logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 2

Setelah selesai membersihkan tubuhnya dan juga selesai membereskan kamar miliknya Kaina langsung keluar dari dalam kamar, ia pergi ke dapur untuk memasak.
Luka di dahi nya juga sudah di obati semalam. Hari ini adalah hari minggu, biasanya hari ini adalah jadwal Kaina untuk memasak di satu hari full dari sarapan pagi siang dan malam.
Kaina juga sudah meminta kepada para pembantu untuk menuruti kemauannya memasak satu hari full di hari minggu meskipun pembantu sudah menolaknya namun ia masih tetap kekeh untuk memasak.
Kaina terlahir dari keluarga yang sederhana, patut saja dia tidak bisa berdiam diri dan tidak melakukan apapun. Setiap hari Kaina selalu membantu pekerjaan para pembantu meskipun pembantu tidak mengizinkan nya.
Saat Kaina ingin menutup pintu kamar tanpa sadar Brian sudah berada di ruang tengah, dia menatap Kaina sekilas.
"Bik...bibik."
Brian memanggil dua orang pembantu dengan nada yang sangat dingin. Tidak lama keluar dua pembantu di rumah tersebut dengan terburu-buru setelah itu mereka menunduk tidak berani menatap wajah Brian.
"Iya Aden," jawab mereka berdua dengan suara pelan.
"Jangan biarin Rangga keluar dari kamarnya dan jangan kasih dia makan dan minum, dia sedang aku hukum dan ingat jangan sampai ada yang berani memberi Rangga makan! Jika ada akan aku hukum dan bahkan aku pecat jika ada dari kalian yang melanggar nya," tuturnya dingin.
"Iya Aden."
Kaina hanya memperhatikan pembicaraan tersebut, dia sedikit tidak terima dengan hukuman yang diberikan oleh Brian tersebut. Kaina merasa itu adalah penyiksaan meskipun Kaina sendiri tau jika Rangga yang salah namun hukuman itu tidaklah tepat.
"Ini kunci kamarnya Rangga, jangan sampai kamar itu di buka sebelum aku membukanya." Brian menjulurkan kunci kamar Rangga dan langsung di terima oleh salah satu pembantu.
"Iya Aden." Kedua orang pembantu tersebut mengangguk patuh.
"Yasudah aku mau keluar sebentar masih ada urusan."
Brian melangkahkan kakinya untuk pergi begitu juga dengan para pembantu, mereka berdua berjalan menuju dapur kembali untuk memasak.
"Kamu tidak mau sarapan pagi dulu?" tanya Kaina.
Langkah kaki Brian terhenti lalu dia menoleh ke arah Kaina dengan sinis. Setelah itu Brian melanjutkan langkahnya untuk pergi.
Kaina menghela nafasnya. "Sabar, kerasnya batu tidak akan lama untuk di pecahkan," gumam Kaina lalu tersenyum sendiri.
Kaina langsung pergi menuju dapur untuk memasak sampai nya di sana Kaina merlihat kedua pembantu yang sibuk beres beres bahkan semua makanan pun sudah tertata rapi di atas meja makan.
"Bik," panggil Kaina membuat Kedua pembantu menoleh.
"Iya Non ada yang bisa kami bantu?" jawab pembantu yang gendut. Ia bernama bik Aya.
"Enggak cuman manggil saja." Kaina tersenyum manis ke arah mereka berdua dan langsung mendapatkan balasan senyuman dari mereka.
"Makanannya sudah matang ya? Jadi aku gak masak hari ini padahal hari ini hari minggu kan waktunya aku untuk masak bik."
"Gapapa Non. Biar kami saja yang masak," ujar bik Ima yang berbadan kurus.
"Saya izin ke belakang dulu Non mau mencuci baju," pinta bik Ima. 
"Aku bantu ya bik?"
"Jangan Non biar saya saja, Non di sini saja untuk hari ini Non libur membantu kami," tolak bik Ima. 
"Iya Non," Sahut bik Aya.
"Yasudah! Semangat bik Ima." kata Kaina cengengesan membuat kedua orang pembantu tersebut tersenyum senang.
"Iya Non," jawabnya. 
Bik Ima pergi ke belakang untuk mencuci baju kotor milik Rangga dan Brian sedangkan baju kotor Kaina dicuci sendiri oleh Kaina, ia tidak mau merepotkan para pembantu bahkan dia pun juga pernah mencuci baju milik Rangga dan Brian.
"Dahi Non kenapa?" tanya bik Ima.
Kaina tersenyum. "Itu! tadi malem tidak sengaja kepeleset di kamar mandi, " jawab Kaina berbohong.
"Maaf ya Non sebelumnya tapi saya penasaran tadi malem kayaknya ada keributan gitu di ruang tamu namun saya gak berani liat takut di marahin sama Aden Brian, Aden Brian kan orangnya begitu, suka marah."
"Oh itu, tadi malem Rangga sama mas Brian ribut gara gara Rangga pulang malem cuman karena itu kok bik bukan keributan tentang hal lain."
"Oh, iya iya," balas bik Aya sambil mengangguk paham.
"Yaudah Non sarapan dulu."
"Enggak bik aku gak lapar! Aku hanya ingin minta kunci kamar Rangga."
"Jangan Non nanti Aden Brian marah kalau tau bisa bisa kami  yang di hukum bahkan di pecat."
"Aku kasian sama Rangga dia dari tadi malem gak makan serta lukanya belum di obatin aku takut dia kenapa kenapa, boleh ya?" Kaina memohon.
"Tapi Non nanti kami juga yang akan di marahin sama Aden Brian gara gara ngasih kuncinya ke Non tanpa izin," tolak bik Aya pelan.
"Tenang saja biar aku yang nanggung semua hukuman nya bagaimana?"
"Yakin Non?"
Kaina mengangguk. "Iya yakin." jawabnya. 
"Tapi Non?"
"Gapapa bik masa bibik gak kasihan sama Rangga?"
"Iya juga sih Non, saya juga kasian sama Aden Rangga dia selalu di marah marahin sama Aden Brian gara gara gak mau nurut."
"Makanya."
"Yaudah ini Non tapi hati hati ya takut ketauan Aden Brian. Nanti kalau seumpama Aden Brian sudah datang saya akan kasih tau Non."
"Iya bik."
Bibik menjulurkan kunci kamar tersebut. "Ini Non."
Kaina mengambil kunci tersebut dari tangan bik Aya. "Makasih bik." balas nya. 
"Iya Non sama sama! Gak sekalian bawa sarapan ke kamarnya Aden Rangga Non?" tanya bik Aya menawarkan.
"Boleh juga bik, sama kotak obat ya bik?"
"Iya Non tunggu sebentar saya ambil kotak obatnya dulu."
"Iya bik."
Bik Aya pergi mengambil kotak obat di ruang tengah begitu pula Kaina yang bergegas menyiapkan sarapan pagi untuk Rangga.
"Ini Non." 
"Iya itu di taruh di nampan terus satukan sama sarapannya dan juga buatin susu cokelat hangat kesukaan Rangga ya bik."
"Non baik banget sama Aden Rangga, ayo ada apa ini?" tanya bik Aya menyelidiki sambil sanyam senyum.
"Dia sudah aku anggap adik kandung bagi aku bik dan juga aku kasian sama dia, dia selalu salah di mata mas Brian, dia juga dia kurang kasih sayang orang tuanya."
"Non baik banget beruntung banget ya Aden Brian nikahin Non," puji bibik sambil tersenyum dan mendapatkan senyuman manis dari Kaina.
[Beruntung di mana nya bik? Pernikahan kami terjadi hanya untuk di jadikan jalan balas dendam saja bagi mas Brian, ] ucap Kaina di dalam hati nya.
*
Clek. (Suara pintu terbuka) 
Kaina membuka pintu kamar Rangga dengan membawa nampan yang berisi sarapan serta susu cokelat hangat dan kotak obat. Dia berjalan dengan sangat berhati hati ke arah Rangga yang duduk di atas ranjang dengan pandangan yang menatap ke arah luar jendela.
Ketika mendengar pintu kamarnya terbuka Rangga langsung menoleh ke arah pintu sebentar lalu dia memandang ke arah luar jendela lagi.
"Ngapain lo kesini?" tanya Rangga dengan pandangan yang masih tidak ingin beralih.
"Eee...ini kakak bawa sarapan untuk kamu, kamu pasti belum makan dari tadi malem! Kakak juga bawain kamu kotak obat buat ngobatin luka kamu," jawabnya.
Rangga tersenyum. Dia nampak tidak percaya dengan itu.
[Hati ini orang terbuat dari apa sih? Heran gue, udah gue cuekin eh malah tetep aja baik ke gue,] batin Rangga di dalam hatinya bingung. 
"Gue gak mau makan! Bawa semua itu keluar!"
Kaina menaruh nampan tersebut di dekat Rangga. Ia duduk di sebelah Rangga yang masih tetap memandang ke arah luar jendela.
"Rangga," panggil Kaina sambil memegang bahu kanan Rangga.
Rangga menoleh ke arah Kaina lalu ia menyingkirkan tangan Kaina di bahu kanannya.
"Gue gak suka di sentuh oleh orang yang enggak gue kenal, mengerti!" bentak nya.
Kaina hanya bisa tersenyum.
"Ngapain lo senyum begitu! Jijik tau gak!"
"Kamu itu sudah aku anggap adik jadi mau secuek apa pun, sedingin apa pun sikap kamu ke aku tidak akan pernah merubah kasih sayang aku ke kamu."
Rangga mengerutkan alisnya bingung.
"Ini makan, kakak sudah buatin kamu susu cokelat kesukaan kamu."
Kaina menjulurkan nampan tersebut di pangkuan Rangga namun Rangga hanya terdiam menatap Kaina, ia tidak menerima nampan tersebut.
Kaina menaruh kembali nampan tersebut di atas ranjang.
"Boleh gak Kakak suapin kamu?"
Rangga menghembuskan nafas pasrah. "Terserah." jawab nya. 
"Yaudah kakak suapin ya." ucap Kaina dengan raut wajah senang lalu menyuapi Rangga dengan penuh kasih sayang.
"Buka mulutnya."
Rangga pun menurut lalu mengunyah makanan tersebut dengan sangat terpaksa.
"Nanti kakak obatin ya lukanya."
Rangga mengangguk dengan sangat malas meskipun begitu Kaina bahagia melihat sedikit perubahan sikap Rangga terhadap dirinya.
"Kakak harap kamu bisa seperti ini kepada kakak setiap hari sebab itu akan membuat kakak sangat bahagia! Kakak juga kasihan sama kamu, kamu itu selalu salah di mata Mas Brian. Tapi kakak paham kamu ngelakuin itu karena kurang kasih sayang, kurang seseorang yang perhatian sama kamu maka dari itu kakak akan membuat kamu berubah, membuat semua ucapan mas Brian itu salah. Kalau sebenarnya Rangga itu Adalah anak baik dan gak ngerepotin." tutur Kaina kemudian ia tersenyum.
Rangga yang tadinya mengunyah sesendok nasih di mulutnya seketika terhenti mendengar tuturan Kaina tadi. Ia menatap bola mata Kaina.
"Lo kenapa baik sama gue? Padahal gue sangat cuek sama lo bukan itu saja gue bahkan pernah berperilaku kasar. Terbuat dari apa sih hati lo?"
"Kakak boleh meluk kamu?"
Rangga memperlihatkan ekspresi terkejut.
"Boleh?" Tanya Kaina ulang.
Rangga mengangguk pelan dengan cepat Kaina menaruh piring yang berisi sarapan pagi Rangga lalu ia memeluk tubuh Rangga erat.
"Kakak pernah berada di posisi kamu, kakak dulu selalu salah di mata ibu tiri kakak. Jadi kakak tau bagaimana rasanya di posisi kamu saat ini, jika kamu tidak kuat menjalaninya kamu tidak akan akan bisa. Tapi aku yakin sekali kamu itu anak laki-laki yang hebat."
Kaina mengusap lembut punggung Rangga membuat Rangga nyaman dengan pelukan tersebut. Rangga mencoba untuk berbalik memeluk tubuh Kaina namun Kaina sudah lebih dulu menyudahi pelukan itu.
"Aku yakin kamu pasti bisa. Kakak yakin itu, jadi kamu harus kuat."
Kaina tidak ada hentinya memberikan semangat sebagai dorongan untuk Rangga agar bisa berubah.
"Makan lagi ya? Setelah itu kakak obatin luka kamu biar cepat sembuh dan besok bisa sekolah."
Seperti ada magnet di tubuh Rangga saat ini, ia hanya bisa mengangguk patuh dengan ucapan Kaina.
"Maaf." Sekilas kata itu keluar dari mulut Rangga tanpa di sadari. 
"Maaf? Maaf buat apa?" tanya Kaina balik.
"Maaf karena...."
Suara tepukan tangan dari arah pintu masuk kamar Rangga berhasil menghentikan ucapan Rangga tadi. Mereka berdua menoleh ke arah sumber suara membuat keduanya sama sama terkejut melihat kedatangan seorang pria di tempat itu.
"Bagus, bagus! Ternyata perempuan tolol ini sudah mau menjadi pahlawan kesiangan, hm?"
Kaina menundukkan kepalanya, ia diam membisu karena kesalahannya hari ini. Kaina akui dia salah namun dia hanya kasihan saja terhadap Rangga karena itulah dia menjadi nekat.
"Kenapa diam nona Kaina?"
Rangga langsung merubah ekspresi wajahnya dengan ekspresi lesu melihat pria jahat yang tidak lain adalah kakak kandungya sendiri.
Brian melangkah mendekati mereka berdua. Dia berhenti tepat di hadapan Kaina yang masih setia menunduk karena takut.
"Sudah ada pahlawan di sini rupanya." Brian melihat wajah mereka berdua dengan bergantian. Senyuman sinis terlihat jelas di bibir indahnya. Rasa marah ia pendam terlebih dahulu.
"BERDIRI!" teriak Brian berhasil membuat Kaina sangat terkejut mendengarnya.
Kaina berdiri namun pandangnya masih tetap menunduk, disusul oleh Rangga yang merasa geram dengan perilaku kakaknya itu.
"Lo kenapa sih selalu seenaknya? Selalu sok berkuasa? Gue tau lo itu hebat bisa cari uang sendiri bahkan selalu di puji di mata orang lain. Tapi kenapa lo gak ngaca dengan sikap bedebah lo ini?" tutur Rangga dengan sangat kesal.
"Kamu diam! Gak ada urusannya ini dengan kamu."
Brian menarik lengan Kaina dengan sangat kasar, ia menarik paksa Kaina agar bisa keluar dari dalam kamar Rangga namun lengan Kaina yang satunya masih bisa di tarik oleh Rangga.
"Lo bisa gak sih gak kasar sama cewek?" kata Rangga.
"Diem! Berapa kali aku bilang jangan ikut campur urusan aku! Lepas!!" Brian menarik kasar lengan Kaina hingga meringis kesakitan. 
"Enggak, gue gak mau lepasin."
"Oh sudah mulai berani ya sekarang kamu! Baiklah tunggu saja hukuman yang jauh lebih parah lagi dari ini."
"Sudah, sudah Rangga aku gapapa kok, lepaskan aku," pinta Kaina karena dia takut ucapan Brian itu benar akan terjadi.
"Gue gak mau."
Brian mencoba melepas tangan Rangga dari lengan Kaina setelah itu dia menarik Kaina keluar kamar.
"BRIAN LEPASIN KAK KAINA....!" teriak Rangga.
BRAK! 
Brian membanting pintu kamar tersebut dengan sangat kasar hingga menimbulkan bunyi yang lumayan keras.
"Brengsek sekali lo Brian!" umpat Rangga kesal.
Brian menarik kasar tangan Kaina tampa merasa kasihan sedikitpun terhadap Kaina yang sudah meringis kesakitan.
"Lepasin aku mas," pintanya.
Brian tidak menjawab dan terus menarik lengan Kaina tanpa ampun.
"Bik..bibik...bik...bibik..." teriaknya.
Keluar para pembantu di rumah tersebut. Mereka keluar dengan sangat terburu-buru, sementara bik Aya sudah panik melihat Brian.
Mereka sama sama menundukkan pandangannya. Mereka berdua sudah tau kalau Brian benar-benar tidak dalam kondisi baik baik saja.
[Ya ampun, ada Aden Brian lagi! Tamat sudah kerjaan aku di rumah ini, aku yakin aku akan di pecat bersama Ima,] batin bik Aya.
"Siapa yang sudah berani melanggar perintah aku? Apa kalian berdua sudah mulai bosan bekerja di rumah ini? Dan juga kenapa kalian nurut untuk memberikan kunci itu kepada gadis bodoh ini?!" tanya Brian dengan nada kesal.
"Maaf Aden! Mn, tapi saya tidak tau sebab yang pegang kunci kamar itu adalah bik Aya," Sahut bik Ima.
"Tolong jangan salahkan mereka berdua jangan kamu pecat mereka mas, ini salah aku. Aku yang salah mas," ucap Kaina dengan berlinang air mata.
"Maaf Aden, saya mengaku salah, saya minta maaf Den Brian. Saya salah telah memberikan kunci itu kepada Non Kaina." Bik Aya memohon mohon kepada Brian agar bisa di maafkan dan tidak di pecat dari pekerjaannya itu.
"Hem, tidak ada pembelaan lagi. Kalian aku pecat! Beresin semua barang kalian, setengah jam lagi kalian harus segera pergi." ujarnya lalu menarik lengan Kaina untuk pergi entah kemana.
"Tapi Aden Brian kami masih ingin bekerja disini." sahut bik Ima.
"Waktu kalian di rumah aku hanya setengah jam lagi! Jika kalian tidak cepat pergi jangan harap kalian pulang dengan nyawa." ancam Brian dengan sangat marah.

Comentário do Livro (127)

  • avatar
    SetiyawanAlif

    200

    6h

      0
  • avatar
    SlankersHilal

    Rangga dan gadis tolol

    20h

      0
  • avatar
    Danu Redmi

    5000

    1d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes