logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 Lancang

“Maaf mbak,” ucap laki-laki yang menabrak Una dan ingin membantu Una untuk berdiri, dengan spontan Una langsung menghindar karena tidak ingin sentuhan dengan yang bukan mahramnya.
“Gapapa saya bisa sendiri,” ucap Una langsung pergi dari tempat itu karena tidak enak di lihat oleh Samir, sementara itu Samir menahan diri untuk tidak keluar menolong Una karena dia tidak ingin mahasiswa nya tau Una adalah istrinya, padahal jika Samir menolong mahasiswanya tidak akan berpikir sejauh itu.
“Aduh, kok bisa ya sampe luka seperti ini padahal jatuh sedikit saja, tanganku sudah luka.” ucap Una sambil meniup tangannya yang luka. Kebetulan sudah Adzan Zhuhur Una langsung bergegas ke musholla terdekat, saat bersamaan ada Samir juga menuju menuju musholla tersebut, tanpa Una sadar ada kehadiran Samir, dia melihat tangan Una yang terluka.
“Lukanya sampai separah itu, padahal hanya tertabrak orang,” batin Samir.
Selesai Wudhu Una langsung mengambil shaf untuk sholat saat mendengar suara imam, Una langsung tersenyum karena sangat hapal sekali dengan suara imam ini, ya Samir yang menjadi imamnya. Sampai selesai sholat, Una benar-benar sangat senang sholat di imami oleh Samir, karena ini pertama kali nya Una merasakan di imami sholat oleh suaminya, selesai Sholat Una tidak langsung keluar dari musholla, dia masih menetap di dalam musholla istirahat sambil membaca Al quran.
Setelah setengah jam Una selesai mengaji dan langsung keluar dari musholla, dia memandangi ponselnya melihat kontak Samir, Una ragu untuk mengechat Samir karena takut menganggu suaminya, padahal Una ingin menanyakan Samir selesai mengajar jam berapa, atau Samir mau tidak pulang bersama Una, tapi tak satu kata pun yang Una kirim ke Samir karena rasa tidak enaknya.
"Loh Unaza?" ucap suara perempuan yang menyapa Una.
"Eh kak," sapa Una yang ternyata bertemu teman Samir sesama Dosen yang di undang ke acara pernikahan mereka.
"Lagi ngunjungi Samir ya?kebetulan kita hari ini ada makan berasama, ayo makan bareng kita juga," ajak Hana, teman Samir sesama Dosen muda.
"Ngga usah kak saya mau ke," belum selesai Una menjelaskan, Una langsung di tarik oleh Hana masuk ke mobilnya untuk ikut makan bersama dengan teman-teman Samir.
Una mencoba menghubungi Samir untuk meminta izin, agar Samir tidak terkejut dengan kehadiran Una nanti, tapi Samir tidak terdengar ponselnya berdering kerena sedang diskusi dengan teman-temannya.
"Alah ngga usah di telepon terus Samir nya, gak akan denger," ucap Hana.
"Ngga enak kak langsung datang tanpa izin,"
"Manis banget sih pengantin baru ini, gapapa Una ini namanya surprise, Samir pasti suka kok istri datang,"
"Rame ngga kak?"
"Kita kalau ngumpul cuma berempat kok, santai lah Una kenapa gelisah gitu,"
'Apa mas Samir akan senang melihatku kesana?aku tidak yakin,'
Saat sampai Una sangat ragu untuk ikut.
"Ayo turun," ajak Hana lalu menarik Una masuk ke restoran tersebut.
"Traa Samir liat deh aku bawa siapa," ucap Hana yang menghentikan senyuman Samir saat melihat ada Una di belakangnya.
"Eh adik ipar sini sini duduk yok, kapan lagi kan bisa ngobrol dan makan bersama Una, kemarin kan cuma kenalan sebentar saat acara nikahan ya," sahut teman yang lain mempersilahkan Una duduk di sebelah Samir, terlihat wajah Samir yang tidak pandai menyembunyikan rasa tidak suka nya akan kehadiran Una.
"Kok bisa sama kamu Na," tanya teman yang lain kepada Hana.
"Iya tadi di kampus, ngga sengaja liat Unaza pasti mau mengunjingi Samir kan? jadi langsung aja deh aku bawa ke sini," jawab Hana.
Mereka makan dan mengobrol bersama sampai akhirnya memutuskan untuk pulang.
"Samir, lain kali ajak lagi ya Una ngumpul bareng kita-kita lucu loh dia anaknya polos banget, perlu banyak bimbimgan nih dari senior biar lebih jago ngurus suami," goda Hana.
"Duluan ya," pamit Samir masuk ke dalam mobil bersama Una.
Di dalam mobil, Samir hanya diam seribu bahasa. Melihat itu Una jadi teringat pembicaraanya dengan Ummi Samir.
Flashback saat masih Taaruf.
"Ummi, Una mau nanya dong kalau mas Samir marah seperti apa?" tanya Una yang penasaran kepada calon suaminya.
"Samir kalau sangat marah sekali, dia akan diam tanpa bicara, kalau dia masih mengutarakan rasa marahnya itu berarti marahnya masih kecil, tapi kalau Samir sudah diam saja bahkan tidak membahas hal tersebut, itu tandanya Samir sudah sangat marah,"
"Berarti kalau mas Samir marah banget dia diam aja ya?"
"Setau ummi, Samir dari dulu seperti itu kalau marah, jadi kalau nanti melihat Samir seperti itu, kamu coba ajak bicara ya nak,"
"Baik Ummi,"
Flashback end.
'Mas Samir dari tadi hanya diam saja, seperti tanda yang Ummi bilang. Aku harus bicara apa agar tau mas Samir marah atau tidak.'
"Kak Hana orangnya asik banget ya periang gitu, jadi rame suasana kalau ada kak Hana," ucap Una ingin memecah suasana, namun ucapan Una ini tidak di tanggapi oleh Samir, dia hanya fokus melihat ke arah jalan.
'Fix marah banget ya mas Samir, dia benar-benar tidak menangapi ucapanku, aku harus bagaimana atau meminta maaf saja?tapi kan duduk makan bersama di sana menurutku bukan suatu kesalahan'
"Makanan di sana enak banget ya, rasanya pas banget, nanti kita coba makan di sana lagi ya?" ucap Una.
"Tidak ada nanti," jawab Samir tiba-tiba menanggapi ucapan Una.
'Akhirnya di jawab, berarti mas Samir ngga marah kan,'
"Oh iya," jawab Una tidak enak.
Saat di rumah, Samir melihat baju kotornya sudah di cuci dan di jemur oleh Una tanpa seizinnya, dia juga melihat Una sedang membereskan jemuran.
"Sejak kapan kamu jadi seenaknya seperti ini?melakukan hal yang menganggu privasi saya?" ucap Samir menarik bajunya yang di pegang oleh Una.
"Saya pikir kamu cerdas dalam kesepakatan kita, tapi kamu seolah tidak ada batasan datang ikut makan bersama tanpa meminta izin kepada saya, masuk ke kamar saya membersihkan kamar, dan mencuci pakaian saya, di mana letak sopan santunmu? apa karena menjadi istri seolah tidak ada etika?" ucap Samir.
"Hm tapi,"
"Saya berusaha sebisa mungkin untuk menghindari situasi dimana kita harus terlihat sebagai suami istri, karena saya tidak menyukai itu," ucap Samir.
"Maaf saya sudah sangat lancang menganggu privasi pak Samir, boleh kirim catatan apa saja yang boleh dan tidak boleh saya lakukan, saya takut melakukan kesalahan lagi, karena itu lebih baik hal-hal tersebut di tulis dengan jelas," ucap Una terdengar sangat formal, dia langsung masuk ke kamar.
'Ibu, apa menjadi istri mencuci baju dan merapikan kamar suami itu termasuk tindakan yang lancang? ibu selalu mengajariku cara berbakti dengan suami seperti itu, tapi suamiku marah saat tau aku mencuci bajunya, ikut makan bersama dengan tem teman-temannya, ibu aku rindu ibu.'
Samir masuk ke kamarnya, dia baru saja membuka ponselnya dan melihat notif yang begitu banyak dari Una, tadi pas di kampus dia memang ada melihat notif beberapa pesan dari Una tapi sengaja tidak membacanya karena dia pikir Una bertanya lokasi kampus, makanya saat itu Samir langsung menelepon saja, padahal isi pesan tersebut bukan menanyakan lokasi, ada 12 panggilan tak terjawab dan beberapa pesan dari Una, Samir membacanya satu persatu.
Mas, Una izin masuk kamarnya ya tadi una lihat ada kecoa masuk.
Mas, Una lihat baju kotornya sedikit Una cuci sekalian ya kebetulan Una hari ini nyuci, sama Una rapikan kamar karena takut nanti kecoanya datang karena kotor.
Mas, Una berangkat ke kampus alhamdulillah drivernya perempuan.
Mas, angkat teleponnya dong Una ngga sengaja ketemu kak Hana di kampus tiba-tiba sekarang di ajak makan bersama, gimana dong mas? angkat teleponnya, kalau mas tidak boleh Una kesana, Una tidak akan kesana makanya jawab pesan ini mas.
"Ternyata Una sudah meminta izin," gumam Samir agak merasa bersalah kepada Una.

Comentário do Livro (963)

  • avatar
    Khaina8nZul

    bagus

    1d

      0
  • avatar
    Naysila

    bagus banget

    8d

      0
  • avatar
    Ahli Wah Yudi

    sangat suka

    11d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes