yang ke sembilan tahun, tersenyum semringah sambil bertepuk tangan di depan kue ulang tahunnya. Semua  teman sekolah Agha serta orang tua mereka ikut datang dan memeriahkan acara.
Suci, Ibu Agha, selalu setia mendampingi sang putra semata wayangnya selama perayaan berlangsung. 
Setelah lagu ulang tahun selesai dinyanyikan, Agha segera meniup lilin yang menancap di atas kue dengan penuh semangat.
"Yeaahh!" 
Letusan dari alat pencetus langsung berbunyi nyaring dan menyemburkan kertas warna-warni yang menghiasi langit ruangan.
Sontak bocah-bocah langsung berteriak-teriak heboh sambil loncat-loncat untuk mengambil kertas beraneka warna itu
"Ayo, Sayang, kita potong kuenya!"  ajak Suci antusias.
"Ayo, Bu!"
"Satu."
"Dua."
"Ti ... tiga!”
Suci membantu memegangi pisau saat Agha mulai memotong kue tiga tingkat yang dihiasi tokoh-tokoh super hero kegemarannya.
"Suapan pertama untuk Ibuku yang cantik!"
Suci terkekeh bahagia. "Terima kasih, ya, Sayang." Wanita cantik itu segera menerima suapan kue langsung dari sendok yang disodorkan Agha. 
Suci terharu sampai matanya berkaca-kaca sesudah menerima suapan pertama dari Agha untuk ke sembilan kali. Rasa bahagia memenuhi hati wanita cantik tersebut. Bahkan sejak tadi, dia tak henti-henti memanjatkan doa pada Allah atas kebahagiaan yang telah dia nikmati selama ini.
Tepuk tangan langsung memecah keheningan dan suasana yang mendadak penuh haru. Teman-teman Agha dan orang tua mereka tersenyum lebar menyaksikan keharmonisan ibu dan anak tersebut.
Suci sangat bahagia melihat senyum yang tercetak jelas di wajah sang anak. Akhirnya, Suci berhasil menyiapkan pesta ulang tahun yang begitu meriah untuk Agha. Sudah sembilan tahun  lamanya, Suci sudah berusaha keras untuk melakukan hal-hal yang terbaik demi mempersiapkan pesta penambahan usia Agha.
Semua tamu undangan, yang rata-rata merupakan teman-teman satu sekolah Agha, hadir. Karena itu, Agha makin antusias merayakan pesta satu kali seumur hidup itu bersama kawan-kawan sekelas.
"Terima kasih, ya, Bu! Karena sudah membuatkan pesta sesuai keinginan aku!"  Agha menciumi pipi kanan dan kiri Suci.
"Sama-sama, Sayang. Ibu akan selalu melakukan apa pun yang membuatmu bahagia." Suci tersenyum tulus.
"Ibu memang yang terbaik!" Agha mengacungkan kedua jempol dengan bangga.
"Maaf, Ayah terlambat, Sayang." Pria tampan mengenakan jas hitam datang menghampiri Suci dan Agha bersama seorang perempuan cantik.
Suci mengernyit sampai memandangi penampilan wanita asing itu dari atas hingga bawah. "Siapa wanita ini, Mas?"
"Perkenalkan … dia adalah Zulfa, guru les baru Agha. Silakan perkenalkan dirimu …." Bram meminta wanita tersebut maju ke depan lewat kedipan mata supaya memperkenalkan diri.
Zulfa menuruti ucapan Bram, dan mengulurkan tangan sambil tersenyum sopan. "Saya Zulfa, guru privat Agha."
"Oh …." Suci membalas uluran tangan tadi dengan ramah. "Perkenalkan aku Suci, ibu Agha."
Agha menghela napas berat. "Berarti Agha harus ganti guru lagi, dong?" 
Bram terkekeh geli sembari mengacak-acak kepala Agha dengan lembut. "Kamu jangan sedih begitu, dong, Sayang. Tante Zulfa jago dan asyik banget mengajarinya, Ayah pastikan kamu bakalan betah berlama-lama belajar."
"Benarkah?" Mata Agha berbinar-binar.
Zulfa mengangguk cepat. "Tentu saja!"
Suci diam-diam memperhatikan sorot mata Zulfa. Di balik manik hitam itu terperangkap sebuah kesedihan yang mendalam.
Ada apa dengan Zulfa? Sepertinya dia sedang sedih sekali, batin Suci penasaran. Suci langsung geleng-geleng. Ah, Sudahlah. Aku tidak boleh mengurusi urusan orang lain.
Sesi potong kue sudah selesai, sekarang giliran para tamu untuk menikmati semua hidangan yang sudah disediakan. Terdapat banyak meja-meja tempat makanan dan minuman di mana-mana supaya tamu lebih mudah mengambilnya.
***
Suci sedang sibuk melipat baju di kasur, sedangkan Bram fokus bekerja di mejanya. 
"Sayang, memangnya kamu bertemu Zulfa di mana?"
Bram langsung terbatuk-batuk akibat tersedak ludah sendiri. 
"Ya ampun, Mas! Yang benar, dong! Masa sampai batuk-batuk padahal nggak makan apa-apa." Suci segera memberikan air putih yang sudah ada di nakas pada Bram.
Bram menenggaknya hingga setengah.
"Padahal tadi aku cuma tanya soal kamu bertemu Zulfa di mana, kenapa kamu sampai batuk-batuk?”
Bram mendengus kesal. "Kamu bisa jangan ganggu aku kerja, gak?! Apa kamu nggak lihat? Aku sedang sibuk! Berhentilah mengoceh hal yang tak penting!"
"Kamu kenapa malah marah-marah, sih? Padahal aku cuma tanya, doang, loh, Mas. Aku cuma takut dia bukan guru les yang terpercaya. Kalau kamu langsung mengambilnya dari sekolah, aku percaya."
"Aku bertemu langsung dengan Zulfa karena dikenali oleh karyawanku sebagai guru les profesional. Puas?!" Bram melonjak berdiri, menutup laptop kasar, lalu bergegas pergi.
"Mas! Kamu mau ke mana?"
"Bukan urusanmu."
Suci hanya bisa menghela napas kasar ketika Bram mengabaikannya dan melenggang pergi. "Dia kenapa sering berubah-ubah, ya? Kadang baik, kadang jahat."
***
Esok harinya.
Ting! Tong! 
"Sayang, bisa tolong bukakan pintu untuk Ibu?" seru Suci dari dapur.
"Iya, Bu!" Agha meninggalkan mainannya di karpet dan bergegas membukakan pintu.
"Halo, Sayang."
"Tante Zulfa! Tante guru les baruku, kan?" Agha tersenyum manis.
"Anak pintar!" Zulfa terkekeh kecil sambil mencubit pipi bocah menggemaskan itu.
"Ayo masuk, Tante!" 
"Terima kasih!"
"Siapa yang datang, Sayang?" Akhirnya Suci datang menyusul Agha. "Zulfa?"
Zulfa tersenyum sopan. "Selamat sore, Bu. Maaf kalau kedatangan saya mengganggu. Saya datang ke sini ingin mengajari Agha."
Suci tersenyum ramah. "Silakan masuk, Fa."
"Aku langsung ajak Tante Zulfa ke dalam saja, ya, Bu?" pinta Agha.
"Baiklah, Sayang. Apa pun yang membuatmu bahagia." Suci terkekeh kecil seraya menyolek pipi Agha gemas. Makin hari, dia sepertinya sering mencubit pipi anaknya hingga terkadang Agha mengeluh sakit.
Zulfa tertegun menyaksikan kedekatan Agha dan Suci. Ada perasaan sedih dan menyesal yang bergejolak di dada.
"Terima kasih, Bu!" Agha tersenyum lebar. "Ayo, Tante!"
Zulfa tetap mematung.
Agha dan Suci mengernyit. 
"Tante?" Agha menggoyang tangan Zulfa lembut. "Tante baik-baik saja?"
Zulfa tersentak kaget. "Ya? Kamu bilang apa tadi, Sayang? Ma-maaf… Tante tadi melamun," dia tampak malu.
"Nggak apa-apa, kok. Ayo, kita belajar, Tante!" Agha menarik-narik tangan Zulfa tak sabar memasuki rumah itu.
"Apa saya tidak apa-apa masuk hingga ke dalam ruang televisi?" tanya Zulfa tak enak. Dia sangat sungkan menyelonong ke rumah orang sembarangan, sekalipun ditarik-tarik secara paksa oleh anak pemilik rumah.
Suci menjawab, "Akhirnya, kami menemukan guru sebaik kamu, Zulfa. Bahkan Agha langsung cocok dengan guru barunya. Padahal belum saling kenal, loh, tapi Agha sudah seperti dekat banget sama kamu. Seperti tante dan keponakan. Masalahnya semua guru Agha tidak betah karena Agha terlalu milih-milih."
Zulfa tersenyum kecil. “Begitu, ya ... “ Ada rasa bahagia yang terselip di hati.
Suci geleng-geleng tak habis pikir sambil menahan tawa.. Kadang sikap konyol Agha selalu kembali terlintas di benaknya. Bagaimana anaknya sering membuat guru-guru lama kelabakan menghadapi sikapnya yang kadang berubah-ubah.
Kamu benar-benar anak Mama dan papa yang paling luar biasa.
***
Suci duduk di sofa sambil senyum-senyum bahagia ketika memperhatikan Agha yang tampak sangat antusias dan bersemangat saat menjawab setiap pertanyaan Zulfa.
Suci sangat bersyukur karena dipertemukan dengan guru secerdas dan sebaik Zulfa. Wanita itu bukan hanya mampu mengajari Agha, tetapi sanggup juga mengambil hati dan membangkitkan semangat belajar anaknya.
Agha termasuk anak pintar di kelas dan selalu juara. Namun, Bram selalu ingin Agha lebih berkembang lagi.
Zulfa mengajari Agha di meja ruang televisi.
"9×9, ayo berapa?"
"81!" 
"Anak pintar!" Zulfa tersenyum bangga sembari mengacak-acak lembut kepala bocah tampan itu.
Semoga kamu selalu menjadi anak yang selalu membanggakan Ibu dan ayahmu, ya, Sayang, batin Zulfa penuh harap.
***
Tbc

Comentário do Livro (73)

  • avatar
    YusufMohammad

    bagus pake banget

    6d

      0
  • avatar
    LitaDuma

    aku pengen punya diamond

    28d

      0
  • avatar
    SaprudinUdin

    seru

    14/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes