logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 11 REJECTION

*
Juliet duduk di sofa kamar sembari memijat kecil kepala karena terasa sangat pening, bahkan
matanya berkunang-kunang setelah melihat seseorang yang tak ingin ia lihat.

"Oh ya Tuhan..."desisnya tak tahu harus berbuat apa.
Rasanya dada Juliet sesak, dan jantungnya seakan ingin meledak saja. Hingga entah
bagaimana matanya mulai berlinang sebab masih teringat jelas bayangan Derrick yang berada
diatas tubuhnya.
*
Tok...tok...tok...
"Juliet..." Panggil mamanya dibalik pintu berniat mengajak Juliet makan malam bersama.
"Juliet?" Panggil mamanya lagi.
Karena tak kunjung ada jawaban dari dalam kamar, mama Juliet pun memegang gagang pintu
berniat masuk kedalam tetapi sayangnya pintu terkunci. "Juliet? Buka pintunya sayang..." Pinta
beliau. "Juliet?" Panggil mamanya yang sudah kesekian kalinya.
Dan kini, rasa cemas mulai melanda mamanya yang tak bisa membuka pintu kamar putrinya.
"Juliet, buka pintunya!" Meski nada suara beliau meninggi tetapi tetap tak ada jawaban dari
Juliet.
Kekhawatiran yang semakin menumpuk membuat mama Juliet bergegas menemui suaminya.
Dengan tergesa-gesa beliau berlari kecil menuruni anak tangga kemudian menuju ruang tengah
dimana suaminya berada bersama dengan Derrick.
"Papa." Sela-nya memotong pembicaraan mereka berdua. Wajah cemas istrinya membuat
Jaffra merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Juliet..."
Mendengar nama Juliet disebut, Jaffra pun bangkit dari duduknya penuh rasa kecemasan. "Ada
apa dengan Juliet?"
Tak hanya kedua orang tua Juliet, Derrick pun turut mengkhawatirkan sesuatu. Bahkan secara
spontan ia juga bangkit dari duduk.
"Mama tak tahu apa yang terjadi dengan Juliet. Kamarnya terkunci tapi...tapi..."
Tanpa menunggu kalimat terakhir dari istrinya, Jaffra memutuskan untuk berlari menuju kamar
Juliet diikuti Derrick dari belakang.
"Juliet? Juliet? Buka pintunya sayang." Tetap tak ada jawaban dari dalam. Sedangkan istrinya
sudah tak bisa menahan air mata lagi. Beliau terlihat begitu sangat ketakutan dan khawatir
setengah mati.
Rasanya Derrick sudah tak bisa sabar lagi. Kemudian ia meminta ruang untuk membuka paksa
pintu tersebut dengan kakinya yang kokoh.
Braakk!!
Pintu masih tertutup.
Braakkkk!!!
Semua pelayan hanya bisa menjadi penonton. Dengan perasaan harap-harap cemas. Mereka
berharap tidak terjadi apa-apa dengan Juliet.
Braakk!!! Braakk!!! Braakk!!!
Mata Derrick melebar ketika mendapati Juliet terkapar di lantai tak sadarkan diri setelah
berhasil membuka pintu secara brutal.

Gerakan cepat Derrick seketika menghampiri Juliet dan mengangkat tubuh tak berdaya itu
keluar kamar. Sementara Jaffra berteriak memanggil nama sopirnya untuk menyiapkan mobil
supaya Juliet bisa langsung dibawa ke rumah sakit.
"Albert!!! Albert!!!"
Tangis mama Juliet kian pecah melihat putrinya yang tak sadarkan diri dibawa oleh Derrick
masuk kedalam jok belakang mobil. Kemudian Jaffra dan istrinya menyusul dengan menaiki
mobil lainnya.
"Juliet... Juliet wake up..." Desis Derrick setelah memeriksa nadi Juliet masih berdenyut.
Seperti ada rasa bersalah menghinggapi diri Derrick ketika melihat kondisi Juliet saat ini. Bisa
jadi ini karena ulahnya malam itu.
*
"Putri anda baik-baik saja. Dia hanya butuh istirahat." Ucap dokter setelah selesai memeriksa
keadaan Juliet.
Seketika kekhawatiran yang menggunung runtuh setelah mendengar penjelasan dokter.
Terutama mama Juliet yang tak berhenti menangis meski sudah mendengar kondisi putri
semata wayangnya baik-baik saja.
"Hanya saja, tekanan darahnya begitu rendah. Apa putri anda memiliki masalah yang bisa
membuat tubuhnya down?" Tanya dokter tersebut yang tentunya menarik perhatian Derrick
disana.
Orang tua Juliet saling memandang kemudian dengan kompak mereka menjawab. "Tidak.
Tidak ada."
"Juliet pasti cerita jika dia memiliki masalah..." Tambah mama Juliet yang diikuti anggukan
kepala suaminya
"Tapi, beberapa hari ini putri saya mengeluh kurang enak badan..." Lanjut Jaffra.
"Saya sudah berikan putri anda obat tidur supaya bisa tidur nyenyak. Anda jangan kawatir."
Senyum dokter tersebut sangat ramah.
Derrick hanya bisa mengamati kecemasan yang begitu dalam dari orang tua Juliet. Apalagi
mama Juliet yang hanya bisa menangis dalam dekapan Jaffra. Sepertinya Juliet adalah harta
yang paling berharga bagi mereka. Harta yang sudah ternoda.
*
Malam ini cukup membuat Derrick senam jantung bahkan lebih dari itu. Sebab rasa
bersalahnya terhadap Juliet.
Pasti gadis itu sangat shock dan trauma sampai-sampai jiwanya terguncang.
Dengan penuh penyesalan, Derrick duduk di sofa empuk ditemani segelas minuman alkohol
setelah sampai di apartemennya. Ia masih terbayang jelas wajah polos Juliet yang tak sadarkan
diri karena dirinya.
Terus saja Derrick mencekoki dirinya dengan segelas minuman yang ia isi lagi dan lagi.
Berharap rasa bersalahnya menghilang dalam benaknya.
Dan kini, Derrick memang sudah terlihat mabuk berat. Tanpa melepas jasnya, ia lepas sematan
dasinya dan membuka beberapa kancing atas kemejanya bersandar di sofa besar dengan
pandangan kabur.

Apa yang telah dirinya perbuat kepada gadis yang tak bersalah itu? Pikirnya ditengah rasa
mabuk.
*
"Apa ada masalah yang belum kamu ceritakan kepada mama?" Mama Juliet mengusap
punggung tangan putrinya.
Mata sayu Juliet hanya bisa menatap dalam mamanya sembari duduk bersandar di kamar
rumah sakit. Ia berpikir tentang reaksi apa yang akan muncul jika mamanya tahu bahwa dirinya
telah diperkosa.
"Semalam dokter bilang ada beberapa faktor yang membuat kamu seperti ini. Mama sangat
kawatir." Tatapan sayang tak lepas dari mata beliau. Ia usap rambut kusut Juliet penuh kasih.
"Ceritakan semua masalah kamu sayang...mama siap mendengar kapanpun." Lanjut beliau.
Ingin sekali Juliet menceritakan kepada mamanya tentang tragedi yang ia alami. Rasanya
sudah tak sanggup lagi Juliet menyimpan beban hidup yang menghancurkan masa depannya.
Lidah keluh Juliet berusaha mengucapkan apa yang harus diucapkan. Meski begitu sulit, ia
berusaha untuk mengeluarkan suara apapun reaksi mamanya, karena Juliet sudah tak sanggup
lagi menyembunyikan tragedi malam itu.
"Ma..."
Baru saja Juliet mengumpulkan keberanian untuk bercerita, tiba-tiba saja nada dering ponsel
mamanya berbunyi. Tanpa memedulikan siapa yang menelepon, beliau menolak panggilan
tersebut dan kembali fokus dengan putrinya.
"Katakan sayang...?"
Juliet harus mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya.
Namun lagi-lagi ponsel mamanya berdering dan mengganggu percakapan mereka berdua.
Sekilas mama melihat layar ponselnya yang muncul nama 'Papa' disana.
"Papa yang menelpon. Boleh mama angkat sebentar?"
Juliet mengangguk pelan dan membiarkan mamanya menerima telepon dari papa.
Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Juliet dan mama secara bersamaan menoleh kearah
pintu dan mendapati Derrick berdiri kokoh didepan pintu menatap kearah Juliet yang seketika
wajahnya berubah tegang dan membenarkan duduknya yang seakan siap siaga untuk berlari
jika Derrick mendekatinya.
Berbeda dengan mama Juliet, beliau tersenyum sambil berjalan menghampiri Derrick lalu
menjauhkan ponsel dari bibirnya dan berkata pelan. "Tolong temeni Juliet sebentar..."
Kemudian kembali berbicara dengan suaminya dibalik telepon sembari keluar dari kamar itu.
"Mr. Derrick baru datang..." Perkataan terakhir yang terdengar dari mama Juliet sebelum
menghilang dari ruangan.
Dan kini, tinggallah mereka berdua dalam satu ruangan.

Tatapan dalam Derrick justru membuat wajah Juliet semakin pucat. Bahkan aura ketakutannya
begitu kental dirasakan oleh Derrick.
Berlahan ia mulai melangkahkan kaki mendekati Juliet yang berada diatas tempat tidur. Derap
langkahnya seakan mampu membuat jantung Juliet meledak. Keringat dingin mulai bercucuran
membasahi kening. Mata Juliet seakan tak berkedip mengawasi gerakan pria yang semakin
mendekatinya.
"Apa aku semenakutkan itu sampai-sampai kamu seperti melihat monster dalam diriku." Ucap
Derrick yang mampu membuat menggidik Juliet.
Juliet tak begitu mendengar ucapan Derrick karena sangking ketakutannya ia pada sesosok
pria itu. Bahkan ketika Derrick berniat duduk di bekas kursi yang diduduki mama Juliet tadi,
cukup membuat Juliet terkesiap dan ingin lari ke luar ruangan.
"Tenanglah. Aku tidak akan menyentuh mu." Lugas Derrick begitu lantang tapi terdengar kalem
di telinga Juliet.
Mata mereka saling bertemu sesaat, sebelum akhirnya Juliet meringsut menjaga jarak dengan
Derrick.
Melihat gerakan itu cukup membuat Derrick mengerti bahwa gadis didepannya ini benar-benar
ketakutan kepadanya.
"Maafkan aku."
Sesal Derrick menatap Juliet penuh penyesalan. Bukannya membalas permintaan maaf pria itu,
air mata Juliet justru menetes tanpa dikomando.
"Aku terlalu tersulut emosi malam itu." Derrick hanya bisa memperhatikan butiran air mata yang
jatuh di pipi mulus Juliet tanpa terdengar isakan tangis dari bibir manis gadis didepannya.
Tak lama, mama Juliet masuk kedalam ruangan bersama dengan Hannah dan Amanda.
"Sayang, lihat siapa yang datang. Hannah dan Amanda." Seru mamanya yang seketika terdiam
saat melihat ada bekas air mata dibawah mata Juliet. "Ada apa sayang?" Beliau mengarahkan
pandangannya ke Derrick kemudian berganti menatap putrinya sambil duduk di tepi bibir tempat
tidur.
"It's ok, mom. I'm just..." Juliet mengusap bawah matanya berusaha bersikap baik-baik saja.
"Kepala Juliet masih terasa pusing..." Tambalnya berusaha tersenyum didepan mama.
"Hai, Juliet..." Sapa Hannah yang diikuti Amanda dengan melambaikan tangan sekilas.
"Hai..." Balas Juliet sembari diam-diam sesaat memperhatikan Derrick yang sedang mengamati
kedua temannya.
"How do you feel?" Tanya Hannah yang mendekati Juliet diikuti Amanda.
"Hannah nekad meninggalkan kelas demi bisa cepat-cepat kemari." Sela Amanda yang dibalas
dengan senyuman oleh Juliet.
"Aku masih merasa bersalah. Jika terjadi sesuatu yang buruk dengan mu. Pasti aku tidak bisa
memaafkan diriku sendiri." Sesal Hannah.
"Bagus jika kamu sudah menyadari kesalahan mu." Sahut Derrick begitu dingin bak es batu.
Semua mata tentu mengarah kepada Derrick. Dan suasana sesaat berubah menjadi hening.
Mama Juliet bergantian memandangi mereka lalu bertanya. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Sekarang ganti mereka yang menoleh kearah mama Juliet. "Apa ada yang kamu sembunyikan,
Juliet?" Korek mamanya yang mulai penasaran.
Mereka berempat saling melempar pandang lalu dengan lemah Juliet berkata. "Everything it's
ok, mom. Don't worry." Mama tak lagi berargumen, beliau kemudian memandangi Hannah dan
Amanda yang mangguk-mangguk membenarkan perkataan Juliet.
"Ya sudah. Kalau begitu mama keluar sebentar." Tandas beliau. "Tolong jaga Juliet dengan
baik." Pesan beliau sebelum beranjak pergi.
Setelah mama Juliet benar-benar menghilang dibalik pintu, mereka kembali saling memandang.
"Saya benar-benar minta maaf, Mr. Derrick." Hannah memberanikan diri meminta maaf. "Saya
siap menerima hukuman apapun." Lanjutnya.
"Tentu. Kamu pasti akan menerima hukuman atas perbuatan mu." Tandas Derrick yang sudah
menyiapkan hukuman yang pantas untuk Hannah. Dalang dari semua peristiwa ini.
Juliet yang mendengar ucapan Derrick seakan bisa melihat amarah mendalam dalam mata pria
itu. Padahal hukuman yang diterima Juliet sudah mampu membuat masa depannya hancur.
Lalu hukuman seperti apa yang akan diterima oleh Hannah.
"Bisa kalian memberikan aku waktu berdua saja dengan Mr. Derrick?" Pinta Juliet kepada
kedua temannya yang patuh begitu saja.
Setelah melihat kedua temannya menutup pintu, Juliet menarik napas dalam-dalam lalu
berkata. "Jangan hukum Hannah."
Derrick tak langsung menjawab. Ia menatap Juliet karena ingin tahu apa alasan gadis itu
melarang dirinya untuk membalas dendam.
"Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan kamu lakukan dengan Hannah."
"Kamu tidak bisa melarang ku." Tandas Derrick.
"Yang kamu lakukan terhadap ku apa tidak cukup untuk membalaskan dendam Delota?" Delik
Juliet dengan pandangan yang mulai berkabut. "Apa dengan merenggut kehormatan ku tidak
membuat dirimu puas?" Juliet berusaha mengatur suaranya agar tidak sampai terdengar dari
luar. "Kamu telah menghancurkan hidupku. Masa depan ku. Lalu apa yang akan kamu lakukan
dengan Hannah? Memperkosanya juga? Atau membunuhnya?" Air mata pun kembali jatuh di
pipi Juliet.
"Juliet malam itu..."
"Anggap malam itu adalah perbuatan ku. Kesalahan ku. Sehingga kamu tidak perlu menjadikan
Hannah korban berikutnya." Ucap Juliet mengeklaim bahwa dirinya yang bersalah dan pantas
mendapat hukuman yang diberikan Derrick.
Mata mereka sesaat saling bertemu dan saling mengunci. Hingga akhirnya, Derrick bangkit dari
duduknya kemudian membuang muka.
Sejenak ia terdiam, lalu beranjak pergi meninggalkan Juliet sendiri di ruangan tanpa sepatah
kata pun. Sementara Juliet hanya bisa memperhatikan kepergian pria itu.
*
"Apa dengan merenggut kehormatan ku tidak membuat dirimu puas?"
"Kamu telah menghancurkan hidupku. Masa depan ku. Lalu apa yang akan kamu lakukan
dengan Hannah? Memperkosanya juga? Atau membunuhnya?"
"Anggap malam itu adalah perbuatan ku. Kesalahan ku. Sehingga kamu tidak perlu menjadikan
Hannah korban berikutnya."
"Yang kamu lakukan terhadap ku apa tidak cukup untuk membalaskan dendam Delota?"
Perkataan Juliet seakan terus menggema di telinga Derrick seperti sebuah kutukan. Sampai-
sampai ia tidak sadar sedari tadi Sean memanggilnya ditengah forum meeting.
"Mr. Derrick." Nada suara Sean mengucapkan nama Derrick terdengar tajam dan lantang
sehingga mampu membubarkan alam bawah sadar Derrick.
Tentu saja Derrick terkesiap dan berusaha mengingat apa yang sedang dibahas saat ini.
Sementara Sean hanya diam mengamati dirinya.
"Sepertinya kamu kurang istirahat beberapa hari ini, Mr. Derrick. Sudah kesekian kalinya aku
memanggil tetapi pikiran kamu tidak ada disini." Sean berusaha mencari jawaban Dimata
Derrick.

"Maaf Mr. Sean." Derrick menundukkan kepala dengan penuh hormat.
Kemudian pertemuan dengan beberapa kolega pun kembali berlangsung dan Derrick berusaha
fokus dengan pertemuan tersebut.
*
"What??"
Sangking terkejutnya Juliet, suara Juliet malah tidak meninggi atau menekan. Melainkan pelan
dan melemah. Namun garis kerutan di keningnya cukup membuktikan bahwa Juliet cukup
shock dengan keputusan orang tuanya yang tiba-tiba. Bahkan Juliet belum sempat melepas
tasnya sepulang dari sekolah tetapi malah sudah duduk di ruang keluarga bersama kedua
orangtuanya.
"Iya. Ini sudah keputusan papa." jelas Jaffra begitu tegas dan lugas.
"Kamu akan menikah dengan Mr. Derrick." Lanjut beliau.
Rasanya jantung Juliet ingin meledak saat ini juga. Bagaimana bisa ia menikah dengan pria
yang telah memperkosanya. Yah, meskipun dirinya sempat jatuh hati pada pria itu. Dulu.
"Tidak!" Juliet bangkit dari duduk berniat memprotes keputusan papanya yang sepihak.
"Juliet, ini demi kebaikan kamu juga." Tekan Jaffra.
Juliet terpejam mendengar ucapan papanya. Entah kebaikan apa yang Juliet dapatkan dari
keputusan gila ini. Apakah Derrick sudah memberi tahu orang tuanya bahwa dirinya sudah tak
perawan lagi?
"Juliet... sebaiknya turuti permintaan papa..." Bujuk mamanya.
"Mom?!" Mata berontak itu pun ia tujukan pada mamanya.
"Sayang, dengarkan papa." Jaffra berusaha membujuk Juliet untuk duduk kembali di
sampingnya sembari menggenggam kedua tangan putrinya. "Meski kamu sudah menikah, Mr.
Derrick setuju kamu terus tetap menempuh pendidikan yang kamu mau. Dia tidak menghalangi
impian kamu menjadi designer terkenal."
Mata berkaca-kaca sudah tak bisa lagi disembunyikan oleh Juliet. Ia benar-benar tidak percaya,
orang tuanya begitu memberikan harapan penuh dari seorang pria yang sangat jahat itu.
"Tidak, pa." Tentang Juliet menitihkan air mata. "Juliet tidak akan pernah menikah dengan pria
itu." Tegasnya lagi.
"Kamu harus menikah dengan pria pilihan papa." Tekan Jaffra.
Sungguh Juliet tidak percaya dengan semua ini. Bagaimana bisa Derrick meracuni orang
tuanya.
"Papa?!" Juliet menggelengkan kepala tidak percaya. "Juliet bahkan masih belum lulus sekolah.
Dan papa...??" Juliet tak mampu berkata lagi. "Bagaimana bisa aku menikah. Umur Juliet baru
delapan belas tahun. Tidak. Juliet tidak akan menikah dengan siapapun." Juliet bangkit dari
duduk dengan tatapan amarah kepada papanya dan mengatakan. "Papa jahat!" Serunya
kemudian berlari menaiki anak tangga menuju kamar dengan nangis tersedu-sedu.
"Kamu tetap akan menikah dengan Mr. Derrick." Tekan Jaffra meninggikan nada suaranya.
"Papa cukup..." Rasanya mama Juliet tak tahan melihat pertikaian antara papa dan anaknya.
*
Tiga jam yang lalu.
Setelah selesai acara meeting-nya, Sean tidak langsung keluar dari ruangan hingga benar-
benar hanya tersisa dirinya dan Derrick, ia justru menatap penuh rasa penasaran kepada orang
kepercayaannya ini. Ia berusaha mencari-cari jawaban dari dalam sana.
"Mr. Sean..." Derrick merasa tidak nyaman jika Sean menatap seolah dirinya orang terbodoh
yang pernah ada di muka bumi.
"Lebih baik aku tahu dari mulut mu sendiri daripada aku mendengar dari orang lain." Tandas
Sean begitu mendominasi.
Derrick menarik napas dalam-dalam sebelum ia memutuskan untuk bercerita.
"Sepertinya ini masalah besar..." Sindir Sean sembari menyesap minumannya.
"Saya ingin menikahi Juliet."
Ucapan singkat, padat nan sangat jelas itu membuat Sean berhenti menyesap minumannya
meski bibirnya sudah menempel pada tepi cangkir. Matanya yang tajam seraya mampu
menusuk siapa saja yang melihatnya.
Pelan-pelan Sean meletakkan cangkir diatas meja lalu kembali menatap Derrick.
"Oke, Mr. Romeo. Apa ini sebuah lelucon?"
Derrick tak menjawab pertanyaan Sean kecuali hanya membalas tatapan tajam bos-nya. Itu
pertanda bahwa Derrick tidak main-main.
"Oke." Sean membenarkan duduknya lalu berkata lagi. "You are not Romeo, right?" Tetap
sama, Derrick hanya menatap Sean. "So?"
"Aku telah memperkosanya seperti seorang pelacur." Pengakuan Derrick semakin membuat
Sean berantusias untuk mengorek lebih dalam.
"Apa sekarang kamu pengidap pedofil, huh?" Tebak Sean.
"Tidak."
Sean mengerutkan keningnya ketika mendengar jawaban Derrick yang tak sesuai prediksi.
Kemudian beberapa saat Derrick mulai menceritakan semuanya.
Dan satu jam setelahnya, Sean dan Derrick menemui Jaffra di kantornya. Mereka berdua
membawa sebuah berkas perjanjian kerjasama dan beberapa saham untuk pengembangan
bisnis Jaffra.
"Apa ini tidak berlebihan Mr. Derrick?" Tanya Jaffra setelah mempelajari sesaat berkas dan
perjanjian tersebut.
"Of course not, Mr. Jaffra." Sahut Sean. "Bahkan jika kamu menyetujui semuanya maka anda
tidak akan kekurangan apapun. Bahkan sayap bisnis anda justru akan semakin meroket."
Tambal Sean.
"Saya hanya menginginkan putri anda." Lanjut Derrick.
Mata Jaffra seketika melebar dan sesaat berhenti bernapas menatap kedua pria tampan
didepannya yang ternyata bernegosiasi mengenai putrinya, Juliet.
Sean tersenyum misterius. "Waah, sepertinya anda sudah sangat beruntung, karena Mr.
Derrick bukanlah pria sembarangan dan saya jamin masa depan putri anda tidak perlu
dicemaskan lagi." Rayu Sean.
"Tap, tapi Mr. Sean...putri saya masih sekolah. Bahkan usianya baru menginjak delapan belas
tahun..." Jaffra terlihat tidak setuju.
"Saya tidak akan menghalangi pendidikan atau karir putri anda. Saya hanya menginginkan putri
anda menikah dengan saya." Ujar Derrick.
"Apa yang anda pikirkan Mr. Jaffra? Bukannya semua tidak ada yang dirugikan??" Tambal
Sean lagi.
Jaffra terlihat sedang menimang-nimang tawaran mereka berdua.
"Apa yang anda kawatirkan? Bisnis anda bisa melesat pesat. Masa depan putri anda sudah
terjamin segalanya. Jadi ketika sewaktu-waktu ada hal buruk yang menimpa keluarga kalian.
Setidaknya putri anda aman bersama Mr. Derrick. Bukan begitu, Mr. Jaffra?"
Sungguh sangat menggiurkan tawaran tersebut tetapi cukup menyulitkan juga. Pasalnya
putrinya masih terlalu dini untuk menikah, apalagi usia Derrick juga terpaut cukup jauh.
Tetapi...Derrick tidak membatasi impian putrinya meski nanti mereka menikah.

Comentário do Livro (82)

  • avatar
    RidwanDeden

    good novel

    12/08

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus👍

    14/05

      0
  • avatar

    keren

    02/04

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes