logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 2. Penasaran

Mertuaku Sandah
#Horor_Kalimantan
"Ish, kamu nih, Yang. Ngaku aja deh."
Bang Bayu pun duduk dari pembaringanya. Dikuceknya mata beberapa kali.
"Siapa yang makan?"
"Aduh, Yang, tadikan aku terbangun, kulihat kamu gak ada di kamar, Yang. Terus, aku ke kamar lbu karena mendengar suara gaduh, tapi lbu gak ada di kamar. Jadi, ku kira kamu membawa lbu berobat. Setelah itu, aku memasak mie instan karena laper. Tapi, saat aku makan, ada yang memanggil namaku dan ku ikuti arah suara itu yang berasal dari kamar lbu. Sekembali dari kamar lbu, mie itu sudah ludes." panjang lebar ku jelaskan pada Bang Bayu.
"Hmmm,,, sudahlah, Yang, ayo tidur lagi. Jangan di pikirkan."
Bang Bayu mengajakku tidur kembali, dan aku hanya mengikuti kemauannya. Dia memelukku dan kami pun tertidur lelap.
****
Pagi yang cerah dan sejuk. Aku baru saja selesai mandi dan segera berberes rumah.
Kucuci semua peralatan makan yang kotor, namun ada yang aneh di beberpa piring dan mangkuk mie instan bekas aku makan malam tadi.
Terlihat berlendir du beberpa piring dan mangkuk itu. Tapi, aku tak peduli. Segeraku selesaikan mencuci piring, kemudian memasak nasi.
Aku memasak nasi di sebuah megic com, karena aku pikir itu sudah cukup untuk kami.
Ku lihat Santi dan Nanda baru pulang dari pasar. Mereka membeli beberapa bahan makanan yang sudah habis.
"Kak, kita masak tumis kangkung aja ya. Ini ada ikan peda dan ayam." ucap Santi.
Si bungsu Nanda, langsung menakar beberapa canting beras untuk di masak.
"Eh, Nanda, aku sudah memasak nasi kok."
"Itu buat kita, Kak, buat lbu beda." ucap Nanda.
"Kok beda?" tanyaku penasaran.
"Ibu gak akan cukup Kak kalau makannya cuma segitu."
"Lalu, berapa banyak?" tanyaku makin penasaran.
Santi mengambil dandang besar untuk memasak.
"Segini pun kada kurang, Kak." kata santi lagi.
Aku hanya melongo terkejut. Memasak sebanyak itukan seperti mengadakan acara syukuran. Masa lbu memakannya sendiri.
Karena penasaran, aku mencoba bertanya pada kedua Adik lparku ini.
"San, boleh nanya, gak?"
"Pasti deh Kakak penasaran, kenapa lbu bisa seperti itu dan makannya banyak sekali, tapi bandanya tetap kurus. Ya, kan, Kak?"
Aku menjadi risih sendiri. Kami ngobrol sambil tangan kami mengerjakan pekerjaan yang ada di dapur.
"Iya, heran aja aku, San. Gak pernah melihat sebelumnya." kilahku.
"Sama, Kak, kami juga bingung. Merasa ngeri aja deh melihat wajah lbu." Nanda menyahut dengan wajah sedih.
"Gak coba tanya pada ustadz di kampung ini?" tanyaku lagi.
"Kami malu, Kak!"
"Atau tanya sama yang tertua di kampung ini." usulku.
"Ada sih, Mak ljah. Tapi dia sedang ke kota, sudah beberapa hari ini." Santi menyahut.
"Sudah berapa lama sih, lbu seperti itu?"
"Dua minggu, Kak." jawab Nanda.
"Selama dua minggu, kalian tidak bertanya atau gimana dengan keadaan lbu?"
"Kami juga shock, Kak, melihat keadaan lbu jadi gini. Kami jadi malu." Santi tertunduk sedih.
"Ya, sudah, nanti Kakak bantu untuk menemui tetua dan yang mengerti dengan masalah ini."
"Terima kasih, Kak." mereka memelukku.
Santi, 17 tahun sudah lulus sekolah tapi belum mendapatkan kerja. Sedangkan Nanda, 14 tahun, dia berhenti sekolah setelah Ayah Mertua meninggal setahun yang lalu. Dia tak ingin melanjutkan sekolah, karena tidak ingin membebani Bang Bayu.
"Santiiii..." suara serak lbu memanggil.
"Ibu lapaaarr..."
Santi bergegas ke kamar lbu dengan membawa beberapa roti kasur dan seteko teh hangat. Karena nasi yang di masak masih belum matang.
"Nan, micin mana? Habis ya?" tanyaku.
"Ya, ampun, Kak, kami lupa membelinya."
"Ya, sudah, biar aku yang ke warung, sekalian berkenalan dengan warga sini." ucapku.
"Iya, Kak."
"Kamu lanjutin masaknya, ya?"
"Beres." Nanda mengacungkan jari jempolnya.
****
Warung yang berjarak sekitar lima buah rumah dari rumah Mertua, membuatku bisa berinteraksi kepada tetangga.
Memang, rumah Mertua memiliki halaman yang luas, jadi terlihat seperti rumah yang menyendiri. Sedangkan rumah-rumah warga lainnya, saling berdempetan.
Sesampai di warung, ibu-ibu yang ada di situ memandangku dengan heran.
"Warga baru, ya?" tanya salah seorang ibu yang ada di warung.
"Saya istri Bang Bayu, Mantunya mak Saroh."
"Ooo,, tadi malam mak Eroh duduk di depan rumahku, lo. Sekitar jam satu malam." kata salah seorang ibu-ibu itu.
Ku kernyitkan keningku.
"Mertuamu gak apa-apa, Nak? Lama lo tak terlihat." tanya ibu pemilik warung.
"Iya." ibu-ibu yang lainnya pun menimpali.
"Kata Santi dan Nanda, mak Eroh ikut Bayu ke kota. Makanya kami gak tahu kabarnya sekarang."
"Iya, mangkanya aku terkejut saat melihat mak Eroh duduk di teras rumah."
Para ibu-ibu itu saling bersahutan, membuatku semakin bingung dan penasaran. Kenapa Santi dan Nanda menyembunyikan keadaan lbu.
"Kapan kamu datang, Nak?" tanya salah satu dari mereka.
"Tadi malam, Bu, selepas magrib." jawabku.
"Tentunya Mertuamu ikut juga dong."
"Eh, iya." aku hanya cengengesan dan menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Nanti kami ke rumahmu, sudah lama sih gak bertemu mak Eroh, sekalian nagih utang." salah satu lbu yan berpenampilan wah ikut menimpali.
Aku pun makin kelimpungan di buat mereka. Dan segera pulang setelah mendapatkan barang yang kucari.
Di rumah, aku pun menanyakan perihal, kenapa lbu yang sedang sakit harus di sembunyikan keberadaannya.
"San, aku mau tanya. Kenapa kamu bilang lbu ikut kami di kota?"
Bang Bayu yang kebetulan ada di meja maka sedang sarapan, ikut terkejut mendengarnya.
"Anu, Kak..."
"Eit, tunggu, ada apa ini?" Bang Bayu segera memotong pembicaraan.
Aku pun menjelaskan apa yang terjadi saat aku ke warung. Bang Bayu hanya manggut-manggut mendengar penjelasanku.
"Siapa yang bisa menjelaskannya?" Bang Bayu menatap adik-adiknya.
"Anu, Bang..." Santi terdiam sesaat.
"Kami sangat malu dengan kondisi lbu yang saat ini." Santi tertunduk dalam, begitu pun Nanda.
"Kalau kalian sembunyikan ini, kita tidak tahu apa yang menimpa lbu!" terlihat ke kesalan di wajah Bang Bayu.
"Kalau warga di sini tahu, mereka bisa membantu kita apa yang sebenarnya terjadi pada Ibu."
"Maaf, Bang, kami salah." mereka semakin menunduk dan menyesal dengan perbuatan mereka.
.
.
.
.
.
Next..???
Sandah. Makhluk ini sejenis miss kunti. Namun memiliki wajah yang lebar, selebar penampih beras. Sebelum meninggal pun dia sudah seperti ini, dan sesudah meninggalnya, dia akan tetap ada selama 41hari. Cerita ini fiksi, namun terinspirasi dari cerita nyata yang ada di daerahku kalteng.
Sampit, 20 Agustus 2022
By.Khanza Az-Zahra
.
.
.

Comentário do Livro (370)

  • avatar
    baihaqyBrian

    sangat bagus

    8d

      0
  • avatar
    Ezrah Mgzk

    good

    11d

      0
  • avatar
    dahjubai

    500 poi

    14d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes