Derai air mata kini membanjiri paras cantik Juliet, ia memilih tersungkur di lantai ketimbang tidur di ranjang bekas dirinya diperkosa. Tangis histerisnya tak akan merubah apapun. Sekarang dirinya tak virgin lagi. Sungguh miris rasanya. Tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Delota, tetapi Juliet harus menerima akibatnya. Dalam waktu singkat setelah melihat adegan intim di rumahnya, malah tak lama adegan tersebut menimpa dirinya sendiri. "Mama..." Desisnya dalam tangis yang semakin pecah, tak tahu lagi harus bagaimana. Pori-pori kulitnya masih merasakan tangan kasar Derrick yang meremas, mencengkeram dan memaksa untuk memuaskan nafsu. Sekujur tubuhnya terasa nyeri dan sakit. Rasanya kehidupan Juliet telah berakhir. * Sudah dua hari Juliet tidak masuk sekolah, bahkan dirinya sudah tak mau tinggal di rumahnya. Dan sekarang Juliet tinggal di rumah orang tuanya. Sebab ia tak sanggup terbayang-bayang terus tragedi itu jika tinggal di rumahnya sendiri. "Juliet..." Panggil mamanya dibalik pintu kamar. Semenjak Juliet tinggal bersama orang tuanya, ia menjadi lebih pendiam dan menyendiri. Berkali-kali mamanya bertanya tetapi Juliet tak pernah menjawab. Dan alasan dirinya tidak mau masuk sekolah karena kurang enak badan. Tentu saja, orang tuanya tidak ingin memaksa anaknya untuk sekolah. "Juliet, ada Hannah dan Amanda datang. Mereka ingin menemui mu." Ucap mamanya lembut. Juliet yang duduk menikmati pemandangan dari kaca jendela kamar, hanya menoleh sesaat kemudian kembali menatap pemandangan tersebut. Mengerti tak akan mendapat jawaban apapun. Mama Juliet pun hanya bisa menghela napas. "Sepertinya dia sedang istirahat." Amanda dan Hannah saling memandang. Kemudian Hannah menawarkan diri untuk membujuk Juliet supaya mau membukakan pintu. "Juliet, aku minta maaf jika aku membuat mu marah..." Hannah merasa bersalah. Tetapi tetap sama. Tak ada respon dari dalam kamar. Mendengar suara Hannah membuat Juliet bangkit dari duduknya kemudian melangkah menuju ke sebuah cermin. Lalu dirinya menatap bayangan dibalik cermin tersebut. Rambut berantakan, mata sayu, dan wajah tak berseri.
Air mata pun kembali menetes jatuh di permukaan pipi mulusnya. "Aku sudah ternoda, aku tak suci lagi. Aku sudah tak virgin lagi." Terus saja hati Juliet mengatakan hal tersebut dan mencaci maki dirinya sendiri karena merasa jijik dengan tubuhnya. Dengan kasar Juliet menjambak, menampar wajahnya, dan mengusap kasar lengan serta bahunya. Sangking tak kuatnya, tubuhnya pun ambruk ke lantai dengan derai air mata yang tak ada habisnya. Dia menangis tersedu-sedu merasakan betapa hancur dirinya sekarang. "Juliet, apa yang sebenarnya terjadi?" Cemas mamanya dibalik pintu. "Juliet, biarkan kami masuk." Bujuk Amanda. Tapi tetap saja tak ada tanda-tanda apapun dari Juliet. * Keesokan siangnya, Juliet yang mengenakan switer kedodoran yang berlengan panjang dan tebal menutupi semua tubuhnya sedang berlari kecil menuruni tangga menuju pintu keluar. "Mau kemana sayang?" Tegur mamanya yang baru saja muncul dari dapur. Juliet terhenti kemudian memutar setengah tubuhnya melihat mamanya disana.
"Menemui seseorang." Jawabnya singkat lalu melangkah pergi begitu saja tanpa menunggu respon balik dari mamanya. * "Delota." Panggil Bu Frisca setelah melihat Delota pulang dari sekolah. Dengan patuh Delota menghampiri Bu Frisca. "Ada yang mencari mu." Lanjut beliau. "Siapa?" Tanya Delota mengerutkan kening. Belum sempat bu Frisca menjawab, Juliet muncul dibalik pintu. Mata mereka sesaat saling bertemu. Sampai pada akhirnya, Delota mengajaknya ke kamar. Juliet yang duduk di tepi tempat tidur mengedarkan pandangannya keseluruh sudut ruangan. Not bad. Batinnya menilai penataan dekorasi kamar. Setelah Delota menutup pintu dan meletakkan tas nya, ia duduk di samping Juliet. "Ada apa kamu mencari ku?" Juliet menatap lurus Delota, kemudian mulai membuka pembicaraan. "Apa kamu datang di pesta Hannah malam itu?" Juliet langsung masuk ke inti permasalahan. "Apa peduli mu menanyakan hal itu?" Delik Delota. Ucapan Delota cukup membuat Juliet hampir terbawa emosi. Untung saja, ia masih bisa mengendalikan. "Kamu tahu itu pesta Hannah. Tapi acara itu ada di rumah ku." Cerca Juliet. "Siapa yang mengundang mu kesana?" "Menurut mu, aku datang sendiri ke pesta mesum itu?" Sahut Delota sinis. Juliet sempat mendengus kesal dengan nada suara Delota. Tetapi jika dipikir-pikir, tidak mungkin Delota datang tanpa ada suatu alasan. Delota kemudian berdiri lalu menuju ke lemari untuk mengambil gaun yang sempat diberikan Hannah di pesta itu. "Ini." Delota menyodorkan gaun minim tersebut kepada Juliet yang hanya menatap tak mengerti. "Ingin sekali aku membakar baju itu. Tapi karena kamu sudah disini. Kembalikan pada teman mu Hannah itu." "Ken, kenapa dia memberikan ini pada mu?" Juliet ingin tahu. "Dia bilang kalau aku datang ke pestanya mengenakan baju ini. Aku tidak akan diganggu lagi. Termasuk dirimu." Jelas Delota. Juliet masih belum bisa mengaitkan Hannah, baju, Delota dan dirinya. "Lalu kamu datang mengenakan baju ini?" Tanya Juliet memastikan. Delota mengangguk. Bibir Juliet gemetar ketika melihat anggukan tersebut. "Dan...dan apa yang terjadi...?" Suara Juliet terdengar sumbang menahan air mata. Delota menatap Juliet dengan tatapan sinis lalu ia berdiri menghadap kearah Juliet. Mata mereka yang saling terkunci seakan tak sabar menunggu reaksi apa yang akan muncul.
Pelan-pelan tangan Delota membuka pakaiannya. Menyisakan singlet hitam. Seketika Juliet menutup bibirnya yang ternganga dengan telapak tangan saat melihat bekas merah dan lebam hampir di seluruh pundak, leher dan lengan. Tanpa sadar air matanya kembali menetes. Jadi ini yang dimaksud Derrick malam itu. Sehingga dia dengan brutalnya melakukan hal keji itu. Tangis pun kian pecah tak terbendung lagi. Delota yang melihat reaksi Juliet tak terduga itu menjadi kebingungan. Kenapa tiba-tiba Juliet menangis seperti itu. Dengan penuh rasa iba, ia duduk disamping Juliet. "Kamu kenapa Juliet?" Tanya Delota penasaran. Sedangkan Juliet hanya menggeleng-gelengkan kepala tak menjawab sepatah katapun kecuali tangisan yang tak tertahan. "Juliet? Kenapa kamu tiba-tiba menangis?" Tanya Delota lagi, karena merasa bingung dengan sikap Juliet. Tadinya Delota ingin meluapkan emosi setelah memperlihatkan bekas kissmark dan lebam di tubuhnya. Tapi melihat Juliet malah menangis membuat Delota mengurungkan niatnya. Kenapa jadi Juliet yang menangis seperti ini? Pikir Delota. * Ditengah kegelapan kamar, Juliet terlonjak dari tidurnya karena bermimpi tentang malam tragedi itu. Keringat di kening telah membuktikan betapa traumanya Juliet akan malam tersebut. Bahkan nafasnya sudah tak beraturan. Cepat-cepat ia mengusap keringat pada kening kemudian menyalakan lampu kamar diatas nakas samping tempat tidur. Telapak tangannya diletakkan diatas dada supaya dekupan jantung kembali normal. Oh, sungguh mimpi yang sangat amat buruk. Pikir Juliet berusaha menenangkan diri.
"Ma, Juliet tak sanggup menerima beban ini..." Desisnya sendiri. Ingin sekali Juliet cerita kepada mamanya, karena selama ini ia tidak pernah menyembunyikan apapun dari beliau. Tetapi, jika Juliet menceritakan dirinya telah diperkosa. Apa yang akan terjadi dengan mamanya. Ia tak sanggup melihat air mata mamanya. Apalagi yang memperkosa dirinya adalah rekan bisnis papanya. Oh, God. Kedua telapak tangan Juliet menutup wajahnya, tak tahu harus berbuat apa. * Dengan menatap bayangan dirinya sendiri didepan cermin. Pagi ini Juliet siap untuk masuk sekolah. Meski sebenarnya, ia malu bertemu dengan teman-teman sekolah. Seakan ia merasa bahwa dirinya begitu kotor dan hina. Walaupun begitu, Juliet harus melawan dirinya dan kembali ke sekolah. "Morning, honey. Bagaimana keadaan mu?" Sapa papanya melihat Juliet datang dan bergabung sarapan. "Good." Jawabnya singkat dengan senyuman seperti biasa. "You look so beautiful." Puji mamanya menyiapkan sarapan untuk putrinya. "Papa akan mengantarkan mu hari ini." Mata Juliet melihat kearah papa. "Tidak perlu pa, Juliet bisa berangkat sendiri." Tolaknya. "A-a. Kamu baru saja sembuh. Ijinkan papa buat antar putri papa yang paling cantik ini. Ok." Juliet hanya menjawab dengan senyuman lagi sebelum akhirnya menghabiskan sarapan. Mendengar pujian demi pujian orang tuanya, seakan ia tak pantas lagi menerima semua itu. Dirinya terlalu kotor untuk mendapat pujian.
Obrigado
Apoie o autor para lhe trazer histórias maravilhosas
good novel
12/08
0Bagus👍
14/05
0keren
02/04
0Ver Todos