logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Tetragon

Tetragon

Brother Maximos


Ben Andrew’s Origin Chapter 1: Ben Andrews

Di sebuah semesta yang jauh dari jangkauan kita, peradaban umat manusia berkembang dengan amat sangat pesat. Mereka tinggal di bumi yang berusia seratus tahun lebih tua dari bumi kita, namun karena peradaban yang lebih maju, keadaan iklim dan cuacanya masih jauh lebih sehat. Akan tetapi, tidak demikian dengan keadaan sosialnya. Sejak Spiritualisme mengambil peran penting dalam berbagai ranah kehidupan, umat manusia mulai terpecah menjadi berbagai kelompok kepercayaan yang memiliki sudut pandang yang saling bertolak belakang. Kelompok-kelompok ini dapat ditemukan di berbagai bidang, khususnya militer dan politik.
Inilah kisah yang melatarbelakangi hidup Ben Andrews dan Kim Sun Hee, dua orang pemuda-pemudi yang hidup di Nusantara, namun berasal dari aliran kepercayaan dan militer yang saling bermusuhan.
————————————————————-
(Ben Andrews)
Kling! Sebilah pedang besi merah dan panjang menghantam lengan humanoid itu. Senyuman jahat yang tersungging di bawah kedua pupil mata yang bersinar merah redup, menunjukkan gigi-geligi taring yang runcing seperti gergaji pohon. Lidah yang berujung lancip dan tajam menjulur keluar dari sela-sela bibir, sembari meneteskan air liur pada sol sepatuku.
Perutku menggeliat jijik, mual. Namun ada satu hal yang tidak kusadari, ini hanyalah tipu dayanya agar ia bisa mencakar wajahku dengan jemari yang berkuku panjang, hitam dan sangat runcing.
Argh!
Aku mengelak secepat kilat lalu menebas perutnya. Seketika ia menghindari serangan itu sehingga tembok di belakangnya hancur berkeping-keping akibat badai panas yang keluar dari bilah pedangku.
“Tidak buruk, anak muda!” ucap humanoid itu. “Tetapi, kamu masih tidak bisa menghindari ini!”
Sialan! Ia menahan bilah pedangku. Manikku terbuka lebar, menatap tajam wajah yang menyeringai jahat kepadaku. Semakin aku menatap tajam, semakin keras ia berupaya untuk memuntir lempengan bajanya. Waduh, celaka!
“Hahaha! Semuanya sudah berakhir!” tawa jahat monster itu.
“Grrr …,” geramku. “jurus Capuera Smash!”
“Hah?” ketusnya singkat.
Aku langsung melompat setinggi-tingginya untuk menerjang wajah monster itu hingga lehernya berputar seratus delapan puluh derajat. Seperti pohon yang diserbu berlaksa-laksa listrik dari langit yang gelap, ia pun jatuh dan tersungkur di hadapanku.
Kedua kakiku mendarat kembali dengan selamat. Di jenak aku mengibas-ngibas debu pada kaki dan tangan, rupa dari pedang yang aku gunakan, baju zirah merah yang aku pakai, serta monster yang berwajah buruk rupa mulai lenyap dari pandangan mata. Tinggallah aku seorang diri yang berada di dalam tabung kaca bundar yang dicagari dengan perangkat-perangkat elektronik bergaris hijau neon.
“Luar biasa, Tuan muda,” ucap Joel, sekretaris utama dari Mr. Howard Tng yang adalah Chief Executive Officer (CEO) dari perusahaan ini. “Performamu meningkat sebanyak sepuluh persen. Kamu pasti sedang berbahagia, bukan?”
“Mana ada bahagia, hahaha. Latihan ini benar-benar meresahkan! Mengapa tim Virtual Reality harus merancang seekor monster dengan air liur yang menetes dari lidah? Itu sangat menjijikkan!” ucapku sambil merapikan jaket dan kacamata berlensa separuh, agar berpenampilan layak seperti beliau.
“Oh, Tuan muda. Itu adalah suatu pencapaian luar biasa dari mereka. Sekarang sudah tahun 2119 dan kita harus bisa menyaingi para kompetitor yang lihai dalam membuat virtual monsters serealistis mungkin bagi perwira-perwira kita untuk bertarung di lapangan,” jawab Joel seraya mengangkat tangannya ke atas, seperti Figarro yang sedang berorasi di depan khalayak ramai.
“Kompetitor …,” Aku menggumam singkat, mengingat-ingat hal yang sering dibicarakan oleh banyak orang di sini. “Omong-omong soal kompetitor, apakah Megacorps, perusahaan kompetitor utama kita, berulah lagi?”
“Tentu, Tuan muda. Mereka selalu dan selalu berulah,” ketus pria yang berambut pirang dan ikal itu. Manik mata yang biru mengernyit tipis, sewaktu ia menjelaskan tentang para pasukan dari Megacorps, agensi militer yang selalu membuat kami naik pitam.
“Baru-baru ini mereka menemukan markas monster di sebuah rumah gubuk dekat kompleks perumahan Bahtera. Di waktu yang sama, pasukan kami juga menemukan tempat itu, bahkan sempat mengejar para monster yang kabur dari sana. Akan tetapi, Megacorps sudah lebih dahulu melaporkan hal ini ke tim akreditasi, sehingga mereka naik poin untuk mendapatkan Lvl. X — Levelisasi militer tertinggi di Nusantara. Jangan sampai mereka mencapai level itu, sebab ideologinya mereka pasti mendominasi segala relung militer, politik dan spiritual di Nusantara. Persis seperti di masa revolusinya Wen Ka Er.”
“Wen Ka Er? Tokoh revolusi terkenal yang diboncengi Megacorps?” tanyaku memastikan.
“Betul sekali, mereka ingin mengembalikan masa kekelaman kita melalui ideologi militer, politik dan spiritualitasnya Ka Er. Sama seperti Ka Er, Ps. Hong — Pastor utama dari Kuil Revolusi Evangelum Nusantara — juga mengucapkan bahwa Ideologi kita yang terlalu bebas dan kapitalis harus dibabat habis dari Nusantara, sebab ideologi tersebut berseberangan dengan isi dari ketujuh puluh Kitab Evangelum. Ucapan itu dilontarkan dari mulut para pasukan Megacorps terhadap pasukan kita, sehingga memulai perang sipil sehari setelah memperebutkan markas monster.”
“Astaga, rasis sekali orang-orang ini,” Aku mengepalkan tanganku dengan geram. “Awas saja jika mereka mengucapkan hal itu padaku. Akan kupelintir leher mereka satu per satu! Aku —“
“Woh woh woh, jangan ngegas begitu, tuan. Kita tidak main keras, tapi secara lembut dan halus. Jangan menggebu-gebu, itu bukan cara main kita!” ucap Joel berusaha untuk menenangkanku.
“Tapi mereka selalu rasis pada kita. Selama ini mereka yang serang dan kita yang berlindung. Lantas kitalah yang dituduh playing victim , dan bila kita mengatakan hal yang benar, kita dicap sebagai tukang fitnah dan omong kosong. Apa-apaan coba?” protesku.
“Wajar, itu sudah jadi permainannya mereka. Itu —“
Ningnong! Smart Wristband Joel berbunyi. Telunjuk kanannya lekas menyentuh permukaannya untuk menampilkan pesan yang masuk. Segera ia periksa pesan itu dengan satu kali usapan jari, lalu membacanya secepat kilat.
“Astaga,” ucap Joel terkesiap, lantas menoleh kepadaku. “Tuan muda, Anda dipanggil oleh Mr. Howard tiga menit kemudian. Segeralah bersiap-siap untuk menyambut beliau!”
“Yang benar? Dalam rangka apa?”
“Tidak tahu, siap-siap saja! Nanti kedua bodyguard-nya akan menggiringmu masuk ke kantornya!”
“Baik, Joel!”
Aku harus merapikan rambut, baju, dan segala macam aksesori yang dipakai secepat-cepatnya. Gagang kacamata setengah lensa dikaitkan lebih rapat, serta rambut yang acak adul akibat tendangan salto dikibas sampai kembali ke bentuk semula. Namun, belum saja Smart Wristband-ku selesai dipasang pada pergelangan tangan kiri, dua orang bodyguard utusan Mr. Howard sudah datang lebih awal.
“Ben Andrews,” sapa Brenson dengan nada datar. “Mr. Howard sedang menunggumu di ruangannya. Siap atau tidak siap, ia ingin membicarakan suatu yang hal penting denganmu.”
“Uh ... oh, baik,” balasku gugup karena masih memasang alat itu pada pergelangan tanganku. Klik! “Sudah.”
“Baik, ikut kami.”

Comentário do Livro (53)

  • avatar
    PutraGalang

    kerasss

    23d

      0
  • avatar
    Amelia

    500

    18/08

      0
  • avatar
    A.HASRAWATI

    kamu jelek

    31/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes