logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 14 Hadiah

Hari terakhir di Nusantara Coffee
Daniella tersenyum, membawa dua tote bag besar berisikan kado – kado kecil yang akan ia berikan pada para rekan kerjanya setelah pesta perpisahan nanti. Ia mengunci pintu, sebelum keluar rumah. Terdengar suara klakson kencang yang mengagetkan. Matt tertawa, ia yakin sekali jika tadi Danny baru saja mengumpat. Ia belum berniat membuka kaca jendela.
"You're fuckin annoying, damn!" Kata Danny mengeluarkan tatapan laser. Membuat Matt bergidik ngeri.
Ia menyelaraskan laju mobil seiring Langkah Danny. Perempuan itu merasa insecure dan berniat mempercepat langkahnya begitu tahu ia sedang diikuti.
"Good Mornin, baby," sapa Matt kemudian.
"Shit!" umpat Danny lagi. Matt tertawa.
"Wow, mornin curse to start your beautiful day." Matt membuka bagasi mobil, mempersilahkan Daniella meletakkan barang – barangnya sebelum masuk.
Pada lima menit pertama, Daniella masih tak berbicara. Kepalang kesal karena di kerjai oleh Matthew.
"Ya ampun, lucu banget sih kalo ngambek. Ulululu, bibirnya." Matt menyentuh bibir Danny menggunakan punggung jari.
"NYEBELIN!!!!!!!" kata Danny memalingkan wajahnya ke samping.
"Maaf, maaf. Nggak boleh marah – marah lho. Nanti cantiknya ilang," rayu Matthew lagi.
Sepuluh menit, Danny masih tak kunjung bicara. Sekarang Matt merasa sangat bodoh. Baru ingin meminta maaf lagi, Danny memutar tubuhnya secara mendadak.
"Aus," ucapnya dengan bibir mengerucut.
Matthew mengulurkan tumbler maroon kepunyaannya pada Danny. Kebetulan ia selalu membawa air putih kemanapun ia pergi.
Danny tak mengembalikan botol itu pada Matt, malah memeluk benda itu ke dadanya.
"Gimana perasaan kamu? Hari terakhir lho di kafe." Matt memutar setirnya.
"Kudu banget di tanya mas? Ya sedih lah, belum tentu nanti aku bisa dapet temen asik kayak Luke, Chris di tempat baru. Dunia perkantoran kan lebih ketat. Nggak bisa pake sepatu kets, high heels tiap hari. Pegel pasti deh. Nggak ada manager sebaik Kak Minara. Trus ...." Danny menatap Matthew yang masih focus menyetir.
"Hmm?" Matt memarkirkan mobilnya tepat di depan kafe, ia segera melepaskan sitbelt.
"Ya tapi mudah – mudahan bisa ketemu owner ganteng macem di Nusantara Coffee. Lumayan kan cuci mata tiap kali capek." Danny tertawa, melihat pipi Matthew bersemu merah. Jelas – jelas owner perusahaan tempatnya bekerja nanti adalah perempuan.
Matt membantu Danny membawa barang – barangnya.
"Tadi itu kamu ngegombal?" tanya Matt menunggu Danny membuka rolling door.
"Menurut mas?" sahut Danny membukakan pintu dan membiarkan Matt masuk terlebih dahulu.
Danny memutar slot kunci loker sembari menyanyikan lagu Bahasa Kalbu milik Titi DJ, salah satu diva kesukaan ayahnya. Ia terdiam, menemukan kotak silver berukuran kurang lebih 8 x 8 cm lengkap dengan pita biru menggemaskan sebagai hiasan. Ia meletakkan tote bag yang sedari tadi ia pegang. Meraih box itu dan membukanya, di sana ia menemukan gelang cantik dan sebuah kartu ucapan.
"Al, makasi banyak ya udah jadi bagian terindah dari keluarga Nusantara Coffee. Semoga sukses di tempat baru plus mau jadi pacarku."
Mas ganteng aka Matthew.
Sekarang perasaannya campur aduk, antara senang, sedih dan terharu setelah membaca pesan di tangannya. Ia mendongakkan wajah hingga menatap langit – langit, mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. Tapi, gagal.
"Loh, malah nangis?" Matthew muncul dari balik sisi loker yang berdekatan dengan ruang inventory.
"Bodo! Siapa sih nih yang nulis, Cheesy banget. Geli," keluh Danny mengusap ujung matanya yang basah.
"Ngomel mulu, sini. Mas pasangin." Matthew mengambil gelang dari dalam kotak dan meraih pergelangan tangan kiri Danny.
Danny mengusap benda cantik di tangannya dengan sukacita.
"Aku nunggu lho ini," kata Matt melipat kedua tangan di depan dada.
"Nunggu apa?" Danny mengerucutkan bibir.
"Nunggu di peluk sambal di ucapin makasi. Come." Matt membuka kedua tangannya lebar – lebar.
Danny terlebih dulu memastikan jika hidungnya kering, jangan sampai nanti ingusnya mengotori kemeja pink Matthew. Sesaat kemudian, ia dapat merasakan hangatnya dekapan Matthew di sekeliling tubuh.
"Makasi mas ganteng," ucap Danny pelan, Matthew dapat merasakan nafas hangat Daniella pada lehernya.
Sementara Danny menikmati aroma parfum yang melekat di tubuh Matthew dan menyadari sesuatu.
"Ini parfum buatanku bukan?" Danny menarik wajahnya agar dapat menatap Matthew.
"Kok tahu?" tanya Matthew mengusap pipi gembil Daniella.
"Masak perfume chemist nggak tau parfum buatannya sendiri, ya aneh. Wanginya cocok banget buat mas ternyata." Danny melingkarkan kedua tangan di pinggang Matt, membuat tubuh mereka lebih rapat lagi.
"You know me the best. That's why you can made this amazing perfume for me. Right?" Matthew mengusap punggung Danny pelan.
"Gimana?" tanya Matthew kemudian.
"Gimana apanya? Aku suka gelangnya, makasi. Udah, ada lagi?" tanya Danny.
"Belum mau jadi pacar aku?" bisik Matthew, membuat Danny segera menjauhkan tubuhnya lalu mengusir Matthew pergi.
Matthew tertawa, ia tak berhenti mengaduh saat Daniella terus menerus menghujaninya dengan pukulan demi pukulan. Geramannya sungguh menggemaskan, hanya saja tak mungkin Matt memujinya di saat seperti ini. Untung saja Daniella tidak melemparkan ember, sapu atau kemoceng. Syukur – syukur bukan bangku kafe yang melayang saat ia kesal seperti ini. Minara kebingungan saat Danny mengacungkan kepalan tangan saat Matt berlari ke ruang kerja di lantai dua.
"Pagi manager," sapa Danny berusaha tersenyum manis.
"Pagi – pagi uda berantem." Minara menggeleng – gelengkan kepalanya.

Comentário do Livro (2781)

  • avatar
    Rg Magalong

    Sana Mas madali

    11d

      0
  • avatar
    yantiely

    😭😫

    22/07

      0
  • avatar
    PratamaZhafran

    aku sama sekali tidak bosan membaca ini dengan ska

    12/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes