"Happy Birthday, Juliet." Ucap selamat Amanda dan Hannah di acara ulang tahun Juliet disebuah hotel mewah dengan dekorasi yang begitu berkelas. Ada beberapa pohon plastik disana yang tergantungi berbagai macam bentuk kado, kemudian nuansa lampu LED yang tak kalah menakjubkan, diiringi musik energik sehingga mampu membawa suasana hati turut bersuka cita.
Satu per satu teman-teman Juliet datang dan mengucapkan selamat untuknya tetapi mata Juliet tak terlalu fokus dengan mereka, sebab ia menunggu seseorang. Siapa lagi kalau bukan Romeo-nya. Sementara di apartemen, Derrick masih merendam diri kedalam bath tube. Menikmati aroma terapi yang menenangkan pikirannya. Dengan mata terpejam, ia lepas segala penat dan letih disana tanpa memikirkan apapun. Otaknya merasa tenang dan jernih saat ini tanpa ada gangguan. Sedangkan acara ulang tahun Juliet sudah dimulai. Iringan musik ulang tahun sudah menggema untuknya. Sayangnya, jauh dalam lubuk hati Juliet tidak sempurna jika Romeo-nya tidak hadir sekarang. Sebab potongan kue pertama seharusnya ia berikan kepada Romeo-nya. Ternyata semua tidak sesuai harapannya. Acara inti sudah berlalu tanpa kehadiran Derrick. Cukup kecewa. Ia pun menyebarkan pandangannya dan mencari sesosok Delota. Mungkin dia tahu dimana sekarang Derrick berada. Tapi sayangnya, Delota juga tidak hadir di pesta ulang tahunnya. Entahlah. Mungkin gadis itu terlalu takut. Takut dipermalukan di acara ini. "Sebenarnya, kamu sedang menunggu siapa?" Sambar Hannah. Juliet hanya melihat sekilas temannya itu tanpa jawaban sepatah kata pun. "Come on. Smile. This is your birthday." Seru Amanda berusaha mengajak Juliet bergerak mengikuti alunan musik. "Ayolah. Kita lupakan semua dan merayakan pesta ini." Seru Hannah berusaha menghibur temannya. Dan mulailah Juliet menghibur diri dengan mengikuti alunan musik DJ yang begitu bersemangat mengisi acara ini. * Di tengah kesenangan mereka bertiga dan semua para tamu undangannya. Tiba-tiba Juliet terhenti karena melihat Derrick didepan pintu masuk. Deg. Oh, ya ampun. Baru kali ini Juliet merasa jantungnya berhenti berdetak sesaat memandang seorang laki-laki. "What happen?" Tanya Amanda. "Aku pergi sebentar." Jawabnya tanpa melihat temannya sebab matanya tak bisa teralihkan oleh apapun. Ia kemudian berjalan menghampiri Romeo-nya. "You're late." Tegur Juliet setelah berdiri tepat dihadapan Derrick. Dengan santainya Derrick mengangkat kedua bahunya dan berkata. "Setidaknya aku datang." "Thank you." Hilang sudah rasa kecewa Juliet tadi setelah melihat Derrick. "Oh, ya." Derrick teringat sesuatu. "Ini kado dari Mr. Sean." Mengambil sebuah kado kecil dari saku jasnya lalu memberikan kepada Juliet. Dengan polosnya Juliet menerima kado tersebut lalu memandang Derrick. "Lalu, kado dari dirimu?" Tanya Juliet menagih kado secara terang-terangan. Derrick tak langsung menjawab, ia tatap gadis didepannya ini. Kemudian ia sedikit membungkukkan tubuhnya supaya bibirnya bisa mendekat ke telinga Juliet. "2476. Your gift is there." Bisik Derrick lalu kembali ke posisi semula dengan senyum tipis tanpa mengalihkan pandangannya. Terlihat Juliet tidak begitu mengerti maksud dari ucapan Derrick. Ia berusaha menelaah apa yang dikatakan. "Kado ku ada di 2476???" Tanyanya memastikan. Derrick hanya mengangkat kedua alisnya lalu beranjak pergi dari pesta tersebut. Melihat kepergian Derrick, Juliet pun berniat untuk menahannya tetapi beberapa temannya tiba-tiba datang dan memaksanya untuk naik keatas panggung. Tentu saja, Juliet tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti mereka semua. Sementara otaknya berputar mencari maksud dari ucapan Derrick tadi. "Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!" Suara sorak mereka menyadarkan Juliet yang sudah diatas panggung dan diminta untuk bernyanyi oleh semua temannya. Saat ini Juliet sama sekali tidak ingin bernyanyi, tetapi semua temannya dibawah panggung terus saja bersorak. "Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!" Mau tidak mau, ia pun menuruti mereka dan menyanyikan sebuah lagu 'Sugar' untuk mereka. Sontak mereka menyambut dengan sangat antusias sembari mengikuti lagu lagu tersebut. * Ting tong! Pintu pun terbuka untuk Juliet. Ia disambut dengan senyuman manis dari seorang Derrick yang kemudian mempersilahkan masuk ke kamar 2476. "Aku kira kamu tidak akan datang." Derrick menutup pintunya. Pelan-pelan Juliet masuk kedalam kamar sembari menyebarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan yang dihiasi dengan lilin-lilin, bunga-bunga cantik didalam vas dan beberapa balon. Bahkan tempat tidur size king pun ditaburi bunga berwarna merah.
"Kamu suka?" Tanya Derrick yang masih berdiri memandangi Juliet. "Apa kamu yang menghias kamar ini untukku?" Tanya Juliet kagum menoleh kearah Derrick yang tersenyum. "Aku sangat menyukainya. Aku kira tadi aku akan salah kamar. Karena aku hanya mengira- ngira saja datang ke kamar nomor ini. Tapi ternyata, dugaanku benar." Jelas Juliet begitu antusias. "Kamu tidak akan meninggalkan pesta ulang tahunku." Tambahnya tersipu malu. "Duduklah." Pinta Derrick lalu mengambil table tray yang sudah berisi sebotol anggur beserta gelasnya. Melihat apa yang dibawa Derrick kearahnya membuat Juliet angkat bicara.
"Aku tidak minum minuman seperti itu." Ucapnya polos. Derrick tersenyum lalu meletakkan table tray itu diatas meja kemudian duduk disamping Juliet. Dengan tatapan intens, ia berkata. "Aku tidak mengajak dirimu minum. Aku hanya mengajak dirimu berkencan." Jemari Derrick mulai bergerak mendekati rambut Juliet. Tentu saja, sikap Derrick mulai membuat Juliet tidak nyaman. Ada rasa takut yang muncul dalam dirinya. "Bukannya kamu ingin berkencan denganku, huh?" Ucap Derrick begitu lembut. Dan jemarinya mulai bermain-main di rambut ikal Juliet. Keringat dingin sepertinya mulai menyelimuti Juliet. Tetapi gadis itu berusaha tetap tenang dan waspada. "Bisa kah kita keluar dari sini, sekarang?" Derrick mengerutkan kening menatap Juliet. "Why? Apa disini membuatmu merasa panas. Aku juga mulai panas." Goda Derrick mulai lebih mendekatkan dirinya dengan Juliet. Suara menelan saliva pun sampai terdengar ke telinga Juliet sendiri. Jantungnya mulai tidak beraturan dan dirinya mulai benar-benar tidak nyaman. Ia pun memutuskan untuk pergi dari kamar ini. "Sebaiknya aku keluar sekarang." Juliet berniat bangkit dari duduknya tetapi Derrick dengan sigap mengunci tubuh Juliet sehingga tidak bisa kemana-mana. "Kenapa terburu-buru? Bukannya kamu ingin berkencan denganku? Oh ya, dan kamu juga ingin kado dariku?" Ucap Derrick begitu penuh gairah. "Akan aku penuhi semua janjiku kepadamu." Mata mereka saling terkunci. Kemudian Derrick berbisik ke telinga Juliet. "Lepas bajumu, aku akan memberikan kado terindah untuk mu." Mata Juliet melebar kemudian dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Derrick supaya menjauh darinya dan ia bisa berdiri dari sofa untuk angkat kaki dari kamar ini. Sebenarnya dorongan itu tak membuat Derrick bergerak, hanya saja ia kasihan juga melihat wajah pasi gadis itu sehingga ia memutuskan untuk menjauhkan diri dengan senyum mincingnya. "Ada apa dengan mu, Juliet?" Mendengar untuk pertama kalinya namanya disebut oleh Derrick, entah kenapa mampu membuat gadis itu terhenti lalu menatap tajam Derrick. Tak kalah tajamnya, Derrick berjalan mendekat lalu memutari Juliet yang mematung ditengah ruangan. "Bukannya kamu meminta Mr. Sean supaya aku datang ke pesta ulang tahun mu dan mengajak mu berkencan?" Juliet tak menjawab sepatah katapun, lidahnya terlalu keluh sehingga ia tidak mampu mengeluarkan suara. Yang bisa Juliet lakukan hanya membalas tatapan kepada pria tersebut. "Kenapa kamu diam saja? Aku ingin mendengar suara mu sekarang. Dan aku sudah tidak sabar mendengar desahan mu di telingaku." Mendengar ucapan mesum itu membuat bulu kuduk Juliet menggidik. Derrick berdiri tepat dibelakang Juliet lalu menyentuh masing-masing pundak Juliet dengan lembut namun sentuhan itu cukup membuat Juliet tersentak kecil. Tentu, ada senyum lancip di wajah tegas Derrick. Kemudian kepala Derrick terangkat kearah tempat tidur yang begitu cantik dengan taburan bunga diatasnya. Tentu, mata Juliet mengikuti kemana kepala Derrick menunjuk. "Tempat tidur itu sudah tak sabar melihat kita berkencan." nada suara Derrick semakin melunak bahkan jauh dari kata dingin seperti yang biasa Derrick lakukan. "Sekarang lepas baju mu, dan kita akan menghabiskan malam bersama." Desis Derrick yang membuat Juliet tidak percaya dengan sikap mesum Romeo-nya. Ia pun memutuskan berbalik badan dan berniat melayangkan tangan kearah pipi Derrick. Namun baru saja Juliet membalikkan badan, Derrick sudah menyerangnya dengan ciuman panas yang tak bisa dielak lagi karena dengan gerakan cepat Derrick mampu mengunci tubuh Juliet sehingga tidak bisa berkutik. Ia melumat paksa bibir merah muda itu meski tertutup rapat. Terlihat jelas Juliet berusaha memberontak dengan perlakuan ini. Bahkan air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Tetapi Derrick tidak memperdulikannya, ia justru semakin gencar mencumbu gadis didepannya. Sangking kuatnya Derrick, tubuhnya mendorong Juliet hingga mereka jatuh diatas tempat tidur yang penuh dengan taburan bunga itu. Tentu hal itu sangat mengejutkan Juliet yang sudah bercucuran air mata tetapi tak berani membuka mulutnya karena Derrick tidak memutus cumbuannya, bahkan ia sudah setengah menindih tubuh Juliet. Seperti pria normal pada umumnya, ketika hasratnya belum terpenuhi maka mereka akan melakukan hal lebih dari perkiraan. Dan agar bisa membuat bibir Juliet terbuka maka salah satu tangan Derrick dengan berani meremas paha atas Juliet. Sontak, bibir Juliet terbuka lebar karena terkejut dengan reaksi dalam dirinya. Seakan tubuhnya tersengat sesuatu yang mampu membuatnya terangsang. "Emmph. Emmph. Emmmphh." Kedua tangan Juliet berusaha menahan dada Derrick dan memberontak sebisa mungkin. Dan sekarang, Derrick bisa berleluasa mencecap, menghisap, dan bermain-main didalam mulut Juliet. Ia tidak peduli napas gadis itu sudah tersengal-sengal. Setelah cukup lama mencumbu bibir ranum itu. Derrick memutuskan mengakhiri pelajaran kepada Juliet sebelum dirinya benar-benar lepas kendali. Ia kemudian menjauhkan dirinya dari tubuh Juliet dan berdiri merapikan pakaiannya yang masih lengkap itu. Sedangkan Juliet berusaha duduk dan merengkuh menutupi tubuhnya dengan kedua lututnya dengan terisak-isak penuh derai air mata yang tak bisa dibendung lagi. Selama ini Juliet tidak pernah mengijinkan siapapun untuk menyentuhnya. Apalagi memaksanya seperti ini. Setiap kali ada lelaki di sekolah mendekatinya dan ingin melakukan lebih, pasti ia langsung menamparnya. Tetapi gerakan Derrick tadi sama sekali tidak terpikir olehnya, sehingga sekarang ia terlihat memalukan diatas tempat tidur.
"Kenapa kamu menangis? Bahkan aku belum melakukan apapun kepada mu. Bukannya kamu ingin berkencan denganku?" Ucap Derrick yang kembali berubah dingin kepada Juliet. "Sekarang kamu sadar perbedaan dirimu dan diriku? Kamu tidak seharusnya menyukai pria seperti ku." Tutur Derrick meski sedikit ada rasa kasihan. Mungkin tadi dirinya terlalu berlebihan. "Kamu bilang ingin menjadi kekasih ku? Bahkan kamu tidak punya nyali melepas baju mu di depanku. Kencan yang kamu inginkan berbeda dengan kencan pria dewasa seperti ku. Seperti inilah kencan yang aku inginkan. Dan lihat sekarang, aku sudah mengajakmu kencan tetapi kamu malah menangis dan memberontak. Sebenarnya apa mau mu?" Juliet hanya bisa terisak-isak tanpa menjawab semua pertanyaan Derrick. Dirinya masih shock dengan apa yang baru saja ia alami. Tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa ini yang akan terjadi dengan dirinya jika menyukai lelaki yang terpaut jauh usianya. Kasihan juga sebenarnya lihat gadis itu merengkuh ketakutan. Tetapi jika Derrick terlihat iba pasti gadis ini malah tidak akan sadar-sadar. Ia pun menarik napas dalam-dalam kemudian berkata. "Carilah lelaki seusia mu dan layak untukmu." Pesan terakhir Derrick lalu melangkah pergi keluar dari kamar ini. Setelah terdengar suara pintu tertutup, barulah Juliet mengangkat kepalanya dan menatap pintu disana. Sementara dibalik pintu, Derrick sedang bersandar memejamkan mata sembari mendongakkan kepala berusaha mengatur detak jantung yang sebenarnya juga berdetak kencang didalam tadi. Tak memungkiri, Derrick cukup menikmati cumbuannya tadi. Dan bahkan masih terasa jelas bekas bibir Juliet di bibirnya. Malah hampir saja ia lepas kendali ketika tangannya mulai meremas paha mulus itu. Entah iblis darimana tiba-tiba ia ingin mencumbunya lagi. Ah, tidak. Tidak akan terjadi lagi. Lebih baik ia mencari wanita panggilannya untuk melepas penatnya hari ini. Ya, begitu lebih baik. * Sepertinya cara Derrick memberi pelajaran kepada Juliet beberapa hari yang lalu tidak sia-sia. Sebab terbukti tidak adanya gangguan dari gadis itu. Dan ia bisa beraktivitas dengan tenang dan leluasa tanpa ada yang membuatnya naik darah, bahkan wajah gadis tersebut tidak terekam lagi dalam pikirannya. Ide kemarin benar-benar brilian karena mampu membuat Juliet kapok. * "Carilah lelaki seusia mu dan layak untukmu." Pesan terakhir Derrick seakan selalu terngiang dalam telinga Juliet dimana pun berada. Terkadang ia mengedarkan pandangan ke setiap murid lelaki tetapi tak ada yang membuatnya tertarik, sekalipun murid itu adalah lelaki terpopuler di sekolah. "Aaaahh...." Hela Juliet berjalan bersama dengan Hannah dan Amanda berniat keluar dari sekolah. Hannah dan Amanda yang berjalan beriringan dengannya hanya bisa saling melempar pandang tidak mengerti. Jauh dalam lubuk hati Juliet sebenarnya menyukai Derrick. Pria itu seakan cinta pertamanya, tetapi setelah mendapatkan perilaku tak senonoh dari Derrick di kamar hotel tempo hari membuat dirinya menggidik ngeri mendekati pria mesum seperti itu. "Juliet, are you okay?" Tanya Hannah. Mata Juliet hanya melihat sekilas Hannah lalu kembali termenung dalam hatinya yang sedang berkecamuk. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan kamu, Juliet? Akhir-akhir ini kamu berubah." Sambung Amanda penasaran. "I don't know..." Jawab malas Juliet. "Tapi kamu tetep minjemin rumah kamu buat acara aku, kan?" Sela Hannah kawatir jika Juliet berubah pikiran. Bagaimana tidak, dia sudah mengundang teman sekelasnya untuk berpesta. Hanya karena orang tuanya pulang dari Amsterdam, Hannah terpaksa meminjam rumah Juliet untuk merayakan pestanya. Sebab ia tahu kalau Juliet sudah diberikan rumah sendiri oleh orang tuanya. "Juliet?" Rengek Hannah sembari mengoyak kecil lengan Juliet. "Oke, oke. Pakailah rumah itu sesuka hati kamu." Tekan Juliet sedikit meninggikan nada suaranya. "Kamu tidak suka aku mengadakan acara di rumah mu?" Tanya Hannah lagi setelah mendengar jawaban yang kurang enak dari Juliet. Sadar akan ucapannya, Juliet pun mendongakkan kepala sembari membuang napas kemudian menghentikan langkah kedua temannya setelah sampai di halaman sekolah. "Bukan itu maksud aku." Ucap Juliet seakan memberi jeda. "Hanya saja aku..." Tidak. Tidak mungkin Juliet cerita kalau dirinya sedang menyukai om-om mesum. "Hanya saja apa?" Sahut Amanda membubarkan pikiran Juliet. "Bukan apa-apa." Senyum Juliet berusaha menutupi kebodohannya itu. "Yang pasti besok malam kita berpesta!!!" Seru Juliet kemudian diikuti oleh kedua temannya. Tak jauh dari mereka bertiga, mata Juliet seakan membeku ketika melihat Derrick sedang bercengkrama dengan Delota di parkiran.
Entah kenapa mata Juliet tak bisa berpaling dari sana sampai-sampai saat Derrick membukakan pintu mobil untuk Delota, ia menyadari keberadaan Juliet yang sedang memperhatikannya. Untuk beberapa detik mata mereka saling bertemu sebelum akhirnya Derrick masuk kedalam mobil. Dan barulah Juliet menundukkan kepala sembari menyisipkan rambutnya yang terhembus angin. Ada rasa rindu yang terobati tetapi ada juga rasa ngeri yang menyelimuti. Begitulah yang dirasakan Juliet saat ini. Sementara diam-diam Derrick memperhatikan dari kaca spion mobil sebelum akhirnya ia menancapkan gas dan berlalu menyisakan debu. * Malam ini hati Juliet begitu bahagia, sebab papa dan mama-nya mengajak dirinya kesebuah jamuan yang mana dirinya akan bisa bertemu dengan salah seorang designer terkenal. Rasanya tak sabar bertemu dengannya dan belajar banyak hal dari beliau. Banyak sekali tamu yang datang dan menikmati hidangan serta hiburan yang ada. Tak sedikit dari mereka saling mencari relasi baru untuk mengembangkan bisnis. Termasuk orang tuanya. Dan itu adalah hal yang menguntungkan. "Are you ready?" Tanya papanya yang tiba-tiba muncul dari belakang ketika Juliet sedang menikmati hidangan. Dan tanpa basa-basi Juliet menganggukkan kepala penuh semangat. "Gabriela Hearst sudah menunggu mu..." Kedua telapak tangan Juliet langsung menutup bibirnya yang ternganga tak percaya siapa yang akan ia temui. Gabriela Hearst menjadi salah satu yang hangat dibicarakan di dunia fashion. Tidak hanya karena popularitas tas rancangannya yang meraih hingga lebih dari 100 total daftar tunggu sejenak setelah diluncurkan atau rangkaian busana siap pakai yang mengedepankan desain minimalis dan berstruktur. Gabriela Hearst juga baru saja meraih penghargaan International Woolmark Prize beberapa waktu lalu untuk desain pakaian wanita. Dan sekarang Juliet akan bertemu dengan beliau. Mamanya yang turut bahagia mengulurkan tangannya berniat menggandeng putrinya. Dengan senyum sumringah Juliet menerimanya dan mengikuti orang tuanya. Ternyata Gabriela tidak sedang sendiri tetapi sedang bersama seseorang. Sepertinya mereka datang bersama di jamuan ini. Dan itu tidak membuat papa Juliet mengurungkan niatnya untuk mempertemukan designer itu dengan putrinya. "Miss Gabriela...?" Sapanya memotong pembicaraan mereka berdua. Tentu saja suara tersebut menarik perhatian mereka berdua. Secara bersamaan menoleh ke sumber suara. Dalam waktu bersamaan, melihat Jafra yang datang. Derrick menoleh kearah dimana ia menemukan Juliet yang tercengang dibalik tubuh wanita setengah baya yang tak lain adalah mamanya. Dengan mengenakan anting-anting dari pameran beberapa waktu lalu, Juliet begitu terlihat semakin cantik dan menggoda.
Tak sadar, gadis itu menelan saliva ketika mata dingin milik Derrick menatapnya. "Mr. Derrick, senang bertemu dengan anda disini." Jaffra tak lupa bertegur sapa dengan Derrick yang hanya tersenyum tipis sambil sesekali melirik kearah Juliet. "Kami datang bersama, Mr. Jaffra." Gabriela mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Senang bertemu dengan anda." Lanjutnya kemudian melepas jabatan tersebut. "Senang bertemu dengan anda, Miss Gabriela." Balas Jaffra tak kalah ramah. Mata Gabriela langsung tertuju dengan sesosok gadis yang tak lain adalah Juliet. "Apa dia putri anda yang sering anda cerita kan?" "Ya, dia sudah tak sabar bertemu dengan anda." Entahlah, yang tadinya Juliet begitu antusias ingin bertemu dengan Gabriela. Sekarang pikiran dan hatinya berubah kacau ketika melihat Derrick ada didepannya. Dan yang paling menyebalkan adalah ketika matanya tak bisa berpaling dari sesosok pria itu. Ketika semua orang sedang membicarakan bisnis, termasuk Derrick juga. Juliet pun memutuskan untuk permisi sebentar. Terlihat Juliet berbisik dengan mamanya lalu beranjak pergi. Didepan cermin wastafel, Juliet berusaha mengontrol dirinya dan mengatur detak jantungnya. Pikirannya berusaha melarang dirinya untuk tidak tertarik dengan sesosok pria itu, namun hatinya seakan memiliki daya magnet yang sangat kuat sehingga ia terus saja tertarik pada pesona pria itu. Oh, God. Bagaimana bisa dirinya begitu tertarik dengan pria yang telah berbuat tak senonoh kepadanya. Hampir sepuluh menit Juliet bergelut dengan dirinya sendiri didepan cermin. Untung saja tak ada satupun orang di toilet dan jarak antara tempat pen-jamuan cukup jauh sehingga Juliet bisa sedikit menenangkan diri. Baru saja Juliet keluar dari toilet, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara yang sangat familiar di telinga. "Sepertinya kamu terlihat lebih pendiam sekarang." Sambar Derrick yang ternyata bersandar di dinding dekat pintu toilet. "Ap, apa yang kamu lakukan disini?" Mendengar pertanyaan itu malah membuat Derrick mendengus kesal sembari menoleh sinis kepada Juliet. "Apa kamu pikir aku disini akan memperkosa mu?" Juliet mulai ketakutan karena ia sudah tahu betul bahwa pria didepannya ini tidak akan pernah main-main dengan ucapannya. Cepat-cepat Juliet melangkahkan kaki dan menjauh dari pria ini. Sayangnya, baru beberapa langkah Derrick sudah menahannya dan tidak membiarkan Juliet begitu saja. "Lepas." Tekan Juliet berusaha melawan meski sia-sia. Derrick justru terseringai melihat perlawanan dari Juliet, karena selama ini dirinya lah yang dibuat geram oleh sikap Juliet. Dan sekarang, Derrick seakan balas dendam dan ingin bermain- main dengan membuat Juliet ketakutan setengah mati. "Lepas!" "Kamu harus membayar ku jika ingin aku lepaskan." Dengan gerakan cepat Derrick menahan masing-masing tangan Juliet di kiri dan kanan sejajar dengan kepalanya lalu mengaitkan masing-masing jemarinya dengan jemari Juliet lalu mencumbu dan mencecap paksa bibir ranum di hadapannya. Meski Juliet menutup rapat bibirnya tak mengurungkan niat Derrick mengakhiri ciuman panas ini. Lutut Juliet ingin sekali menendang area sensitif milik Derrick, tetapi sepertinya Derrick lebih tahu bagaimana cara mengunci lutut lawannya agar tidak menendang atau melakukan hal-hal lainnya seperti yang dilihat Juliet d internet. Yang mana, jika dalam keadaan situasi terpojokkan maka gunakan kaki atau lutut untuk menendang. Sayangnya, cara tersebut tidak berlaku untuk Derrick. Sebab Juliet benar-benar tidak bisa bergerak sedikitpun kecuali menggeleng- gelengkan kepala, tetapi itu sama sekali tidak berpengaruh karena Derrick masih bisa mencumbunya dengan leluasa. Beberapa menit kemudian barulah Derrick melepas ciumannya karena ia merasa Juliet sudah hampir kehabisan napas. Derrick mendapati Juliet ngos-ngosan sampai-sampai dadanya terlihat jelas mengembang berusaha mencari asupan oksigen sebanyak mungkin supaya masuk kedalam paru-paru nya. Dengan mata berkaca-kaca tersirat amarah bercampur rasa takut dalam diri Juliet. Sedangkan Derrick melepas kedua tangan Juliet dan membiarkan salah satu tangannya menumpu di dinding. Ada rasa candu dalam diri Derrick saat ini. Ia ingin lagi dan lagi. "Seharusnya aku lakukan ini sejak pertama kamu mengganggu ku." Mata Derrick yang tadinya menatap mata Juliet beralih ke bibir yang setengah bengkak karena ulahnya. Tanpa menjawab apapun, Juliet memutuskan untuk cepat-cepat pergi dan menjauh dari pria gila berotak mesum itu. Sementara Derrick hanya diam sembari mengusap lembut bibir bekas ciumannya yang entah kenapa membuat dirinya menginginkan lebih. Sesampai menghampiri orang tuanya, Juliet mengajak mereka berdua pulang. Rasanya ia tidak ingin lagi berlama-lama disini dan melihat Derrick. Tadinya yang ingin sekali berbincang-bincang dengan Gabriela, hilang sudah ditelan rasa takut yang luar biasa dari seorang Juliet. "Bisa kita pulang sekarang?" Pintanya terburu-buru sehingga membuat cemas kedua orang tuanya. "Apa yang terjadi?" Tanya mamanya. Rasanya ingin sekali Juliet cerita tentang perilaku kurang ajar yang baru saja menimpanya. Tapi tidak mungkin dirinya memberi tahu didepan umum, apalagi didepan Gabriela. "Kepala ku pusing sekali, ma." Mendengar penjelasan itu, tentu papa dan mama nya tidak tega dan memutuskan untuk pulang saat itu juga. * Selama diperjalanan tak sadar Juliet menyentuh bibir bekas ciuman itu.
Tak memungkiri ia menikmati sentuhan kasar dari bibir Derrick. Bahkan ciuman tadi hampir menghilangkan akal sehatnya. Tapi Juliet tidak mau hal tersebut terulang lagi. Tidak akan. * Sesuai perintah guru matematikanya, Juliet harus mengumpulkan tugas semua teman satu kelas untuk dibawa ke meja beliau. Usai meletakkan di meja tersebut, salah seorang guru memanggilnya lalu memberi sebuah berkas yang terbungkus map hitam. Mata Juliet hanya bisa memandangi map tersebut sembari berganti melihat guru didepannya dengan tatapan tidak mengerti. "Minta tolong, kamu bawa ke ruang kepala sekolah sekarang." Titah beliau yang dituruti begitu saja oleh Juliet. Toh, hanya sekedar memberikan berkas ini saja. Pikirnya kemudian melangkah menuju ruang kepala sekolah. Tok. Tok. Tok. Juliet mengetuk pintu sebelum masuk keruang kepala sekolah. "Ya?" Jawab kepala sekolah lugas. Kemudian Juliet dengan sopan masuk kedalam kantor lalu menyerahkan berkas yang tadi diserahkan kepadanya. Kepala sekolah itu tidak langsung bertanya. Beliau memperhatikan map tersebut sesaat lalu melihat Juliet yang berdiri di seberang mejanya. "Tadi pak Leo yang meminta saya mengantar ini ke ruangan bapak." Suara khas Juliet begitu merdu sehingga sangat familiar di telinga orang-orang yang sudah pernah berhubungan dengan gadis ini. "Oh, ya. Terima kasih Juliet." Ucap kepala sekolah yang sudah tak asing melihat paras cantik Juliet. Kemudian Juliet tersenyum dan berniat untuk meninggalkan ruangan. Tapi, baru saja Juliet memutar tubuhnya kepala sekolah memanggilnya. "Juliet?" "Ya?" Spontan gadis itu memutar kembali tubuhnya menghadap kearah kepala sekolah. "Kalau begitu, bapak minta tolong sekalian antar tamu bapak sampai gerbang sekolah." Pinta beliau dengan sopan. "Dia adalah salah satu investor baru sekolah kita." Tambah beliau. "Baik, pak." Jawab Juliet juga terlihat sopan dan santun dengan senyum manisnya. Beliau pun tersenyum bangga dengan murid terpopuler di sekolah ini kemudian mempersilahkan tamu tersebut untuk ikut dengan Juliet.
"Saya ucapkan terima kasih dan semoga kerja sama kita bisa berlangsung dengan baik, Mr. Derrick." Ucap kepala sekolah sebelum akhirnya tamu tersebut akan pergi. Mendengar nama itu mata Juliet melebar dan seketika dengan gerakan cepat kepalanya menoleh dimana mata kepala sekolah itu tertuju. Dan benar saja, ternyata Derrick yang duduk disana yang sedang membenarkan kancing bajunya sebelum beranjak dari duduk. Mata Juliet langsung kalut melihat sesosok pria itu. Rasanya ia belum bisa menghapus memori tentang ciuman semalam. Dan sekarang sudah dihadapkan dengan pria itu. Rasanya ingin menolak dan pergi saja dari ruangan ini. Tetapi kakinya seakan tak bisa digerakkan dan lidahnya keluh entah kenapa.
Mau bagaimana lagi, ia tidak tahu kalau ada Derrick di ruangan ini. Andai saja dari awal tahu, pasti dia lebih memilih untuk cepat-cepat kembali ke kelas.
Obrigado
Apoie o autor para lhe trazer histórias maravilhosas
good novel
12/08
0Bagus👍
14/05
0keren
02/04
0Ver Todos